Berita Duka

1K 43 0
                                    

Author POV
Hampir dua bulan Aisyah masih setia menutup matanya rapat. Egi sedang melihat Aisyah yang di temani oleh Umi Sanima dan Abah yang datang dari pondok tempat Aisyah menggali ilmu tentang Islam. Yah, seminggu lalu Egi mengabarkan dan meminta Abah dan Umi untuk datang menjenguk dan mendoakan Aisyah agar cepat sembuh. Dan keduanya baru sempat hadir hari ini. Karna setelah mendapat kabar Aisyah dalam keadaan koma, pihak pondok di datangi beberapa orang bertubuh tegap yang tak lain orang kepercayaan orangtua Aisyah. Mencari keberadaan Aisyah dan membawa berita bahwa kedua orangtua Aisyah meninggal dalam kecelakaan pesawat saat akan terbang ke Singapura. Dan Aisyah adalah satu-satunya pewaris tunggal, dan sebelum meninggal Ayah kandung Aisyah memesankan pada anak buahnya untuk terlebih dahulu memakamkan jasadnya dan istrinya barulah mereka mencari keberadaan Aisyah untuk menjalankan perusahaan yang di miliki keluarga itu. Dan jangan sampai keluarga besar Aisyah tau keberadaan Aisyah. Bahkan sebelum meninggal ayah dan ibu Aisyah sempat mengucapkan kalimat syahadat.  Mendengar berita itu Umi Sanima tak bisa menahan haru antara bahagia karna keluarga Aisyah telah masuk Islam seutuhnya namun sedih melihat nasib Aisyah. Bagaimana kalau ketika sadar dari komanya Aisyah mendengar kabar kedua orangtuanya telah meninggal dan Aisyah tak sempat melihat jasad keduanya? Apalagi Aisyah sangat bercita-cita ingin melihat kedua orangtuanya memeluk Islam.

Umi Sanima menangis saat sedang memanjatkan doa untuk Aisyah. Umi Sanima mengelus lembut punggung tangan Aisyah. Egi yang mendengar berita itu pun tak tau harus bagaimana menyampaikan pada Aisyah ketika Aisyah sadar dari komanya, ia tak mau Aisyah kembali terpuruk mendengar berita kedua orangtuanya meninggal.

"Assalamu'alaikum. Aceell datang."  Ucap sebuah suara anak kecil yang sangat di kenal oleh Egi.
Egi dan Umi Sanima menjawab salam bersamaan, sedangkan Abah masih khusuk dengan dzikirnya mendoakan Aisyah agar segera sadar. Melihat ada neneknya dari pesantren Arsell berlari kepangkuan umi Sanima. Umi Sanima menyambut Arsell dan mencium Arsell lembut.

"Masya Allah cucu Nenek udah besar. Lama gak main ke pondok udah besar yah cucu nenek. Nenek kangen."

"Acel juga kangen nenek. Nenek apa kabal? Cuma beldua sama kakek?"

"Iya sayang. Soalnya oom kamu lagi jaga istrinya. Sebentar lagi acel punya adek. "

"Beneran nek? Asyyiikk. Tapi acel gak bisa liat adeknya. Kan Umi lagi sakit, belum bangun-bangun. Kenapa sih nek Umi hiks... Nggak mau bangun? Hikss.. hikkss. Acel nakal yah makanya umi gak bangun bangun.. hiks hiks"  Egi menahan airmatanya mendengar ucapan Arsell yang begitu polos.  Umi Sanima yang melihat Egi mengusap ujung matanya mencoba memberi nasihat pada Arsell.

"Arsell sayang. Kamu tau nggak kenapa Umi kamu kasih nama kamu Arsellia Azahra?" Arsell menggeleng mendengar pertanyaan umi Sanima.  Dan umi Sanima melanjutkan perkataannya.

"Karna umi pengen kamu seperti bunga Arsellia cantik, indah, dan suci seperti sayidatina Azahra. Umi pengen Arsell tumbuh jadi wanita yang kuat, yang selalu menjaga kesucian seorang perempuan. Perempuan itu mahkluk paling kuat nak, ia adalah permata di mata Allah. Yg harus dijaga dan jangan disakitin. Nah, Arsell harus bisa jadi wanita yang kuat. Umimu adalah wanita yang kuat dan tegar. Kamu harus bisa seperti umi nak. Kalo Arsell mau umi cepet bangun, Arsell jangan sedih. Tunjuki sama umi Arsell adalah gadis kecil yang kuat dan tegar."  Mendengar nasihat Umi Sanima, Arsell mengangguk mantap. Dan berlari ke arah Egi dan memeluk Egi erat. Egi membalas pelukan putrinya itu dan mengelus kepala Arsell lembut. Umi Sanima mengambil sebuah mushaf Qur'an dan membaca surah Ar-Rahman. Suara merdu umi Sanima terdengar di seluruh sudut ruang rawat Aisyah. Setelah umi Sanima selesai membaca surah itu, umi Sanima kembali mengelus punggung tangan Aisyah.

"Cepat bangun Syah, Arsell merindukan kamu. Dia butuh kamu ibunya. Umi yakin kamu bisa melawan semua cobaan dan ujian ini. Jangan kecewakan kedua orangtuamu yang sudah tenang nak. Mereka mengharapkan kamu di sini. Perjuanganmu belum selesai. Kamu masih ada tugas untuk menebus dosa dosa orangtuamu nak."  Setelah mengucapkan kata-kata itu umi Sanima melihat airmata menetes diujung mata Aisyah.  Tapi tak ada tanda-tanda Aisyah akan sadar, bahkan menitor detak jantung Aisyah berjalan sangat lambat.

Egi POV
Umi dan Abah baru saja pulang. Kini di ruang inap Aisyah tinggal aku, Aisyah dan Arsell. Arsell tertidur sambil memeluk tubuh lemah Aisyah. Egi mengelus kepala Arsell yang tertutup jilbab. Ia tak tega Arsell harus lelah ikut menunggu Aisyah sadar. Tapi Arsell bersikukuh tak mau pulang, ia ingin menemani Aisyah dan menunggu Aisyah sadar. Sifat Arsell sangat mewarisi sifat Aisyah keras kepala dan tidak bisa dibantah.
Aisyah hanya mengalah, tak mau putri kecilnya ini marah padanya. Cukup Aisyah yang menghukumnya seperti ini. Egi mengambil ponselnya yang ia letakkan di balas dekat brankar Aisyah. Ia mengetikkan pesan untuk adiknya dini.

Sent dini
"Assalamu'alaikum dek dimana? Ke rumah sakit yah. Sekalian beliin makanan buat kakak,Arsell sama kamu sekalian. Di rumah sakit kakak ganti duitnya."

From dini
"Ia kak. Ini dini lagi dijalan ke rumah sakit."

Sent dini
"Makasih dek"

Dini hanya membaca pesan terakhir dari Egi. Egi mengalikan ponselnya keatas nakas. Egi kembali membaca Alquran, mencari kesibukan skenario menunggu Aisyah dan Arsell yang masih tertidur. Kantuk pun menghampirinya, Egi memilih tidur sambil duduk di samping brankar Aisyah. Ia terus menggenggam tangan Aisyah yang lemah. Semakin kurus dan semakin kurus.

Cerita Kelam AisyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang