(54)

569 41 4
                                    

Ngekkk
Gue menutup pintu utama toilet sekolah. Detik itu juga gue menghela nafas berat menutup kedua mata gue bersamaan.

"Apa yang harus gue pakuin selanjutnya?" Tanya gue kepada diri sendiri "Maafin gue Ngel" Lanjut gue lagi

Ada rasa berat hati dan kesal dengan kejadian tadi. Kenapa? Karena gue ngerasa berat hati jika ingin menolak permintaannya dan jujur, gue kesal banget karena dua hal, pertama disebabkan oleh Angel itu sendiri dan yang kedua disebabkan karena pikiran gue tentang mereka yang tidak habis-habisnya.

"Andaikan gue bisa menutup mata batin gue sendiri" Lontar gue pelan sembari berjalan menuju salah satu toilet dan masuk kedalamnya.

Gue kunci rapat-rapat tapi disitu gue bukan untuk buang air ataupun membasuh muka.
Melainkan ingin melakukan hal yang biasa gue lakukan sejak kecil, berbicara kepada Lian.

Ya, mungkin gue belum membahas tentang dirinya, tapi disinilah gue akan menunjukkan siapakah yang gue sebut dengan Lian itu?

Gue menutup mata perlahan "Lian, ayo disini Lavina sudah menunggu" Panggil gue yang sengaja menyuruhnya untuk datang.

Namun nihil. Tidak ada respon sama sekali.

Gue menghela nafas panjang dan berniat mencoba lagi "Lian?"

Tiba-tiba gue merasa jika tubuh gue terasa sangat lemas, pandangan gue seketika buram, dan nafas gue tiba-tiba sesak. Saat itu juga gue beranjak keluar dari bilik toilet kecil dan berdiri tepat di depan cermin besar toilet.

Disitu gue melihat secara perlahan dari arah samping, seorang perempuan berdiri dengan gaya dan perawakan yang mirip dengan gue, bukan mirip lagi bahkan itulah gue.

Tentu, Lian adalah kepribadian ganda dari gue. Ia lah yang sering bersama dengan gue, selain gue yang dianggap orang awam sebagai orang kurang waras alias gila yang selalu berbincang sendiri. Namun tunggu, lihatlah kepada siapa gue berbicara, apakah kepada mereka atau kepada Lian?

"Lavina" Panggil Lian. Tiba-tiba tubuh gue kembali seperti semula, tidak ada sakit atau keluhan seperti sebelumnya lagi.

Gue melempar tatapan kepada Lian di cermin toilet yang sekarang berada disebelah gue.

"Aku bilang jangan pernah sekali-sekali memanggilku untuk mengurusi urusan hidupmu!" Bentak Lian keras.

Dia adalah kepribadian yang paling sensitif, penuh amarah. Dia adalah penyimpan sisi negatif dari gue. Tetapi, dia adalah kepribadian yang paling antusias dan berkebalikkan dari gue, terbukti ketika memanggil dengan sebutan "aku-kamu".

"Maaf mengganggu, gue cuma mau tanya sama lo. Kira-kira lo setuju ga kalau gue nutup komunikasi sama mere..."

"Ga. Sama sekali ga setuju. Berhenti untuk membuat guyonan seperti itu. Atau kamu akan kehilangan diriku untuk selamanya" Potong Lian dan menolaknya secara mentah-mentah.

"Gue tau, gue paham, tapi..."

"Ga" Potongnya lagi. Kali ini emosinya memuncak.

Lian mendekat ke telinga gue

Ia membiskki telinga gue dengan suara yang melengking hebat. Ia berhasil membuat pendengaran gue tuli sementara dan menghilang dari hadapan.

Keringat gue bercucuran deras, nafas gue kembali sesak, dan kepala gue pusing bukan main.

Gue masih belum paham jelas apa yang Lian ucapkan di telinga gue. Entah itu sebuah peringatan atau sebuah petaka. Selalu tercipta misteri ketika selalu berhadapan dengannya.

Wajar. Tapi untuk kali ini tidak.

Saat itu juga gue merasa benar-benar tak berdaya.

***
Hai guyssss

Oke gimana nih ceritanya kalau boleh tau? B aja? Seru? Creepy? Atau malah bikin ngakak?

Boleh ya kasih tau pendapat kalian disini 👆

See u in next chapter

Semoga masih betah sama dyswis dan have a happy day 😊

Jangan lupa voment + supportnya ya wankawan

Satu voment dan support kalian sangat berharga untuk cerita ini 💕

Do You See What I See [?]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang