Klarifikasi

982 27 0
                                    

Author POV
Seminggu sudah Aisyah tidak sadarkan diri dan seminggu itu pula Egi terus menemani Aisyah di rumah sakit. Hasil pemeriksaan terakhir dokter menyatakan Aisyah terus menunjukkan perkembangan dan kondisinya mulai membaik. Jika Aisyah sudah sadar nanti, hanya tinggal menunggu hasil rongten di bagian kepala Aisyah. Karna asaat kecelakaan terjadi benturan keras di bagian kepala Aisyah. Egi menatap Arsell bermain bersama Marsya, mereka tampak cocok. Marsya yang lebih pendiam dan tertutup dengan cara menatap yang angkuh dan sombong. Sedangkan Arsell yang lebih banyak berceloteh dan tak bisa diam, juga memiliki tatapan tajam,dan angkuh tapi tidak menunjukkan sebuah kesombongan. Sangat mirip dengan Aisyah. Egi tersenyum menatap dua gadis kecil itu, sampai sebuah pergerakan menyadarkannya. Ia melirik ke arah pergerakan di bagian telapak tangannya, Aisyah mulai menggerakkan jarinya. Egi memanggil dan menepuk pipi Aisyah lembut. Membantu Aisyah bangun dari mimpi panjangnya. Perlahan Aisyah mengerjapkan dan membuka matanya.

"Kamu sudah bangun dek. Sepertinya kamu lebih nyaman berkelana dengan mimpi panjangmu daripada melihat ketampanan suamimu ini." Egi berusaha mencairkan suasana ketika melihat Aisyah menatap bingung pada dua gadis kecil yang asyik bermain. Aisyah memalingkan wajahnya ke arah Egi. Egi yang paham tujuan Aisyah tersenyum dan mengusap lembut lengan Aisyah.

"Aku akan jelaskan semuanya dek. Gadis kecil yang bermain bersama Arsell putri kita, dia adalah Marsya. Marsya Agdhalena Putri."

"Lalu siapa dia?"

"Dia adalah anak perempuannya Mia. "Aisyah tersentak dan menatap tajam ke arah Egi, membuat Egi menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Kamu jangan salah paham. Marsya bukan anak aku dengan Mia. Tapi Marsya adalah anak Mia entah dari laki-laki mana. Karna sebelum menikah denganku Mia bekerja sebagai wanita penghibur di sebuah Club. Dan laki-laki itu meninggalkan Mia dengan sejumlah uang dan menyuruh Mia pergi dari kehidupannya. Saat Mia melahirkan, dia menitipkan bayi itu ke panti asuhan. Pihak panti asuhan menghubungi Abang beberapa hari yang lalu. Mereka mengatakan sebelum Mia meninggal dalam kecelakaan dia sempat mengunjungi Marsya ke panti asuhan dan meminta pihak panti asuhan untuk menyerahkan hak asuh Marsya pada kita. Mia juga meminta maaf sama kamu atas kesalahannya. " Jelas Egi panjang lebar, namun Aisyah menatap Egi dengan tatapan datar tak terbaca. Ia memalingkan wajahnya. Memejamkan matanya sambil menarik nafasnya dalam. Egi mengelus telapak tangan Aisyah yang terlihat semakin mengurus. Aisyah memalingkan wajahnya menoleh kearah Egi sejenak.

"Apa aku harus menjawab aku menerimanya atau tidak? Sedangkan tugasku sebagai seorang istri adalah menghargai segala keputusan dari suami. Kalau itu adalah keputusan kamu apa aku berhak menolaknya?" Jawab Aisyah membuat Egi menghela nafasnya berat.

"Maafin Abang dek. Abang selalu menyakiti hati kamu." Ucap Egi tulus sembari mencium punggung tangan Aisyah. Aisyah masih lemah, ia memilih memejamkan matanya kembali mencoba untuk beristirahat sejenak melupakan segala masalah dalam hidupnya.

Egi POV
Aku sadar aku terlalu banyak menyakiti hati Aisyah. Dia wanita berhati lembut yang tak pernah menunjukkan amarah dan kekecewaannya di hadapan siapapun. Kalaupun ia dalam keadaan emosi dan kecewa Aisyah akan berusaha menghindariku, agar tak terbawa emosi. Aku hanya menatap tubuh Aisyah yang masih lemah,aku membelai wajah Aisyah lembut. Bibir tipisnya terlihat pucat. Aisyah memiliki wajah oval, hidung yg tidak mancung tapi juga tidak pesek,Kulit putih, wajahnya bersih tak ada bekas jerawat,alis yang sedikit tebal dan rapi,bulu mata yg lebat dan lentik, bibir tipis di bagian atasnya dan sedikit tebal dibagian bawahnya,dan pipi chubbynya yang membuat aku terkadang gemas. Aku teringat pada saat 4tahun lalu dimana aku baru bertemu dengan Aisyah. Diawal hubungan kami, aku merebut first kiss nya saat aku melihat senyum terukir di bibir mungilnya. Setiap aku melihat bibir itu, aku selalu terhipnotis dan menggebu ingin mencecap bibir itu.

***
Saat ini aku sedang duduk di bangku kebesaranku di showroom. Aku menatap pigura yang terletak di sisi meja kerjaku. Foto seorang wanita dengan senyum yang sangat indah. Senyuman yang menjadi candu bagiku, tapi karna kesalahan dan kebodohanku senyuman itu kini hilang. Bahkan sang empunya senyum seakan menutup dirinya untuk tidak tersenyum pada siapapun. Aku mengepalkan tanganku, menahan amarahku. Amarah pada dirimu sendiri karna kebodohanku. Aku sudah merusak dan menghancurkan kebahagiaan Aisyah.

"Aaaarrrhhkkkk." Aku menggeram sambil menjambak rambutku kencang.  Menahan seluruh amarah dan emosiku, kepingan  kenangan sebelum aku merusak kebahagiaan Aisyah berputar di kepala.

"Kau bodoh. Brengsek, sialan. Kau sudah menghancurkan dia." Nafasku memburu, pandanganku sedikit kabur karna berusaha menahan airmata.

"Hiks.. maaf dek. Maafin aku dek hiks hiks.. aku benar-benar Brengsek hiks hiks hiks. "  Aku meluapkan segala amarahku, melempar semua barang yang ada di atas meja dan tak sanggup menahan air mataku. Aku menangis terisak dan luruh di samping meja kerjaku. Sampai aku mendengar suara pintu ruanganku terbuka. Tapi tak sedikit membuatku untuk menoleh. Samar aku melihat Dini berjalan ke arahku. Dia berlari memelukku erat.

"Kak? Ada apa? Kenapa kakak jadi begini? Cerita sama Dini."

"Aku udah buat dia hancur Din. Hiks.. hiks.."

"Dia? Dia siapa maksud kakak? Ada apa sebenarnya?"

"Aisyah din.hiks. aku sudah merusak kehidupan Aisyah. Aku merusak kebahagiaannya. Hiks hiks.. bukan cuma sudah merenggut kehormatannya tapi aku juga membuat Aisyah terperangkap dalam kondisi yang jauh dari kata baik hiks.. hikkss. Hikss. Seandainya dia dulu nggak ketemu aku, dia pasti akan bahagia, dia nggak harus ngalamin penyakit bipolar akut yang harus membawa dia keluar masuk rumah sakit dan sekarang dia mengalami kecelakaan seperti ini.  Hikss. "  Aku masih terisak, dan Dini juga masih berusaha menenangkan diriku. Aku merasakan pakaianku basah di bagian bahu, aku tau Dini juga menangis dalam diam.

"Kak. Yuk Aisyah wanita yang kuat dan tegar. Yuk Aisyah pasti bisa sembuh. Kita harus bisa kasih semangat ke dia supaya dia bisa menjalani segala pengobatan untuk mengembalikan kondisinya.  Dini yakin semua akan baik-baik aja. Dan yuk Aisyah akan kembali seperti dulu. Jadi yuk Aisyah yang cerewet, ramah, murah senyum, dan ceria lagi. Kakak harus bisa lebih tegar dari yuk Aisyah. Kakak harus bisa jadi kekuatannya yuk Aisyah."  Ucap Dini pelan. Aku masih menangis menyesali segala kesalahanku. Entah kenapa, tiba-tiba rasa bersalah itu mencuat. Setelah aku bertemu dengan dokter tersebut menjelaskan kondisi Aisyah.

Flashback on
" Maaf pak, dokter ingin berbicara dengan Anda diruangannya. " Panggil seorang suster, saat aku sedang merapikan selimut Aisyah. Dirinya kini sedang tertidur pulas. Aku segera mengikuti suster itu keruangan dokter.

Dan sesampainya di ruangan dokter Andika yang menangani Aisyah saat kecelakaan, suster tersebut keluar meninggalkanku dan dokter Andika. Dokter Andika mempersilahkanku duduk.

"Selamat siang pak Egi." Sapa dokter Andika padaku. Sambil menjabat tanganku, dan akupun membalas jabatan tangan dokter muda itu.

"Bagaimana kondisi istri saya dok? Apa ada masalah serius yang disebabkan kecelakaan ini? " Tanyaku tanpa basa basi lagi. Dokter tersebut menghela nafasnya dalam meski masih diiringi senyuman tipisnya.

"Dengan berat hati saya harus mengatakan ini. Saat kecelakaan terjadi,kemungkinan kaki kanan istri anda terjepit di bagian bawah mobil dan menyebabkan tulang kakinya retak. Dan itu berakibat pada kelumpuhan pada kaki kanan istri anda." Seperti menerima tikaman senjata tajam tepat di ulu hati mendengar penuturan dokter tersebut. Aku menahan agar tidak menangis di depan dokter muda ini.

"A-aisyah?? Lum-lumpuh?" Aku mengulang lagi penuturan dokter tersebut dan di jawab dengan anggukan. Tanpa permisi aku keluar ruangan dokter itu dan berlari menuju parkiran dan mengemudi mobilku tanpa tau arah dan tujuan.

Flashback off

Cerita Kelam AisyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang