Problem

1.3K 38 0
                                    

Author POV
Pengacara sekaligus orang kepercayaan Papa nya Aisyah sudah membacakan isi surat wasiat yang ditulis sebelum papanya meninggal. Semua mata menatap Aisyah seakan meragukan dan melecehkan wanita itu karna muncul tiba-tiba sebagai pewaris tunggal di perusahaan terbesar di Indonesia itu. Edward yang paham tatapan setiap mata itu tertuju pada adiknya segera mengambil alih keadaan dan mempersilahkan semua yang hadir dalam rapat untuk keluar. Namun, tidak untuk Roy dan ayahnya yang justru mendekati Aisyah.

"Paman tidak menyangka setelah hilang tanpa jejak 5tahun ini kamu justru datang disaat orangtuamu sudah tiada. Bahkan di acara pemakamannya pun kamu tidak hadir. Apa pantas kamu mendapatkan semua yang diwasiatkan oleh papamu? Dia terlalu bodoh." Ucap Martin yang tak lain kakak laki-laki dari papanya Aisyah dan ayah dari Roy. Orang yang sangat di benci oleh Aisyah.

Aisyah menggeser kursi goyang yang ia duduki dan berdiri angkuh dihadapan dua laki-laki yang menatapnya sinis.

"Apa paman lupa, di dalam darah ku mengalir darah papa. Dan itu artinya akupun memiliki sifat yang sama dengan papa. Aku lebih berhak atas dua ini ketimbang kalian yang hanya bisa menghabiskannya tanpa tau rasanya membangun dari awal seperti yang dilakukan papaku." Ucap Aisyah ketus tak mau kalah dari orang licik di hadapannya. Edward merasakan aura sang papa ada dalam diri Aisyah. Ia sengaja membiarkan Aisyah melawan dua laki-laki di depan mereka. Karna Edward juga sangat mengetahui jika selain membenci mereka Aisyah juga sakit hati akan setiap perlakuan keluarga itu.

"Yang kamu panggil papa itu adalah adikku. Dan seorang adik harus menurut dengan peraturan sang kakak. Kamu jangan lupa Ata, kalau bukan karna aku papamu mungkin tak akan selamat 10tahun yang lalu." Balas Martin lebih dingin pada gadis yang jauh lebih muda darinya.

"Kita liat saja nanti siapa yang lebih unggul paman. Meskipun kalian bersaudara kandung. Tapi aku sangat tau siapa yang dianggap musuh dan siapa yang dianggap saudara setianya oleh papa. Dan paman bukan termasuk yang kedua paman adalah sosok yang harus di basmi dari sekitar papa. " Ucap Aisyah membuat Martin menggeram dan Aisyah segera menarik Edward untuk pergi dari ruangan itu meninggalkan ayah dan anak itu jengkel.

Sepeninggal Aisyah di ruang rapat Martin dan Roy menggeram. Sibuk dengan pemikiran masing-masing.

"Benar kata Ata. Keluarganya hancur karena ulah papa. Termasuk kecelakaan Om dan Tante 2tahun lalu. Dia karna papa sudah melakukan sabotase terhadap pesawat pribadi keluarga itu. Dan semua dikarenakan kecemburuan papa terhadap kesuksesan dan kekayaan keluarga itu " Roy membatin memikirkan semua kejahatan yang telah di lakukan sang Papa.

"Bagaimana kalau Ata mengetahui semua kejahatan papa?" Ucap Roy membuat Martin menoleh kearahnya.

"Bodoh. Percuma kamu kuliah di Amerika kalau otakmu sedangkal ini. Cari cara bagaimana caranya untuk membasmi gadis sombong itu." Ucap Martin menatap lurus ke depan.

"Pah, dia keponakanmu. Apa papa tega mencelakai ponakan papa sendiri? Kita sudah punya perusahaan sendiri dari hasil semua kejahatan papa. Kenapa kita tidak mundur saja dan fokus pada perusahaan kita pah?" Kembali Roy berharap agar sang papa sadar akan semua kejahatan yang dilakukan sudah keterlaluan.

***
Waktu sudah menunjukkan jam makan siang. Aisyah memilih mengunjungi makam kedua orangtuanya, untuk membagi kegelisahan yang saat ini mengganggu pikirannya. Saat ini Aisyah sedang duduk di hadapan makam kedua orangtuanya. Aisyah masih menatap nisan bertuliskan nama dua orang yang sangat ia rindukan dalam hidupnya. Airmata menetes dengan sendirinya ketika Aisyah membayangkan masa kecilnya yang begitu di manjakan dan bagaikan putri di istana dongeng.

"Hai Pah, Mah. Ata rindu, bahkan sangat merindukan kalian. Apa kalian juga rindu aku? Bagaimana suasana di surga pah? Pasti sangat menyenangkan bukan? Sampai papa lupa mengunjungi Ata lewat mimpi. " Aisyah mengungkap segala kata-kata rindu pada sang papa. Air mata mengalir deras, Aisyah beralih menatap makam sang mama. Wanita yang begitu keras dalam mendidiknya, wanita yang mengajarkannya agar menjadi wanita yang kuat. Aisyah memeluk nisan itu sambil menangis terisak.

"Mah, Ata gagal. Ata gagal menjadi wanita yang tegar seperti pesan Mama. Apa ini hukuman yang mama kasih ke Ata, karna Ata gagal? Kenapa mah? Kenapa harus hukuman meninggalkanku sendirian disini. Ata takut Mah, mereka semua jahat. Benar kata Mama keluarga sendiri bisa saja menjadi penyerang bagi kita. Ata butuh mama. Ata butuh papah, sekarang cuma bang Edu yang menjaga ku. Apa kami akan bisa mempertahankan semuanya pah?" Aisyah kembali menangis sejadinya. Tanpa ia ketahui, sepasang mata menatap kearahnya dengan pandangan sama terlukanya. Sepasang mata itu berjalan mendekati Aisyah. Berjongkok di depan Aisyah.

"Meski mereka sudah tidak di dekat kita. Tapi rasakan lah kehadiran mereka di hati kita dek. Mereka akan selalu hidup di hati kita. Abang bisa rasain mereka saat ini di dekat kita. Menatap dua anaknya saat ini akur dan saling menjaga. " Ucap Edu mencoba menghibur adiknya. Aisyah menghambur memeluk erat tubuh kekar Edward merasakan kenyamanan dari sosok kakak yang selalu menjaganya dari kecil.


WARNING!!!!!
Maaf yah, aku postnya dikit. Untuk cerita kelam Aisyah ini sudah hampir berada diujung cerita guys. Dan aku sedang melanjutkan cerita baru. "My wife not my love" penasaran sama ceritanya? Nantikan saja yah. Jangan lupa vote dan koment nya..

Cerita Kelam AisyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang