"Wake up, Kavinsky!" seru seorang lelaki berambut hitam, dengan sepasang lesung pipi paling menawan—membangunkan manusia tak tahu diri yang tertidur di bangku penonton.
Dia, yang berteriak adalah Jason Beukes dan sosok tak tahu diri itu Tyler Kavinsky.
Yeah, beberapa orang di Las Vegas khususnya Swenson st memang tidak asing dengan nama tersebut. Terutama jika kau pernah mengunjungi Monarch University. Kau akan menemukan nama Tyler Kavinsky sebagai pemilik tatapan mata paling seksi, sekaligus pemegang label amazaballs sepanjang masa.
Dan ketahuliah, bahwa, tadi Jason membangunkan Tyler dengan cara berteriak, menggunakan pengeras suara milik pemandu sorak, hingga nyaris membuat gendang telinga Tyler pecah.
Apa? Kau pikir itu berlebihan dan tidak manusiawi?
Oh, c'mon! Kau harus percaya ini.
Jason tahu batasan dan ia tahu bahwa perlakuan tersebut memang cukup berlebihan, tetapi ini juga bukan pertama kali baginya. Terpaksa berteriak atau melakukan hal ekstrim, hanya demi membangunkan sang pangeran tidur yang sedang terlelap di deretan bangku penonton lapangan basket adalah hal biasa untuk Jason.
Well, pangeran tidur itu memang Tyler Kavinsky. Tentu saja. Dia bahkan bisa tidur di mana pun, termasuk di hadapan seseorang yang sedang mengajaknya bicara jika perbincangan terasa membosankan.
Itu yang sedang dialami Jason.
Dan, ya, sisi minusnya semua orang di Monarch University juga mengenalnya dengan sebutan pangeran tidur—melupakan reputasi Tyler sebagai trouble maker, serta penari handal di malam hari. Kuharap kau tahu maksudnya. (Aku tidak akan memberitahu karena akan lebih baik jika kau tahu dengan sendirinya.)
Tyler memaki pelan, sambil menyisir rambut ke belakang menggunakan jemari dan menatap tajam ke arah Jason. Lelaki itu hanya tersenyum lebar, seharusnya dialah yang memaki. Namun, beruntung sebab Jason cukup terbiasa dengan ketidaksopanan Tyler.
"Jadi kau harus ikut malam ini," kata Jason, setelah mengembuskan kepulan asap putih dari gulungan tembakau berukuran jari kelingking lalu membaginya kepada Tyler.
"Pesta milik Clay terlalu membosankan." Tyler bersandar pada bangku berwarna biru, menikmati rokok pemberian Jason sembari mengamati lapangan basket di malam hari.
Tidak ada siapa pun di sana, tidak ada gadis seksi atau pasangan yang sedang bercinta di sudut lapangan, tetapi Tyler terlihat begitu fokus.
Jason memutar mata. Mengajak Tyler untuk bersenang-senang bukanlah sesuatu yang sulit. Namun, jika hal itu berhubungan dengan Clay maka ia harus berpikir cerdas—tidak cukup hanya dengan memancingnya dengan para gadis—Tyler dan Clay selalu bersaing dalam bidang apa pun, meski tidak secara terang-terangan.
"Kalau begitu kau cukup menjadi driver-ku," tukas Jason. "Aku ingin teler, tetapi harus pulang dengan selamat karena Nancy akan mengadu jika tahu kakaknya berulah lagi."
"Dalam artian kau mengambinghitamkanku, agar tidak dipulangkan secara paksa." Nada meremehkan terdengar dari bibir Tyler. Ia tertawa mengejek, tahu jelas masalah apa yang sedang di hadapi Jason si anak nakal sekaligus si anak mami.
"Kau boleh berkencan dengan Nancy."
"How about fuck?"
"I'll kill you."
"Blow job?"
Jason menggeleng. "Absolutly no."
"Well, just french kiss and touch."
"Apa kau mengajakku untuk berkelahi, Tyler?!" tanya Jason, sambil memberikan tinjuan di bahu Tyler. Namun, Tyler menangkisnya dan membalas dengan mendaratkan tendangan di bokong Jason.
Harga diri lelaki. Itulah yang dipikirkan Jason dan ia sungguh tidak bisa menerima hal tersebut. Jadi tinjuan kedua kembali melayang ke wajah Tyler. Bahkan sebagai bonus Jason juga memberikan tendangan di bokong Tyler, hingga mereka berakhir dengan perkelahian.
Just kidding, LOL. Mereka tidak benar-benar berkelahi, hanya bermain adu kekuatan. Namun, terlihat seperti perkelahian sungguhan dan hal itu ternyata telah mengundang orang lain untuk hadir di antara dua lelaki sinting tersebut.
Petugas keamanan. Sial!
Suara peluit terdengar berulang kali, seolah memberi peringatan agar mereka segera berhenti. Namun, bukan Tyler dan Jason jika berhenti begitu saja sebelum petugas keamanan mengarahakan cahaya senternya hingga membuat mata siapa pun menjadi silau.
Alright, setidaknya sekarang cahaya senter itu belum terlihat dan mereka masih tertawa, mengumpat, dan terus bergulat.
Akan tetapi, beberapa detik kemudian langkah kaki serta cahaya senter itu akhirnya menghampiri Tyler dan Jason. Seorang pria bertubuh tinggi besar terlihat tidak jauh dari hadapan mereka—berlari tergopoh-gopoh—kelelahan akibat berat badan berlebih—membuat dua lelaki sinting itu mengacungkan jari tengah.
Tidak sopan. Ya, semua orang tahu itu. Namun, begitulah cara Tyler dan Jason menyapa jika seseorang mengganggu kesenangannya. Jadi sebelum mereka benar-benar tertangkap, Tyler segera membantu Jason untuk berdiri dan kabur begitu saja.
"Try again, Bro!" seru Tyler setelah memutar tubuh, berjalan mundur untuk beberapa langkah dan melompat pagar yang berhadapan dengan lapangan basket.
Satu informasi tidak penting, tapi harus kau ketahui. Dua lelaki sinting itu suka melompat dan mereka adalah atlit basket. Jadi dalam hitungan detik pun kau tahu siapa pemenang dalam aksi kejar-kejaran tersebut.
Yep, Tyler Kavinsky dan Jason Beukes. Semoga besok atau kapan pun itu mereka tidak berhadapan dengan masalah, meski kenyataannya masalah sudah terlalu bosan untuk menghadapi dua lelaki tersebut.
***
Hallo! Well like usual, I'll ask your opinion about this chapter.
So what do you think?
Which guy do u like? Tyler or Jason? Jason or Tyler?
Chapter selanjutnya, aku bakal buat Tyler dan Reliy bertemu.
Jadi apa kamu punya bayangan tentang gimana mereka berdua ketemu? Please bagi-bagi tebakan kalian di kolom komentar, ya ^^
See you later.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bad Boy & My Secret Job
Любовные романы[END] Reliy Dawson tahu, bahwa pekerjaan ini sama sekali tidak mencerminkan kepribadiannya. Namun, itu bukan masalah besar karena selama dua tahun, ia berhasil menjalankan pekerjaan rahasianya tanpa diketahui oleh siapa pun. Akan tetapi, Reliy tidak...