(34)

1.1K 73 1
                                    

"Lavina.. ayo turun sarapannya sudah siap" Panggil bunda dari arah bawah.

"Iya bunda, ini aku bentar lagi beres tinggal nyiapin buku" Balas gue yang masih terburu-buru memasukkan buku ke dalam tas yang masih menganga layaknya anak kecil yang menunggu suapan makanan ke dalam mulutnya. Dengan teliti dan cepat, gue mengingat kembali hal yang sudah gue siapkan di dalam tas gue tersebut.

"Buku kosong udah, novel udah, kotak pensil udah, power bank udah, headphone udah. Hmm.. gue rasa sudah cukup untuk gue bawa ke sekolah baru gue" Ucap gue sembari menutup resleting tas dan membawanya. Mungkin ini pertama kalinya gue agak ribet buat ke sekolah.

Seperti biasa, gue berlari-lari kecil mengintari anak tangga dengan cepat dan kedua orangtua gue yang sudah lebih dahulu berada di meja makan. Ayah gue duduk di salah satu kursi dan bunda gue yang masih sibuk meletakan piring di atas meja.

Gue meletakkan tas gue di sofa ruang keluarga dan menghampiri mereka berdua di meja makan.

"Nak, ayo duduk kita terburu-buru untuk berangkat. Kan kamu tau sendiri ini bukan Lampung yang kita kenal dulu" Sahut ayah gue yang melempar pandangannya ke arah gue.

"Iya ayah, aku tau ini Jakarta yang dikenal macetnya yang naujubilah itu kan?" Balas gue spontan yang membalas lemparan pandangan ke ayah.

Ayah dan bunda gue langsung tertawa setelah mendengar balasan gue, memang kebiasaan mereka berdua seperti itu kepada gue, tapi kalau ga ada mereka sehari aja udah sepi banget. Gue langsung menarik salah satu kursi dan duduk di kursi tersebut. Setelah menyiapkan semuanya, bunda duduk di kursi yang berhadapan dengan gue. Setelah semuanya siap ayah memimpin do'a dan mempersilahkan untuk makan.

"Lav, nanti sekolahnya jangan bandel, inget belajar yang bener. Mau siapapun temen kamu nanti harus terima" Ucap ayah yang tiba-tiba memecah keheningan sekitar.

"Iya ayah. Ayah kira anak ayah ini hiperaktif apa? Kan ayah tau kalau di sekolah orangnya gimana" Balas bunda spontan.

Gue hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat hal yang terjadi oleh kedua orangtua gue itu.

"Lavina" Tiba-tiba gue mendengar bisikan yang memanggil nama gue. Suara tersebut sangatlah pelan dan lemah, tetapi menusuk ke telinga gue secara bertubi-tubi. Gue hanya terdiam dan fokus melanjutkan kepada kedua orangtua gue dan tentunya sarapan gue.

"Kembalilah kepada mbah uti mu wahai cucu ku" Bisikan tersebut terdengar lagi di telinga gue. namun, kali ini ada yang aneh dan ga beres dari bisikan tersebut.

"Mbah uti?" Gumam gue di dalem hati.

"Lav... Lav..." Tiba-tiba bunda memanggil gue yang menyadarkan gue kembali.

"I... Iya kenapa bun?" Tanya gue gugup kepadanya.

"Kok ngelamun nak?" Tanyanya.

"E... Engga apa-apa kok bun hehe" Balas gue.

"Pasti mikirin sekolah nanti ya?" Tanya ayah secara tiba-tiba.

"Gawat, gue harus jawab apa?" Gumam gue di dalem hati dengan pikiran yang benar-benar buyar dan bener-bener ga bisa fokus sama sekali pada saat itu.

"Mm.. boong aja apa ya? Masa mau boong lagi. Iss ga tau lah yang pentig ga ketauan" Gumam gue di dalem hati lagi.

"Hehehe iya yah, soalnya nanti takut bakalan gimana di sekolah" Jawab gue.

"Yah, bun maafin anakmu ya" Gumam gue kembali di dalem hati dengan rasa bersalah.

"Lavina" Terdengar bisikan itu lagi di telinga gue. Kesekian kalinya gue bingung lagi dan lagi. Gue berasa menjadi pembatas antara mereka dengan kita alias sebagai portal antara dua kehidupan, dua alam, dan dua peristiwa.

"Lav kamu denger kan apa yang ayah kamu bilang tadi" tiba-tiba bujda menyahut dan hmpir membuat gue bener-bener kaget.

"Duh pake acara ga dengerin mereka lagi" Gumam gue kembali di dalem hati.

"Denger kok bun, cuman tadi lagi fokus makan soalnya makanan bunda enak banget" Balas gue kembali.

"Boong lagi, boong lagi hufftt" Gumam gue lagi di dalem hati.

Saat gue lagi nikmatin masakan ala bunda gue, tiba-tiba pundak gue seperti ada yang menepuk. Gue langsung melihat keadaan sekitar, namun ga ada yang membuat gue merasa aneh kecuali tangan yang masih berada di pundak gue tersebut.

Gue memberanikan diri untuk melihat ke arah pundak dan belakang tubuh gue, perlahan tapi pasti itu prinsip andalan gue kalau gue ada di kondisi seperti ini. Perlahan gue memutar arah kepala gue...

Do You See What I See [?]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang