(60)

435 38 2
                                    

Tettt

Bel istirahat pertama berdering. Spontan seisi ruang kelas bersorak senang. "Harap tenang semua" Teriak Pak Hamdi yang masih berada di depan kelas. Ia menegur kita karena terlalu berlebihan dan tidak sopan. Spontan ruangan kelas kembali tenang dan terpusat kepada guru tersebut.

Pak Hamdi menatap satu persatu murid-muridnya "Kalian lupa apa yang harus kalian lakukan?" Tanyanya yang mengangkat salah satu alisnya. "Mengucapkan salam kepada bapak" Sahut salah satu murid dengan lantang. Seketika pandangan satu kelas teralih ke arah sumber suara. Setelah disadari ia adalah Bagas.

"Baiklah, lakukan sekarang" Perintah Pak Hamdi kepada Bagas.

"Untuk mengakhiri pelajaran-" Jeda Bagas sembari mengambil nafas. Semua orang mengambil persiapan sikap sempurna untuk perintah selanjutnya.

"Beri salam kepada bapak guru" Lanjut Bagas lantang.

"Selamat pagi pak" Seisi ruang kelas mengucapkan salam. "Selamat pagi semua. Selamat istirahat, nikmati jam ini ya" Balas Pak Hamdi sembari tersenyum kepada kita. "Baik pak" Jawab kita sembari membalas senyumannya.

Bapak Hamdi melangkah keluar dari ruang kelas yang diikuti beberapa dari murid kelas. Gue, Bagas, dan beberapa murid lainnya masih berada di dalam ruang kelas. Gue dan Bagas masih membereskan buku-buku dan peralatan tulis yang kita gunakan tadi.

Duggg

Tiba-tiba meja gue bergetar seperti dipukul. Ketika gue melihat kedepan, disana berdiri tiga orang yang terdiri dari seorang perempuan dan kedua temannya laki-laki. Dan benar saja jika itu bukan sekadar meja gue yang bergetar, tetapi dipukul mereka juga. Seorang perempuan tersebut memanjukan badannya dan mendekati gue.

"Lo ga usah buat onar lagi ya. Asal lo tau lo bukan siapa-siapa disini. Ngerti?" Ancam perempuan tersebut kepada gue. Gue masih menatapnya dalam-dalam, menggali dan memasuki dunianya untuk mengenal kelemahan dari dirinya.

Bagas kembali mulai terpancing kembali emosinya, tetapi gue selalu menenagkannya dan meletakkan tangan kiri gue di bahunya untuk memberi sinyal agar terus sabar dan menahan emosinya terlebih dahulu.

"Kenalin gue Lavina Carola Feodora. Lo bisa manggil gue Lavina" Potong gue yang mengalihkan perhatiannya. Gue menyodorkan tangan kanan gue kepadanya.

Perempuan tersebut kebingungan. Ia melempar pandangnnya ke arah kedua temannya yang lain dengan wajah heran. Kedua temannya pun ;menunjukkan reaksi kebingungan juga terhadap tingkah gue.

"Maksud lo apa? Lo kira gue mau kenalan sama lo yang menjijikan dan menyedihkan gitu?" Tanya dirinya yang secara terang-terangan menolak berkenalan dengan gue. Gue membalasnya dengan segaris senyuman kecil.

"Terus?" Balas gue singkat yang melempar pertanyaan kepadanya kembali. Ia kebingungan dan salah satu laki-laki dari mereka mendekati gue. Ia bergeser dari posisinya dan berdiri tepat di sebelah kanan gue. Ia membukukkan badannya sedikit yang mendekati telinga gue. "Shut up bitch. Tidak semudah itu dirimu melawan kita bertiga" Bisiknya pelan yang mungkin menusuk. Mungkin. Namun hal itu sama sekai tidak berpengaruh apapun terhadap gue.

Gue bangkit dari kursi dan mengajak Bagas keluar ruangan. Kita berdua melangka menjauh dari mereka bertiga. "Woy lo mau kemana! Urusan kita belum selesai!" Teriak salah satu lain dari mereka. Gue dan Bagas tetap melangkah menjauh dan tidak menghiraukan kata-kata yang mereka lontarkan.

"Shit" Sorak perempuan tersebut. Ia mengambil botol minum yang ada disampingnya dan diarahkan tepat kepada gue, tanpa gue sadari. Namun, botol minum tersebut tidak menyentuh sedikitpun gue ataupun Bagas.

Pletak

Botol tersebut terjatuh dan menggelinding di kaki gue. Menyadari hal tersebut gue dan Bagas menoleh ke arah botol dan melempar pandangan kepada mereka bertiga. Kesabaran gue disini mulai teruji. Gue menatap mereka bertiga setajam-tajamnya.

Tanpa ada apapun, botol tersebut menggelinding dan menjauh dan berhenti tepat di samping kaki perempuan tersebut. Ketika perempuan tersebut berniat membungkuk meraih botol minum tersebut,

Takkk

tetapi barang itu terlempar sendirinya dari lantai dan mengenai tepat dahinya.

"Aww" Eluh perempuan tersebut sembari mengelus dahi yang terkena botol minum. Spontan, kita semua terkejut dan kedua teman laki-laki perempuan tersebut menolongnya. Bagas yang mungkin baru pertama kali melihat hal tersebut terkejut bukan main. Ia bersembunyi tepat di punggung gue.

Tak lama, terlihat sesuatu di dekat botol tersebut. Semakin dalam gue melihat sesosok tersebut.

Belum jelas

Hampir jelas

Sedikit jelas

Jelas

Sesosok tersebut adalah Cicil yang berusaha membantu gue. "Cicil not now please" Batin gue, yang berkomunikasi dengan sesosok teman hantu gue tersebut. "Kamu butu bantuan Lavina" Balas Cicil dengan nada sedikit datar. Tak lama, dirinya menghilang dari tempatnya.

Disitu gue benar-benar bingung. Mereka datang disaat aku belum butuh dengan mereka, tidak tepat, dan fatal seperti sekarang. Gue menghela nafas berat dan mencoba memaafkan teman gue tersebut.

"Gas ayo ke kantin, ga usah takut paling tadi ga sengaja ketendang temennya. Ga ada setan apapun disini lagian kan kita orang baik" Ucap gue yang menenangkan sodara sepupu gue. Seuntai senyum ia berikan kepada gue dan disaat itu juga ia merangkul gue dan kita berdua pun pergi ke kantin.

Do You See What I See [?]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang