(57)

495 37 1
                                    

Gue berlari kencang. Pikiran gue hanya terfokus pada satu hal. Ruang kelas.

Tak lama, dari kejauhan terlihat samar papan kecil yang tergantung di dinding sekolah bertuliskan "X IPA 1". Ya, itulah target yang gue incar sedari tadi. Disitu gue tetap berlari dan terus berlari walaupun dengan nafas yang terengah-engah.

Tetapi,

"Dorrr!!!" Seseorang muncul dari balik tembok dan mengejutkan gue secara tiba-tiba. Sontak, gue terkejut dan menampar wajahnya dengan keras.

Alhasil, "Aww..." Respon orang tersebut dengan mengaduh kesakitan. Ia memegang pipinya yang terasa sakit dan terlihat memerah.

Saat itu juga, gue merasa bersalah karena sifat gue yang terlalu sensitif dan spontanitas gue yang berlebihan di tempat umum seperri ini. Pikiran gue berantakan, fisik gue melemas, dan beban terhadap permasalahan gue bertambah karena kejadian baru ini. Sejujurnya, ini lebih meyeramkan dibandingkan gue yang harus bertatapan langsung mereka yang tak kasat mata.

Apa yang harus gue lakukan selanjutnya? Bagaimana reaksi dia setelah ini? Apa dia masih mau memaklumi spontanitas gue tadi? Kenapa tadi gue bisa-bisa begini sama orang lain? Bagaimana jika dia adalah kakak kelas gue? Apa dia ngelakuin hal seperti ini karena berniat menjahili temannya tatapi ia hanya salah target? Lalu jika gue masuk ke dalam berita gosip sekolahan yang di cap sebagai 'anak baru kurang ajar'? Atau apa yang harus gje lakuin jika nanti gue dilaporin ke guru BK? No, its so hard to me. Ga semudah untuk gue yang sangat tertutup dan introvert ini.

Gue mendekati orang tersebut dan menjongkok tepat di depannya. Gue menghela nafas panjang, dengan rasa iba, pasrah, takut, gelisah, dan nekat "Mm... maaf, tadi ga segaja. Soalnya spontan dan juga kebetulan saya orangnya kagetan, maaf banget ya" Ucap gue yang memohon.

Orang yang ada dihadapan gue tersebut menatap mata gue dengan tajam. Wajahnya masih samar karena tertutup poninya yang panjang.

"Hahaha"
Tiba-tiba terdengar gelagak tawa yang amat keras dibalik poninya tersebut. Gue terheran-heran dengan dirinya dan langsung mengoreksi diri gue sendiri.

"Ternyata cara lo minta maaf lucu ya, mba. Hahaha... salut gue sama lo sumpah dah" Responnya kedua kali terhadap gue. Ketika gue mencerna kata-katanya dan ciri khas suaranya terlihat jelas jika dia adalah 'Bagas' saudara sepupu gue yang menyebalkan.

Tanpa basa-basi, gue langsung menarik bajunya dan sedikit menjambak rambutnya. Gue pun langsung menjewer telinganya sekuat-kuatnya. Kali ini gue benar-benar malu.

"Aww sakit mba lepasin. Please" Bagas mengaduh kedua kalinya sembari berusaha melepaskan tangan gue. Namun, tetap saja hasilnya, nihil. Gue sudah terbiasa dengan tingkah lakunya yang terlalu kekanak-kanakkan.

"Ayolah Bagas minta maaf ini sakit banget tau ga sih" Erangnya lagi. Dengan pasrah gue melepaskan tangan gue dari telinganya. Kali ini tidak hanya pipinya saja yang memerah, melainkan teliganya yang ikut-ikutan memerah.

Tak menghiraukannya gue berjalan menjauh darinya yang tertinggal 4 langkah dari posisi gue sebelumnya.

"Maaf lho, lagian kenapa sih gitu doang baper? Lagi sensi ya?" Rayu Bagas dengan kata-katanya yang benar-benar menambah panas pendengaran gue. Gue menghentikan langkah dan memutar 180 derajat dari posisi tubuh gue sebelumnya.

Gue menatap dirinya sinis, "Liat badan lo sekarang? Gede kan? Bahkan lo lebih gede dari gue dan kenyataan lo yang dulu lebih pendek dari gue. So, berfikirlah dewasa jangan kayak anak kecil terus, dikit-dikit harus ditegur" Balas gue dengan rinci.

Bagas melangkah mendekati gue "Iya terus? Ga salah kan main-main doang. Jangan jadi perfectsionis ataupun terlalu introvert lah, nikmatin dunia ini dan terapkan hidup bahagia, aman, damai, dan santuy" Ucap Bagas dengan mudah dan tak berfikir 2 kali.

"Sadar diri masing-masing" Balas gue singkat yang sudah malas berdebat dengan dirinya yang jelas-jelas akan menguras banyak waktu dan tenaga yang terbuang sia-sia.

"Lagian lo ngapain sih lama-lama di toilet sekolah juga, heran gue" Cerocos Bagas dengan kebingungan sekaligus penasaran.

Seketika gue kembali teringat dengan kejadian-kejadian aneh ditoilet tersebut, pertama dengan pembicaraan gue dengan kepribadian kedua gue, selanjutnya dengan pembullyan, dan yang terakhir pertemuan gue dengan makhluk tak kasat mata tersebut. Perlahan dengan pasti gue menelaah dan mengingat semua kejadian tersebut.

"Jadi sebenernya tadi gue..." Tiba-tiba pembicaraan gue terputus, niat yang ingin menjelaskan menjadi tak nafsu lagi, pikiran yang tadinya lancar seketika berantakan. Terlihat tepat di belakang Bagas, ada sebuah cerimin dan disitu tepat terlihat secara jelas gue melihat sesosok makhluk tak kasat mata tersebut kembali. Kali ini berbeda, ia terlihat sangat tidak mengizinkan gue untuk mengeluarkan sepatah katapun tentang kejadian yang baru beberapa menit yang lalu gue alamin.

Spontan, gue meraih tangan Bagas "Ayo kita ke kelas sekarang" Ajak gue yang langsung menarik dan membawanya berlari menuju ruang kelas.

Do You See What I See [?]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang