10. Gimme A Blow Job

2K 136 12
                                    

"Apa kau tetap mau di sini seperti orang bodoh, eh?" Tyler bersandar di bahu Reliy, saat gadis itu menikmati beer menonton aksi ciuman Bianca dan Jason. "Ayah dan Ibu sedang birahi, bagaimana pendapatmu?"

Reliy menggeser pantatnya, menolak jarak yang diberikan Tyler kemudian kembali meneguk beer-nya. "Hanya sebatas babu dan tuan, Kavinsky," kata Reliy dengan nada bergetar dan juga seluruh tubuhnya.

Bagaimana pun Reliy tidak bisa melupakan kejadian tadi pagi, yaitu ketika Tyler memanjat pintu balkon kamarnya lalu mengatakan hal itu.

Dan itu bukanlah omong kosong. Tyler baru saja melakukannya—bukan yang pertama, tetapi sudah yang kedua kali. Terakhir, lelaki itu memberikan ciuman panas di dalam lift, saat Reliy tidak sengaja menegur Clay dan Clay membalasnya dengan ciuman pipi. Hal wajar karena mereka bertetangga cukup lama, meski di kampus tidak pernah bertegur sapa.

Namun, hal itu ternyata sukses membuat Tyler terlihat ....

Err ... cemburu.

Well, Reliy pikir begitu. Pasalnya, ciuman panas di dalam lift terasa dipenuhi tuntutan amarah kemudian berakhir dengan satu tanda di leher.

Menyebalkan! Dan Reliy merutuki hal tersebut bisa terjadi padanya karena kecerdasan Tyler.

Yeah, Tyler adalah pencium handal sehingga mampu meluluhkan Reliy. Meski pada akhirnya, lelaki itu harus menerima tamparan.

"Pesta kalian tidak menarik," kata Tyler, bersikap tak acuh dengan masih menyandarkan kepalanya di pundak Reliy. "Pergi ke suatu tempat denganku sekarang."

Reliy menoleh, sedikit memundurkan wajahnya agar jarak mereka tidak terlalu dekat. "Aku menolak."

"Well, ini bukan ajakan, tapi perintah."

Menatap tajam, Reliy segera mengubah posisi duduknya—menghadap Tyler—membuat lelaki itu hampir mengumpat. "Tugasku hanya melayani semua keperluanmu, Kavinsky dan jika yang kau maksud tadi adalah kencan atau semacamnya ... I'll say no."

Tyler menaikkan sebelah alisnya, menatap Reliy dengan tatapan tajam kemudian teralihkan saat Bianca mengeluarkan desahan.

Oh, oke! Bianca sudah benar-benar siap untuk mendaki dan Jason ... wajah lelaki itu sudah berada di antara dua dada Bianca, dengan tangan yang .... kau pasti memahami itu karena Reliy seketika menarik tangan Tyler untuk segera meninggalkan ruang tamu.

Desahan Bianca terdengar lagi, membuat Reliy bergidik dan Tyler tertawa kecil.

"Tidak kusangka kau sepolos itu, padahal di depan kamera kau adalah ratunya," tukas Tyler yang berjalan mengikuti Reliy, ketika gadis itu memilih kabur dari aktivitas privacy sahabatnya.

"Jadi kau mau pergi ke mana?" tanya Reliy, mengabaikan komentar Tyler saat mereka berhenti di kamar Reliy.

"Ke suatu tempat?"

"Oke, tidak hotel, hostel atau pun motel."

"Apartemenku?"

Reliy menggeleng kuat. "Hanya ruang publik."

Tyler menaikkan kedua alisnya. Kedua sudut bibirnya bahkan tampak terangkat, hingga membuat Reliy harus mengernyit.

"Why?"

"Are you horny, Babe?"

Dan saat itu pula sebuah tamparan manis melayang di wajah Tyler, sedangkan Reliy melangkah begitu saja—ke mana pun—asalkan tidak berdekatan dengan Tyler.

Alright, Reliy mengakui bahwa dia sedang ... little horny but it doesn't mean horny. Itu yang bersemayam di pikiran Reliy jadi apa yang barusan ia berikan kepada Tyler bukanlah kesalahan.

Di lain sisi, Tyler yang mengamati sikap Reliy hanya bisa tersenyum penuh kemenangan. Pikirnya sangat menarik membuat gadis itu memerah, dan bisa jadi ini akan menjadi salah satu hobinya selain membuat Reliy kesal serta menikmati bibirnya.

Geez!! Tidak ada hal yang tidak menarik jika Tyler membicarakan Reliy.

"Alright, kita pergi sekarang atau aku akan melemparmu dari lantai empat," ucap Tyler sambil berdiri di sisi Reliy.

Reliy meneguk salivanya, menatap Tyler tajam dan berkata, "Tidak ada kontak fisik."

"I'm not sure." Tyler mengedikkan bahunya. "Kau seksi jadi ... c'mon! Jika aku sampai lebih dulu di lobi apartemenmu, maka kau harus bersiap," kata Tyler cepat kemudian melompat begitu saja, memanjat setiap pagar balkon apartemen kemudian melewati tangga darurat.

Reliy hanya bisa menganga lebar. Maksudnya, pemandangan apa ini?! Apa Tyler memiliki garis keturunan Spiderman? Dia tampak begitu mudah memanjat dan—

"Tidak. Tidak akan lagi," kata Reliy yang akhirnya tersadar dengan kalimat terakhir Tyler kemudian segera bergegas.

***

"Kupikir kau tidak akan menyusul, melainkan terpesona karena bisep yang indah." Tyler mengembuskan asap rokoknya, tanpa mengkhawatirkan Reliy mungkin akan sesak napas dan lebih sibuk membanggakan diri sendiri.

Sambil mengetuk-ngetukkan kaki Reliy duduk di sisi Tyler dengan perasaan gelisah. "Hanya tidak ingin memperbanyak masalah."

"Apa aku masalah?"

"Absolutly."

"Kalau begitu kau akan menyukainya." Mendengkus pelan, beberapa detik kemudian Tyler pun menambahkan kecepatan mobilnya.

Reliy histeris, sedangkan Tyler ....

... dia berteriak penuh suka cita hingga menarik perhatian para pengendara lain.

"Demi Tuhan! Aku belum mau mati, Kavinsky!" jerit Reliy, sambil memegangi sabuk pengaman dengan mata terbuka lebar.

Terlebih saat mobil Tyler berada di antara dua truck dan suara klakson membuat jantung Reliy terlepas dari rongganya.

Seketika Reliy lupa caranya bernapas. Namun, Tyler tidak menyadarinya dan malah bersenang-senang hingga mereka berakhir di jalanan sepi, dengan hutan di bagian kiri-kanan jalan. 

Reliy menyadarinya dan saat itu pula perasaan khawatir dan takut mulai menjalar. Terlebih ... ia lupa membawa semprotan merica—hadiah ulang tahun dari Bianca yang masih tersimpan rapi di dalam lemarinya.

"Kenapa tempatnya semakin sepi?" protes Reliy.

Tyler hanya diam, terus mengendarai mobilnya dengan mode pelan, melewati jembatan kayu hingga ....

... mereka berhenti di tengah-tengah.

Sialnya, itu jembatan putus—di tengah hutan—tanpa hunian penduduk.

Reliy meneguk salivanya lagi.

"Gimme a blow job," titah Tyler tiba-tiba dengan nada dingin.




****

Tolong beri komentar tentang chapter ini dong?

Makasih banyak dan semoga semua baik-baik saja 🙇🙇🙏🙏

The Bad Boy & My Secret JobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang