Sesal

1.1K 34 0
                                    

Egi POV
Aku berlari menuju parkiran motor mencari keberadaan motorku. Saat ini yang ada didalam pikiranku adalah Aisyah. Sepanjang perjalanan aku masih terbayang akan perkataan Abdian yang tak lain atasanku. Dan aku baru menyadari,bahwa Abdian adalah laki-laki dari masalalu Aisyah. Laki-laki itu begitu mencintai Aisyah. Tapi aku telah merusak wanita itu, aku bisa melihat Abdian tulus mencintai Aisyah dari cara ia memukulku dan marah padaku tadi. 

Aku berlari di lorong rumah sakit mencari meja informasi untuk menanyakan ruang rawat Aisyah dan bayiku dimana. "Bayiku"?? Aku sedikit mendecih menertawakan diriku sendiri. Selama ini aku tak mengakui bayi di dalam kandungan Aisyah adalah anakku, dan kini aku mengakui itu bayiku? Lucu bukan.

"Permisi sus. Saya mau tanya kamar rawat atas nama Aisyah." Tanyaku saat sampai di meja resepsionis.

"Nyonya Aisyah dan baby Arsel sudah pulang Mas." Aku mengusap wajahku kasar mendengar ucapan suster itu. Tanpa pikir panjang aku kembali berlari mengambil motor dan segera pulang ke rumah mancari Aisyah dan bayi yang ia lahirkan. Aku mengendarai motorku dengan kecepatan tinggi,tak peduli itu akan membahayakan ku.

Sesampainya di rumah, aku memasuki rumah dan berlari ke arah kamar Aisyah, aku membuka kasar pintu kamar itu tapi kosong tak ada Aisyah ataupun bayiku. Aku melihat ke arah Ibuku dan Dini menuntut penjelasan dari mereka.

"Aisyah sudah Mamak suruh pergi dari rumah ini . Dan Mamak mau kamu ceraikan dia."  Aku tak mengerti maksud pembicaraan Ibuku.

"Maksud Mamak apa? Aisyah istri aku dan aku mau lihat bayiku. Kenapa Mamak suruh dia pergi? Mamak nggak berhak ngelakuin itu. Dan apa maksud Mamak nyuruh aku menceraikan Aisyah?"  Jawabku sedikit membentak Ibuku.

"Cukup Gi, cukup Aisyah tersiksa akan keadaan dan situasi ini. Biar dia cari kebahagiaan dia. Kenapa baru sekarang kamu cari dia? Dulu kamu kemana? Bahkan kamu nggak pernah mengakui bayi yang Aisyah kandung adalah anakmu. Mama mohon tinggalkan Aisyah."  Aku berteriak frustasi. Apa aku sudah terlambat menyesali kesalahanku? Aku tak tau harus mengejar Aisyah kemana. Apa aku harus mencari Aisyah ke pesantren tempat ia tinggal dulu? Tapi apa yang harus aku katakan pada Mia untuk alasan pergi ke Palembang? Aku menarik selimut diatas ranjang dan melempar semua barang yang ada di kamar ini. Aku melihat foto pernikahanku dengan Aisyah yang belum genap setahun. Aku merasakan sakit di hatiku saat tak melihat sosok Aisyah di sini. Tanpa berkata-kata aku kembali mengendarai motorku. Bukan kembali ke rumahku bersama Mia. Melainkan aku segera menuju kota Palembang,aku harus segera mencari Aisyah. Menjemputnya pulang, dan meminta maaf padanya.

Author POV
Egi mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Ia harus segera sampai secepatnya di kota Palembang sebelum malam tiba. Beruntung Aisyah masih menyimpan pakaian Egi yang tertinggal dirumahnya, Egi bisa membawa beberapa pakaian. Sejak tadi ponselnya berbunyi tapi ia abaikan. Ia tak peduli meskipun Mia akan sangat marah atas sikapnya ini. Kali ini yang ia pikirkan adalah Aisyah dan putri kecilnya. Yah, Egi sudah tau bahwa bayi yang dilahirkan Aisyah adalah bayi perempuan dan diberi nama Arsellia Azzahra. Nama yang cantik batin Egi saat mendengar penuturan ibunya itu.

Menempuh perjalanan 4 jam dengan motor akhirnya Egi sampai di asrama putri tempat Aisyah dulu tinggal. Tapi ia harus kembali menelan ludah dengan susah payah saat mendapat jawaban bahwa sejak mereka menikah Aisyah tak pernah datang ke pesantren. Aisyah hanya beberapa kali menelpon Umi dan Abah pemilik pondok dan mengirim duit santunan.  Bahkan Umi Sanima menangis saat mengetahui Aisyah tak ada di rumah Egi, Umi Sanima takut jika Aisyah ditemukan keluarga kandungnya dan di paksa kembali ke agamanya yang lama. Egi meminta pada Umi Sanima untuk segera memberi kabar jika Aisyah menghubungi dirinya. Dengan langkah gontai Egi kembali ke rumah masa kecil neneknya. Saat memasuki rumah itu. Egi seolah mendengar rintihan dari Aisyah, suara tangisan kecil Aisyah, dan desahan Aisyah. Bayangan saat ia melakukan itu pada Aisyah terlintas jelas di depan matanya. Egi tersungkur menangis sambil meraba kasur lantai yang menjadi saksi bisu yang ia lakukan pada Aisyah sebulan lamanya. Egi merasa bodoh, sejak dulu ia tak pernah berniat meminta Aisyah untuk membawanya ke tempat tinggal orang tua angkatnya. Mungkin saja saat ini Aisyah berada disana.  Egi tersadar dari pikiran-pikirannya saat mendengar dering Hpnya berbunyi. Dan menampilkan nama Mia di layar depan.

"Hallo"

"......"

"Aku di palembang. Ada urusan, mungkin seminggu."

"......"

"Mia maaf aku nggak sempet ngabarin. Tapi aku mohon sama kamu kasih aku waktu. Aku mau cari Aisyah sama anak aku. Aku sedang nggak mau berdebat sama kamu."

"......"

"Terserahlah Mi kamu mau bilang aku disini ketemuan sama perempuan dan mau ngelakuin hal itu lagi. Jangan sampai aku benar-benar ninggalin kamu dan nyari perempuan lain." Egi memutuskan telpon sebelum mendengar ocehan hebat dari Mia. Ia menonaktifkan Hpnya dan memilih untuk mandi dan segera shalat. Setelah shalat, Egi berbaring di atas kasur lantai yang ada. Egi meneteskan air mata tak tau harus mencari Aisyah kemana lagi. Ia menelpon ibunya dan ibunya tak tau Aisyah dimana.

***
Egi terbangun saat mendengar adzan subuh, Egi segera mandi dan menunaikan shalat subuh. Egi memanjatkan doa sambil menangis, ia menyesali semua kesalahannya. Kali ini Aisyah wanita yang telah ia lukai pergi, tak ada lagi di depan pandangannya. Saat Aisyah masih bertahan untuk mempertahankan rumah tangga mereka ia terlalu sibuk bersama Mia. Dan sekarang ia tau Mia bukanlah wanita baik, Mia sering membuka dan melepas hijabnya, berdandan berlebihan saat pergi keluar rumah, boros, dan jarang memasak. Berbanding terbalik dengan Aisyah yang begitu menjaga auratnya, santun tutur katanya, dewasa, dan tidak terlalu suka berdandan.  Egi mengambil ponselnya, mencoba menghubungi nomor Aisyah tapi sayang nomor itu lagi lagi tak aktif. Ia menghempaskan Hpnya, tak lama suara Hp nya berbunyi. Dan ia segera menyambar benda itu dan menjawab panggilan dari Mia.

"Ada apa?"

"......"

"Mia!!! Bagaimanapun Aisyah tetap istriku dan bayi itu anakku. Aku bertanggung jawab mencari mereka."

"......."

"Terserah kamu mau berbuat apa. Aku capek ngikutin kamauan kamu. Kamu nggak pernah tau apa kewajibanmu sebagai seorang istri itu apa."  Egi mematikan telpon sepihak, ia pusing mendengar segala ocehan Mia. Tak lama Hp nya kembali berbunyi tanpa melihat siapa yang menelpon Egi menjawab telpon itu.

"Ada apa lagi Mia? Kalau mau berdebat tunggu aku pulang."

"......"

"Maaf pak Abdian. Saya pikir bapak Mia istri saya. Mohon maaf saya tidak bisa ke kantor hari ini dan beberapa hari kedepannya pak. Saya masih mencari Aisyah dan anak saya."

"......."

"Saat saya ingin menjemput Aisyah dan bayi saya ke rumah sakit mereka tidak ada, dan di rumah juga tidak ada. Saya juga sudah cari di pesantren tapi tetap tak ada pak. "

"......"

"Saya belum mencari ke rumah orang tua angkat Aisyah. Dan lagi saya tidak tau alamatnya pak."

"....."

"Terimakasih pak atas bantuannya."  Setelah mematikan telpon, Egi bergegas dan segera bersiap. Semoga wanita itu ada d tempat yang akan ia tuju. Orang yang menelponnya tadi adalah Abdian, dan Abdian pernah mengantarkan Aisyah ke rumah orang tua angkatnya dan memberitahu alamatnya pada Egi. Egi merasa bersalah masih menganggap Abdian sebagai saingan terbesarnya. Siapa yang akan menolak Abdian? Pria mapan di usia mudanya, tampan, dan selalu menjunjung tinggi kehormatan seorang wanita.

Cerita Kelam AisyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang