Tekad

1K 26 0
                                    

Aisyah POV
Sudah 2 Minggu laki-laki yang membuatku hamil menghilang. Kebencian ku semakin mendalam, menyebut namanya saja aku merasa muak. Tapi aku tak bisa hanya berdiam menanggung aib ini. Aku harus mencari cara. Dan aku sudah bertekad untuk pergi ke rumah orang tua laki-laki itu di kampung dan menceritakan semua yang terjadi pada ibunya. Ini mungkin jalan terbaik,Aku tak bisa berdiam diri menanggung aib anak yang saat ini aku kandung. Aku menangis dalam diam, aku merasa malu untuk berinteraksi pada santri putri di asrama. Aku merasa malu pada diriku sendiri tak bisa menjaga kehormatanku. Aku mengikuti saran Kakak perempuan Siti yang menyuruhku untuk melaksanakan taubat nasuha. Dalam sujud aku menangis memohon ampunan doa yang telah kuperbuat. Aku membencinya, bahkan sangat membenci laki-laki itu. Tapi aku harus menguatkan diriku, aku tak boleh lemah. Setelah bermunajat dan memohon ampun. Hatiku sedikit tenang. Aku mempersiapkan apa yg harus aku bawa untuk besok. Aku akan menemui Ibu dari orang yang membuatku seperti ini. Aku sudah mengabari Siti. Dan ia mendukung apapun langkahku untuk mendapat keadilan. Aku tak bisa merasakan tubuhku yang lemas sudah 2minggu aku tak makan dan hanya memberi asupan pada tubuhku berupa air minum. Aku tak peduli dan tak memikirkan resiko pada janin yang aku kandung. Bahkan sayatan yang aku buat di lenganku yang membuat kulit di pergelangan tanganku robek cukup lebar dan mengeluarkan banyak darah segar tak lagi ku rasakan. Rasanya sakit di tubuhku tak terasa, karena rasa sakit mendalam yang ia tinggalkan. Aku muak, jika mengingat hal itu.

***
Aku baru saja melaksanakan shalat subuh, aku bersiap-siap untuk mengajar karna siang setelah selesai mengajar aku akan langsung berangkat ke kampung laki-laki yang telah membuatku seperti ini. Siti sudah tau akan keberangkatan ku siang ini, dan bukti tespek pun sudah aku simpan rapi di dalam dompet, tak lupa aku belum menghapus chattingan dirinya denganku yang menyuruh untuk mengecek kondisi dengan tespek. Selama mengajar disekolah aku tak hentinya berdoa memohon kekuatan pada Allah. Dan ketika aku sedang dalam perjalanan akupun tak lupa mengabari kakak angkat Perempuanku dan meminta doa darinya. Sepanjang perjalanan aku mencoba menghubungi laki-laki itu, tapi masih sama tak ada respon bahkan nomornya tak aktif.

Pukul 5soreh aku tiba di kampung nya, aku melihat diseberang jalan Siti sudah menjemputku. Aku menyebrangi jalan sambil sedikit berlari dan memeluknya. Aku menangis dalam pelukannya. Siti membalas pelukanku. Ia membiarkan aku sebentar dalam kondisi itu.

"Syaah udah ah malu diliatin banyak orang. Jangan nangis disini."

"Maaf Cha."

"Udah aku ngerti kok. Mamak juga udah ngerti. Kamu meluk akunya kekencangan, kasihan baby kamu kegencet. Hehehehe"

"Aku gak peduli. Itu aib buat aku Cha."

"Eeehh, itu tuh calon cucu aku. Inget loh, kalo kamu jadi sama Egi kamu manggil aku Bibik. Karna dia tuh ponakanku." Aku tergelak mendengar perkataan Siti. Bisa-bisanya ia masih berkata seperti itu saat aku sedang membenci laki-laki yang ia maksudkan sebagai ponakan. Tapi melihat ekspresiku Siti langsung menarik tanganku dan berjalan untuk segera menuju rumahnya.

Hatiku semakin perih saat aku melewati rumah Egi dan melihat kearah rumah itu. Siti menggenggam tanganku dan memberi kode agar aku tetap kuat dan bersabar. Aku tersenyum samar. Saat sampai dirumah Siti,aku mencium tangan Ibunya Siti penyambutan Ibunya masih hangat, jauh dari dugaanku sebelumnya yang berfikir akan marah jika aku masih bergaul dengan anak perempuan kesayangannya ini. 

Saat sudah magrib, Ibu Andin (Ibunya Siti ) memberiku wejangan agar jangan terbawa emosi ketika memberitahukan hal ini. Ditambah lagi keluarga mereka sedang mempersiapkan pernikahan Meli adik Egi. Aku paham maksud Ibu Andin agar aku tidak terjebak dalam emosiku. Setelah shalat isya, aku dan Siti menuju ke rumah Egi. Sedangkan Ibu Andin sudah terlebih dahulu disana, tapi karna situasinya masih banyak sanak saudara mereka yang aku tidak kenal aku enggan membicarakan masalah ini. Ini privasi tidak mungkin aku ceritakan di depan keluarganya. Aku sudah cukup dekat dengan Meli, akhirnya aku,Siti dan Meli mengobrol di tangga luar rumah. Dari Meli juga lah aku mendapat fakta bahwa Egi sudah hampir 2 Minggu tidak dirumah dan Hp yang ia katakan rusak ternyata tidak rusak. Aku menangis sejadinya, aku telah banyak dibohongi oleh laki-laki itu. Kurasakan Siti mengelus bahuku seolah memberi kekuatan padaku. Meli pun terlihat serba salah.

"Tapi Aisyah sedang hamil ponakanmu Mel. Dia hamil anaknya Egi, Egi udah ngelakuin itu bahkan lebih dari satu kali. Satu bulan lamanya, dan Aisyah jadi pemuas nafsu kakakmu. Apa dia mau lari tanpa tanggung jawab ke Aisyah? Aku gak terima meskipun kalian keluargaku. Aisyah sahabatku, aku kenal banget sama dia. Dia terlalu polos sampe kakakmu ngelakuin ini." Aku tak sanggup menjelaskan yang terjadi, sehingga Siti mengambil alih untuk menjelaskan. Sedangkan Meli yang mendengar pernyataan dari Siti hanya menangis menatapku ibah dan mengelus perutku, ia bertanya lewat sorot matanya memastikan perkataan Siti dan aku hanya mengangguk. Meli menangis, kami memilih untuk melanjutkan bercerita di rumah Aisyah. Meli sudah mengetahui semuanya. Kejadian itu, bahkan ketika aku melihat di profil FB Egi dia menampilkan nama seorang perempuan sebagai kekasihnya. Meli juga menyarankan agar aku segera menceritakan masalah ini pada Ibunya untuk meminta pendapat.

Author POV
Jam menunjukkan jam 9 malam. Siti meminta ijin pada Ibunya untuk menemani Aisyah untuk menemui Ibu Rahmi yang tak lain Ibu dari Egi dan Meli. Setelah mereka bertiga sampai dirumah, ibu Egi terkejut dengan kedatangan Aisyah. Wajah Aisyah begitu pucat, dengan pandangan kosong. Meli berbisik pada Ibunya, bahwa ada hal penting yang ingin disampaikan oleh Aisyah. Ibu Rahmi mengajak Aisyah duduk di teras rumah agar Aisyah bisa leluasa berbicara berdua dengannya. Belum Aisyah memulai berkata ia sudah menangis. Ibu Rahmi yang melihat itu bingung apa yang terjadi pada Aisyah. Ia mencoba menenangkan Aisyah, dan meminta Aisyah menceritakan masalahnya pelan-pelan. Aisyah menarik nafas dalam, dan memulai cerita yang ia alami. Ibu Rahmi tak menyangka Aisyah yang sudah dianggapnya anak sendiri justru diperlakukan sekeji itu oleh anak laki-laki pertama dikeluarganya. Anak laki-laki yang harusnya menjadi imam karna ia telah bercerai dengan suaminya. Ibu Rahmi bisa merasakan apa yang dirasakan Aisyah. Ia memeluk Aisyah,dan berjanji akan memaksa Egi mempertanggung jawabkan perbuatannya pada Aisyah. Aisyah sedikit lega mendengar itu. Tapi ia belum bisa tenang, karna keluarganya pun belum ada yang bisa menghubungi Egi dan tidak ada yang tau keberadaan laki-laki itu.

***
Aisyah merasa lelah setelah semalam pulang pukul 11 malam dari rumah Egi. Sebenarnya Aisyah diajak menginap oleh Ibu Rahmi, tapi Aisyah menolak. Ia merasa tak pantas seorang wanita menginap dirumahnya laki-laki meskipun Ibu Rahmi sudah berjanji untuk memaksa Egi bertanggung jawab menikahinya.
Aisyah mengerjapkan matanya perlahan, ia mendengar suara pintu rumah Siti ditutup. Aisyah tau pasti Ibu Andin sedang bersiap ke rumah Egi untuk membantu masak-masak karna Minggu pagi ini akan ada acara dirumah itu. Aisyah dan Siti menghabiskan waktu dengan menonton dan memainkan Hp, tapi pikiran Asiyah masih tak tenang. Dan Siti berusaha menghiburnya tapi sia-sia. Saat sedang asyik bersantai, pintu rumah Siti terbuka menampilkan wajah kakak ipar Siti datang bersama anaknya. Aisyah tak tau apa yang sedang dibicarakan Siti, Ibu Andin dan Kaka Ipar Siti karna menggunakan bahasa daerah sana.

"Syah, kamu dicariin calon mertua. Katanya disuruh makan kesana. Gih siap-siap dandan yang cantik. Tapi calon suamimu gak ada tadi kayaknya." Aisyah tersenyum samar mendengar ucapan Kaka Ipar Siti yang sudah sangat kenal dengannya, dan memang sudah mengetahui hubungannya dengan Egi.

"Hmmmm nanti aja yuk. Aisyah belum lapar. Aisyah juga gak tau dia dimana. Doa terbaik aja yuk, kalo jodoh sama dia pasti ada jalannya." Aisyah mencoba menjawab perkataan Kaka Ipar Siti sesantai mungkin menutupi kepahitan yang ada. Tapi Kaka Ipar Siti begitu senang menggoda Aisyah, Aisyah selalu memerah dan menunduk setiap digoda. Saat asyik menggoda Aisyah, ada seseorang mengucapkan salam.

"Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumsalam" jawab mereka serempak dan melihat kearah Meli sang calon pengantin. Yah, yang datang adalah Meli si calon pengantin.

"Naaah Syah, adek ipar lah datang nyemput kamu. Mandilah. " Kembali Rosa (Kaka Ipar Siti) menggoda Aisyah.

"Yuk Aisyah belum mandi? Aaayyy Mamak lah nunggui dari pagi. Nanti keburu pindang ayamnya habis." Ungkap Meli yang juga menggoda Aisyah. Sedangkan Aisyah hanya merasa jengah dan memilih naik ke lantai dua rumah Siti  dan bersiap.

Cerita Kelam AisyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang