Pertama Kalinya Pacaran

1.4K 46 9
                                    

Author POV
Kini Aisyah dan Egi sudah seminggu lebih menjalani hubungan mereka. Aisyah masih sedikit ragu dengan Egi. Pasalnya mereka baru saling mengenal. Namun, hati kecil Aisyah berkata ia nyaman dengan sikap Egi yang mau mengalah dan selalu menasehati nya, tak pernah lupa mengingatkan untuk shalat tepat waktu. Aisyah membuang pikiran-pikiran buruk yang mungkin membuatnya ragu. Besok Egi akan ke Palembang mengantarkan Riski untuk masuk asrama dan penempatan kamar santri. Egi sempat mengajak Aisyah untuk menemaninya belanja keperluan Riski. Tapi tidak jadi karena Ibu Egi ternyata ikut mengantarkan Riski.

***
Egi sudah memberi kabar pada Aisyah bahwa ia sedang dalam perjalanan ke Palembang dan langsung mampir ke pasar untuk belanja keperluan Riski. Egi sempat memaksa Aisyah agar ikut menemani, karna mungkin Aisyah lebih paham daerah Palembang. Sayang ajakan Egi ditolak mentah-mentah oleh Aisyah. Ia merasa malu untuk bertemu Egi, Riski, dan ibunya. Jam 2siang Egi kembali mengabari Aisyah bahwa ia sedang di pasar dan berbelanja seragam juga lemari pakaian Riski. Aisyah memberi saran agar tidak tertipu harga dan harus pandai menawar. Egi tertawa membaca saran Aisyah. "Ternyata calon Umi yang perhitungan. Hhahha" benak Egi berkata saat membaca balasan Aisyah. Ketika sedang mencari keperluan yang lain, Hp Egi bergetar. Ia segera merogoh sakunya untuk mengambil Hp.

*Aisyahku
"Assalamu'alaikum bang, masih di pasar? Aku mau nemenin santri ke pasar situ juga. Mau nyari gamis hitam dan jilbab maroon."

*Egi
"Abang udah di simpang masuk gang ke pondok dek. Kok gak ngomong dari tadi? Sekarang dimana?"

*Aisyahku
"Baru keluar pondok bang. Nggak bisa ketemu deh. Maaf yah bang." Egi sedikit kecewa, ia berharap sekali bisa bertemu gadis mungil berpipi tebal itu. Ia ingin sekali melihat ekspresi wajah Aisyah kalau dia menggoda Aisyah secara langsung.

*Egi
"Abang pulangnya soreh kok dek. Atau mungkin nginep disini. Buat nemenin Riski dulu. Kasian baru ini dia jauh dari Abang sama Ibuk. Kamu hati-hati di pasar. Jangan lama-lama."

*Aisyahku
"Iya bang ini sudah sampai pasar. Mau nyari gamis dulu yah bang."

*Egi
"Iya calon Istriku. 😘" Egi memulai aksinya ingin menjahili Aisyah. Tapi sudah 30menit pesan terkirim Aisyah belum juga membaca pesan WA yang ia kirimkan. Ia mencoba mengirimkannya lagi. Memastikan wanitanya itu baik-baik saja.

*Egi
"Sayang udah dimana? Udah dapet belum gamisnya?"

*Asiyahku
"Maaf bang, tadi Hp didalam saku. Sekarang udah di dalam angkot mau pulang. Abang masih di pondok? Atau mau pulang?"

*Egi
"Abang di pondok dek. Diasrama putri lagi istirahat di mushollanya."

*Aisyahku
"Abang jadi pulangnya hari ini atau besok?" Egi kembali tersenyum, tumben wanita cuek ini menanyakan hal itu seolah ia ingin sekali bertemu dengan dirinya.

*Egi
"Belum tau sayang. Kenapa kangen yah? Gak mau Abang tinggal pulang yah?😁"

*Aisyahku
"Bukan itu bang. Geer Abang nih. Kalau mau pulang tanggung sebentar lagi ashar. Shalat ashar aja dlu di asrama. Biar tenang di jalan bang."

*Egi
" Iya sayang. Kamu masih lama?"
Aisyah hanya membaca pesan terakhir Egi, karna ia sudah berada di gerbang asrama putri. Ragu Aisyah memasuki musholla. Karna akses masuk ke dalam gedung asrama putri harus melewati musholla. Aisyah berjalan cepat ketika melihat sosok Egi sedang berbaring di tengah musholla, tanpa Aisyah sadari bahwa Egi melihat gerak geriknya.

Sreeeekkk
Kantong plastik berisikan buah salak milik Aisyah sobek dan otomatis menghamburkan buah salak menggelinding. Egi melihat itu tersenyum penuh arti.

Aisyah POV
"Bodoh bodoh bodoh. Kenapa bisa sobek sih. Keluar semua deh salaknya. Malah Egi ada di situ. Gimana ini." Aku menggerutu dalam hati, merutuki kebodohanku. Aku segera berjongkok dan mengumpulkan buah salak yang sudah berhamburan. Sebentar lagi adzan ashar berkumandang. Ketika aku mengumpulkan ada Pak De yang biasa membersihkan asrama berceloteh menambah kejengkelanku.

"Deh, ngapo ini di buang salaknyo? Sini Tah buat Pak De Bae Syah." Ucap Pak De dengan khas bahasa Palembang.

" Pak De, Aisyah nih bukan banyak duit salak di buang-buang. Plastiknya sobek, jadi salaknyo nyampak Galo. Bantuin pak De, jangan jingoke Bae." Aku mulai kesal karena Pak De memungut salak yang jatuh dan meninggalkanku. Ketika aku berdiri aku melihat wajahnya yang tersenyum padaku, aku segera menunduk dan berlari masuk ke pintu yang menuju asrama. Aku benar-benar malu. Adzan ashar berkumandang, aku bersiap untuk shalat. Sudah banyak santri yang kembali ke asrama baik santri baru ataupun santri lama.

Aku mendapat barisan Shaft paling depan, dan dia tepat di depanku. Ya Allah ampuni hamba jika sudah berdosa. Batinku. Abah mulai membaca surah Al-fatihah dan aku segera membaca niat. Aku shalat dengan khusyuk, dan setelah selesai shalat kami berdzikir. Sudah rutinitas pondok setiap setelah shalat berdzikir. Ketika dzikir selesai aku melihat dia sudah tak ada. Mataku mencoba mencari keberadaannya tak ada. Kemana dia? Apa kembali ke asrama putra? Aku segera naik ke kamarku dan bersiap mandi. Setelah mandi aku membuka Hp ku yang sudah ada 3pesan darinya.

(1) "dek Abang balik ke asrama putra. Riski belum dapet kamar. Kamu kesini nggak?"

(2) "dek? Masih di bawah yah? Mau ketemu Abang nggak? Abang nungguin di asrama . "

(3) "adek gak mau nemuin Abang yah?"

Aku segera membalasnya, jangan sampai dia merasa kecewa sudah jauh dari dusun dan disini aku tak punya waktu untuknya.
"Adek baru selesai mandi bang. Sebentar lagi adek kesana sama santri putri. Abang nunggu dimana?" Tak lama ia langsung membaca pesanku dan mengetikkan balasannya.

"Abang di kantor SMP, tempat pas daftar Riski kemarin dek." Tak lama aku dan salah seorang santri menuju asrama putra. Ketika sudah sampai di depan aku melihat dia berdiri di depan pintu, sambil tersenyum. Aku merasa malu, jantungku berdegup kencang. Apa yang akan aku katakan nanti. Bagaimana aku harus bersikap dengan Ibunya.

"Cantik nian neng. Mau kemana?" Godanya membuat aku semakin menunduk. Dia duduk di sofa yang ada di dalam kantor, dan aku masih setia berdiri di depan pintu. Dia melihatku aneh.

"Nak bediri disitu terus? Dak nak nemeni Abang becerito apo?" Tanyanya lagi, dan dengan ragu aku masuk dan duduk di kursi yang sedikit jauh dari dia. Dia menatap wajahku lekat membuat aku semakin tak karuan. Tanganku terasa dingin, aku tak berani menatapnya.

"Lah sudah dapat gamisnya?"

"Sudah."

"Gamis apo emang? "

"Gamis hitam. Seragam santri putri untuk kegiatan."

"Jangan cuek nian Samo Abang. Gek Abang cium pipi tuh. Tembem nian, boleh dak?" Aku terkejut mendengar perkataannya dan langsung membuang wajahku ketika aku lihat dia tersenyum jahil padaku. Aku ingin segera pulang ke asrama putri.

"Pipinya merah, makin bikin Abang pengen cium. Mmmuuaaacchh " dan itu berhasil membuatku memukul pundak nya yang membuat dia meringis dan tertawa. Otakku tak bisa mencerna dengan baik perkataannya barusan, entah senang atau takut. Sampai suara ibunya memanggilku dan aku segera menyusul ibunya. Kami berbicara ringan, sebuah suara telpon berbunyi di Hp Ibunya. Ibunya berpamitan menjawab telpon dan aku hanya mengangguk. Ketika itu, Egi duduk di sampingku, dia memulai aksinya menjahiliku. Aku berusaha menahan apa yang aku rasakan. Aku memilih menonton tv, daripada melihat wajahnya yang tersenyum puas menjahili aku. Sampai aku tak sadar perlahan tubuhnya mendekatiku. Yang aku pikir dia akan melihat foto di dinding tak jauh aku duduk. Hingga

Ccuupp
Ia berhasil mendaratkan satu kecupan di keningku yang disusul senyuman kemanangan. Aku menundukkan kepalaku dalam, malu karna ternyata santri yang aku ajak melihat kejadian itu. Aku merutuki diriku sendiri sampai bisa kecolongan seperti itu.

Cerita Kelam AisyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang