14. I Can See You

1.4K 127 15
                                    

Seharusnya Tyler punya alasan.

Dan alasan itu seharusnya masuk akal.

Akan tetapi, alasan itu justru terdengar seperti saat kau sedang melihat, sekaligus menyimpulkan lukisan abstrak.

Rumit.

Penuh misteri.

... dan membingungkan karena tidak bisa diterima oleh nalar dewa sekali pun.

Itu yang Tyler simpulkan, setelah ia sadar bahwa sepekan penuh tanpa seks, party atau sekadar balapan liar.

Bahkan Tyler tidak akan ingat jika Jason 'tak menyinggungnya, ketika lelaki itu mengajak Tyler untuk bersenang-senang di rumah perkumpulan.

Setelahnya, Jason juga kembali mengungkit bahwa pesta tanpa Tyler tidak akan terasa menyenangkan.

Tyler mencebik.

Jason hanya menggombal-Bianca tidak bisa bersamanya malam itu-mengunjungi keluarga di Mesquite katanya-dan Jason butuh kehangatan, jadi ia berusaha mengajak Tyler untuk mencari beberapa gadis, meski lelaki itu sudah menolaknya sejak awal.

"Jangan katakan kau mengubah cita-citamu menjadi seorang pastor," pinta Jason dalam sambungan telepon yang suaranya berbaur dengan musik remix ....

Tyler menaikkan sebelah alisnya, memalingkan wajah sejenak ke arah Reliy yang sedang bermain-main dengan vacum cleaner di apartemen Tyler.

"Aku bahkan tidak ingat kapan terakhir kali ke gereja," ujar Tyler santai.

"Kau ... impotent?"

"What?!" Tyler nyaris berseru, bahkan sampai bangkit dari sofa ruang tamunya. "No, J! You fucking insane!"

Jason tertawa di seberang sana, sedangkan Tyler tak berhenti mengucapkan sumpah serapah. "Then let's come and show us that you're the winner," kata Jason dengan nada menghasut. "Asal kau tahu, Clay sedang bermulut besar di sini, mengatakan bahwa dia mampu meniduri selusin gadis dalam tiga hari."

"Lalu?"

"Dia mengalahkan rekor-mu," ujar Jason setelah mengembuskan napas panjang.

Tersenyum asimetris, Tyler kembali melirik ke arah Reliy. Well, gadis itu terlalu sibuk dengan kegiatannya jadi ... dia tidak akan mendengar.

"Well, how about virginator?" tanya Tyler, sambil mengambil jaketnya di sandaran sofa kemudian bersiap untuk pergi. "I'll make it happen and if I get it ... dia akan menjadi yang kedua puluh," kata Tyler bernada dingin kemudian segera memutuskan panggilan.

Bukan hanya itu, Tyler juga segera menghampiri Reliy-mengejutkannya dengan tiupan kecil di bagian tengkuk, hingga membuat gadis itu berteriak kecil.

Tyler tertawa kecil, melihat reaksi Reliy yang menurutnya konyol.

Atau mungkin tidak. Tyler hanya memiliki selera humor yang rendah dan kebetulan dia menyukai Reliy.

Pasalnya di lain sisi, Reliy juga hampir memukul lelaki itu dengan vacum cleaner, saking terkejutnya.

"Apa kau ingin mati, eh?!" seru Reliy, sambil mengusap kening yang tampak sedikit berkeringat akibat tugasnya sebagai babu. "Kau mengejutkanku. Ya Tuhan, kau ini tidak bisa-"

"Ayo ke suatu tempat," ajak Tyler setelah memberikan ciuman singkat di bibir Reliy dan diam-diam, menimbulkan sengatan listrik selama tiga detik dalam diri Reliy.

Meneguk saliva, Reliy mengerjapkan matanya berulang kali. "Mimpi saja jika kau mengharapkan adegan erotis," cetus Reliy, sambil membalikkan tubuh, melanjutkan pekerjaannya. "Apa pun yang bersangkutan denganmu, pasti tidak pernah jauh dari hal mesum dan bodohnya aku masih mau menjadi babumu!"

"Mungkin kau tergila-gila padaku."

"No way! Lebih baik mati, daripada menghadapi peristiwa itu."

"Lalu aku akan mengikutimu."

"Apa kau menggombal?"

"Itu kenyataan." Tyler mengedikkan bahu. "Apa kau selalu memikirkan hal erotis jika bersamaku?"

Membalikkan tubuhnya agar berhadapan langsung dengan Tyler, Reliy melipat tangannya di bawah dada. Tatapan gadis itu menajam, seolah siap untuk menembus dada Tyler kemudian membunuhnya. "Kau bertanya padaku?" tanya Reliy penuh tekanan, "seharusnya kau tanya pada dirimu sendiri, Kavinsky."

"Well, yeah ... I do because you are the sexiest Jennie." Seringaian tipis tergambar di wajah Tyler. "Anyway, jangan bermain-main di situs itu lagi dan sebagai gantinya kau ikut saja denganku."

"Aku tidak punya alasan untuk menurutimu, Tuan Kavinsky," ujar Reliy kemudian segera meninggalkan Tyler, menuju dapur dan bersiap pergi.

Namun, Tyler tidak ingin Reliy pergi secepat itu sehingga dengan langkah lebarnya, Tyler menyusul Reliy-meletakkan gadis itu di bahu-membawanya pergi-tanpa memedulikan makian serta pukulan yang jelas-jelas tidak akan mematahkan tulang Tyler.

"Setelah malam itu kau punya alasan untuk menurutiku," bisik Tyler, saat pintu lift tertutup dan setelah ia menurunkan Reliy dari bahunya.

Gadis itu cemberut, memukuli Tyler berulang kali, dan berusaha menekan tombol-tombol di dalam lift. Sayangnya, tindakan tersebut selalu sukses digagalkan oleh kelincahan Tyler.

Well, Reliy kalah telak dan dia memang harus memikirkan cara kabur setelah ini.

Di sisi lain, saat Reliy memikirkan misi melarikan dirinya, Tyler justru menyelamati pikirannya sendiri; tentang perasaannya, tentang alasannya meninggalkan semua kesenangan dan lebih memerhatikan Reliy, serta tentang ....

... siapa sosok pengacau malam itu.

Pengacau yang akhir-akhir ini menunggu, mengikuti, dan merekam Reliy di mana pun sampai kemarin malam, Tyler memergokinya sedang melakukan sesuatu.

Dan itu membuat Reliy menjadi setengah sadar, hingga harus menelepon Tyler kemudian berakhir tidur di ranjang serupa.

Sayangnya tanpa seks.

Jadi kesimpulan akhirnya, Tyler menganggap bahwa Reliy spesial-tanpa alasan-seperti heroin.

"Kau tidak akan bisa kabur, Reliy," kata Tyler saat pintu lift terbuka dan di waktu bersamaan tangan lelaki itu sudah menggenggam Reliy. "Because I can see you."

The Bad Boy & My Secret JobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang