Istri Tak Dianggap

1.2K 41 0
                                    

Author POV
Setengah jam menemani Aisyah dan memastikan Aisyah sudah terlelap Rahmi keluar dan menutup pintu kamar Aisyah. Ia pusing dengan masalah yang diakibatkan oleh anaknya sendiri. Rahmi, menaiki tangga dan berniat untuk menonton TV sebentar karna ia belum merasa mengantuk. Saat tiba diruang TV, Rahmi melihat masih ada sosok Egi duduk di depan TV. Kenapa anaknya itu masih disini? Apa dia belum puas menyakiti wanita yang sudah sangat rapuh itu?

"Kenapa kamu masih disini? Kamu udah Mamak usir tadi." Tanya Rahmi pada sosok yang masih setia menatap TV.

" Apa aku udah gak boleh menginap disini Mak? Aku tau Mamak marah atas ucapanku pada Aisyah. Tapi, aku cuma gak terima cara Aisyah. Aku gak pulang bukan berarti dia bebas dekat dengan laki-laki lain apa dia lupa status dia itu masih istri aku." Jawab Egi yang di balas kekehan Rahmi.

"Heh istri kamu bilang? Kalau kamu nganggep dia sebagai istri, kamu gak mungkin lupa keadaan dia sedang hamil. Waktu usia kandungan Aisyah 4 bulan Mamak nelpon kamu untuk mintak kamu datang ke acara 4bulan kandungan Aisyah, tapi apa? Istri tercinta yang kamu banggakan jawab telpon Mamak dan bilang kalau kamu gak akan pernah datang dan minta supaya Mamak gak ngehubungi kamu apalagi mintak duit untuk biayai hidup Aisyah. Aisyah bukan menantu manja yang mau berpangku tangan Gi, dia bekerja buat biaya persalinannya dan merenovasi rumah. Bukan kayak kamu lupa diri." Usai melontarkan kata-kata itu Rahmi memilih masuk ke kamarnya. Ia benar-benar malas berhadapan dengan anaknya yang satu itu. Dini mendengar perkataan antara ibu dan kakaknya itu, karna Dini sedang berada di kamar Nenek untuk bercerita dengan foto neneknya. Kebiasaan Dini ketika ia sedang bersedih. Mendengar langkah sang ibu mulai menjauh, Dini membuka pintu mendekati kakak laki-laki yang dulu sangat ia sayangi.

"Jujur kak. Aku kecewa sama kakak." Egi menoleh mendengar suara adik yang sangat ia sayangi itu. Saat Egi ingin memeluknya Dini menolak, dan membuat Egi terdiam.

"Aku yang ngajak yuk Aisyah kerja di tempatku. Yuk Aisyah kerja paruh waktu dari pagi sampai jam 3soreh, dan setelah itu aku yang menggantikan. Dan siang tadi, aku gak masuk kerja karna kuliah tambahan. Jadi yuk Aisyah lembur sampai magrib. Itupun karna Pak Abdian yang nyuruh yuk Aisyah tutup cepet mengingat yuk Aisyah hamil. Tapi, karna aku ada urusan ke kampus dan ketemu Pak Abdian pas nunggu angkutan Pak Abdian ngajak aku pulang bareng sekalian jemput yuk Aisyah. Itulah awalnya kak. Tapi kakak nuduh yang nggak-nggak tentang yuk Aisyah. Memang aku juga tau Pak Abdian itu mantannya yuk Aisyah. Tapi mereka gak pernah pacaran dan bukan mantan. Pak Abdian memendam perasaannya sampai dia nggak tau kalau sekarang yuk Aisyah sudah nikah. Pak Abdian, gak berani mengungkap perasaannya karna dia tau yuk Aisyah gak pernah mau pacaran dan cuek terhadap laki-laki. Sampai akhirnya dia merasa dikhianati sama yuk Aisyah karna ngelihat yuk Aisyah posting foto kalian berdua di Ig dan FB. Yuk Aisyah menghindar dan menjauh dari Pak Abdian setelah dia tau perasaan Pak Abdian dari teman dekat Pak Abdian. Yuk Aisyah nggak mau bikin Pak Abdian kecewa lagi, karna dulu waktu yuk Aisyah belum masuk Islam mereka pernah Deket dan yuk Aisyah menghilang." Cerita Dini panjang lebar dan membuat Egi terdiam menatap kosong tv di depannya.

"Aku mau tidur dulu kak. Kalau kakak mau istirahat kamar yuk Aisyah ada di bawah. Pintu warna coklat. Satu lagi, yuk Aisyah gak pernah berubah. Dia masih setia nunggu kakak. Assalamu'alaikum" Egi masih tak bergeming, Dini sudah meninggalkan Egi dan memasuki kamarnya.

***
Jam sudah menunjukkan pukul 01.00 tengah malam. Egi mendengar suara gemericik air dari kamar mandi. Ia berjalan perlahan, menuruni anak tangga dan melihat sosok mungil sedang berwudhu. Ia merindukan wanita mungilnya itu, tapi ia masih belum memiliki keberanian. Aisyah memasuki kamar, dan menunaikan shalat tahajud. Aisyah masih merasakan panas dipipinya. Di sela doa, Aisyah menangis terisak. Tanpa Aisyah ketahui ada sepasang mata menatapnya. Egi menatap sendu Aisyah, ia mendengar Aisyah membaca surah Ar-Rahman. Bagai disambar petir, Egi mengingat kembali surah kesukaan Aisyah. Surah yang sangat diharapkan Aisyah menjadi maharnya ketika ia menikah nanti. Tapi semua hanya mimpi bagi Aisyah. Karna ketika akad, Egi tak sedikitpun mengingat itu. Jangankan membacakan surah Ar-Rahman, memberi Tangannya untuk di cium oleh Aisyah dan mencium kening Aisyah pun ia tak melakukannya. Egi menangis. Perlahan Egi mendengar isakan tangis Aisyah. Aisyah menutup Qur'an nya, Egi melihat bahu Aisyah bergetar. Tak lama, tubuh Aisyah terkulai di atas sajadah yang ia bentang. Egi tersentak, ia segera berlari menghampiri tubuh Aisyah. Ia berusaha membangunkan Aisyah, tapi Aisyah masih setia mentutup matanya rapat-rapat. Egi mengangkat tubuh mungil itu ke atas ranjang. Perlahan ia membuka mukena yang masih membungkus tubuh Aisyah. Egi mengelus tangan Aisyah, bekas sayatan itu masih ada. Dan entah kenapa Egi merasakan pergelangan tangan Aisyah semakin mengecil. Sesakit itukah luka yang ia tinggalkan sehingga wanita di hadapannya ini menjadi kurus seperti ini? Kenapa ia tak bisa melihat kesedihan di mata Aisyah? Egi mengecup kening Aisyah lama, kedua pipinya, dan terakhir mengecup lama bibir Aisyah. Ada sedikit getaran yang ia rasakan ketika mengecup bibir mungil ranum itu. Egi, memilih berbaring di sisi Aisyah. Ia menarik selimut, membungkus tubuhnya dan tubuh Aisyah. Setelah 3bulan menikah, baru ini Egi tidur seranjang dengan Aisyah. Ia memeluk tubuh Aisyah dan mengelus perut Aisyah yang sudah membuncit. Egi menahan tangis dalam diam, ia tak mau menangis dan membuat Aisyah terbangun. Nyaman. Itulah yang dirasakan Egi, ia kembali mengeratkan pelukannya pada Aisyah. Sampai ia ikut terbawa ke alam mimpi.

Cerita Kelam AisyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang