Kebenaran Yang Menyakitkan

1.1K 39 0
                                    

Aisyah POV
Hari ini aku merasa gelisah, Egi benar-benar akan memenuhi syarat yang aku ajukan. Soreh ini aku dan dirinya akan berangkat ke Jakarta untuk menemui orangtuaku. Jujur sebenarnya aku belum siap. Namun, Mertuaku meyakinkan semua akan baik-baik saja dan Egi akan memenuhi syaratnya. Selain itu, ia juga menyarankan untuk membawa Arsell ikut bersama kami, akan tetapi Egi melarang dengan alasan kondisi emosionalku yang belum stabil. Dan aku pikir ada baiknya juga.

Sesudah sarapan, aku menyiapkan semua keperluan aku dan Egi selama di Jakarta. Aku menyiapkan satu koper besar untuk pakaian kami. Saat sedang memilih Khimar yang akan aku bawa, aku melihat sebuah kotak sedang di bawah tumpukan lipatan selimut. Aku mengeluarkan kotak itu dan membuka tutupnya. Didalamnya terdapat foto-foto yang sengaja aku cetak. Foto kedua orangtuaku, dan foto ketika aku masih kecil. Foto ini aku ambil dari akunt Facebook lamaku ketika aku belum memutuskan berhijrah. Tak terasa air mataku mengalir dengan lancang. Aku memeluk foto itu dengan erat. Seakan merasakan Mama dan Papa juga membalas pelukanku.

Pah, Mah. Adek kangen kalian, adek butuh kalian. Maafin adek nikah dengan cara seperti ini mah dan nggak ngabarin kalian. Maafin adek mah. Batinku seakan mereka ada disini. Aku masih terisak, sampai ada sebuah tangan memelukku dari belakang. Aku semakin menangis dalam pelukan orang tersebut. Aku menghadapnya, dan mendekap tubuh itu dengan erat menutup wajahku dengan dada bidangnya. Ku rasakan ia mengelus kepala dan bahuku. Aku masih setia menangis.

"Menangis lah sepuasnya jika itu membuatmu lega dek. Maaf kalau kamu harus mengalami seperti ini." Ungkap lelaki yang saat ini memelukku. Aku masih terus menangis. Lidahku keluh ingin mengucapkan semua kata-kata dan ingin memakinya saat ini juga. Tapi aku tak mampu, seandainya aku tak bertemu dia, mungkin saat ini aku akan punya keberanian untuk menemui orang tuaku. Tanpa harus merasa malu, karna aku menikah setelah melakukan dosa besar dalam hidupku. Aku menangis sambil memukul bahu laki-laki itu. Dia semakin mengeratkan pelukannya padaku.

"Aku benci kamu Gi, aku benci kamu. Karna kamu aku harus ngalamin ini semua. SEANDAINYA AKU NGGAK PERNAH KETEMU KAMU, MUNGKIN AKU SAAT INI MASIH PUNYA KEBERANIAN BERTEMU KEDUA ORANGTUA KU.!!!" aku berteriak dan terus memukul dada bidang laki-laki itu. Bahkan aku merasakan tubuhnya bergetar menandakan ia juga menangis. Aku merasakan sakit yang tak tertahankan di kepala ku, jantungku berdegup kencang aku berteriak histeris entah apa yang aku ucapkan. Aku merasa diriku bukanlah diriku, aku dikuasai emosiku yang tinggi. Sampai aku merasakan perlahan tubuhku melemas, dan pandanganku menggelap.

Egi POV
Aku tak bisa menahan tangisku, aku masih memeluk erat tubuh mungil Aisyah yang masih menangis. Kondisinya kembali memprihatinkan, emosionalnya kembali tak terkendali. Sampai aku merasa tubuhnya melemah dalam dekapanku. Ku longgarkan pelukanku dan menatap mata Aisyah yang sudah terpejam rapat, dengan sisa airmata di pipinya. Aisyah kembali tak sadarkan diri, bagaimana aku bisa membawanya bertemu kedua orangtuanya? Bukan. Bukan kedua orangtuanya, tapi membawanya kedepan nisan bertuliskan nama kedua orangtuanya.

Aku mengangkat tubuh Aisyah, dan membaringkannya keatas tempat tidur.  Aku menelpon David sepupuku, untuk datang kerumah dan memeriksa keadaan Aisyah. David, terus menggelengkan kepalanya selama memeriksa Aisyah. Aku tak mengerti apa maksudnya, apakah Aisyah semakin menurun kondisinya atau harusnya ia segera dibawa ke psikiater atau psikolog? Aku menunggu David selesai memeriksa kondisi Aisyah.  Sampai aku melihat David mengajakku untuk berbicara secara serius.

"Gi, kondisi Aisyah semakin memburuk. Dia butuh seorang psikolog untuk membantunya lepas dari Masalahnya. Kita harus melaksanakan terapi syaraf pada Aisyah sebelum semuanya terlambat." David menjelaskan kondisi Aisyah sekarang.

" Tapi aku harus penuhi janjiku dengannya Vid, ini juga demi pernikahan kami. Apa yang harus aku lakukan?" Jawabku pada David. David terlihat menaikkan sebelah alisnya meminta aku menceritakan lebih rinci.

"Aisyah mengajukan syarat untuk membawa dia ke depan orang tuanya dan meminta restu pada kedua orangtuanya. Jika orangtuanya merestui barulah dia akan menerimaku kembali. Sedangkan kamu tau sendiri kalau orangtua Aisyah sudah meninggal 3bulan lalu dalam kecelakaan pesawat Waktu mau mencari keberadaan Aisyah di Palembang. Aku bingung vid, aku sudah janji akan membawanya soreh ini ke Jakarta." Jelasku frustasi pada David.

"Lalu kalau besok kalian sudah di Jakarta, kemana kamu akan membawa Aisyah? Apa kamu akan bawa dia ke depan makam orangtuanya? Itu bisa semakin memperburuk keadaan Gi. Pikirkan lagi dengan kondisinya yang sekarang tidak stabil, pikirkan juga akibat fatal yang nanti akan dialami. Kalau Aisyah terus-terusan seperti ini, bisa mengganggu kejiwaan Aisyah. Kamu mau membuat Aisyah jadi gila apa?" David emosi dengan pilihan yang aku ambil.

"Nggak ada pilihan Vid. Cepat atau lambat Aisyah juga akan tau dengan sendirinya. Apalagi hotel milik keluarganya butuh dia sebagai pewaris tunggal kekayaan Papanya. Aisyah harus tau kebenaran bahwa orangtuanya sudah meninggal. Aku nggak mau terus membohonginya lagi Vid. " Ungkap ku semakin frustasi dengan situasi yang semakin rumit menurutku.

"Siapa yang sudah meninggal? " Suara itu membuat aku dan David saling memandang satu sama lain dan menoleh ke arah sumber suara. Aku dan David saling tatap tak percaya dengan yang kami lihat. Yang barusan bersuara adalah Aisyah, ia sudah sadar dari pingsannya. Dan mendengar pembicaraanku dengan David. Aku mendekat pada Aisyah, Aisyah sudah menuntut penjelasan padaku. Jujur aku sedikit ragu untuk berbicara dan menjelaskan sebenarnya pada Aisyah.

Author POV
Aisyah terus menuntut penjelasan dari Egi atas apa yang ia bicarakan dengan David. Saat ini Egi sedang duduk di samping Aisyah di kamar mereka. Aisyah masih menangis, dan menunggu Egi menjelaskan dengan sendiri.

"Abang minta maaf sebelumnya dek. Bukan Abang bermaksud nutupin kebenarannya dari kamu. Tapi Abang cuma nggak mau kamu kembali drop dan semakin memperburuk kondisi kamu. Sekarang ini kondisi mental dan psikis kamu nggak stabil."  Egi mencoba menjelaskan perlahan dan memberi Aisyah pengertian mengapa ia tidak langsung memberitahukan Aisyah tentang kebenaran yang terjadi.

"Tapi kenapa harus menutupi semua ini dari aku? Mereka orangtuaku. Apa aku nggak pantas tau apa yang terjadi sama mereka meksipun aku sudah meninggalkan mereka? Mereka meninggal karna mau mencari aku. Aku berhak tau semua bang."  Aisyah kembali menangis, dan Egi dengan sigap memeluk tubuh gemetar Aisyah. Ia tak tahan lagi jika harus terus menerus melihat Aisyah menangis dan terpukul.

"Kamu yang sabar dek. Meksipun mereka sudah tidak ada, tapi mereka bangga punya seorang bidadari seperti kamu. Mereka sudah bahagia melihat kamu tumbuh menjadi anak yang kuat dan tegar dek. Seberat apapun ujian yang Allah beri ke kamu. Iklhaskan mereka dek, doakan mereka supaya mereka bisa masuk syurga tanpa hisab." Ucap egi untuk memberi Aisyah kekuatan. Isak tangis Aisyah sudah sedikit meredah.

"Tapi gimana bisa bang. Mereka dan aku beda keyakinan. Sekeras apapun aku berusaha, kalau aku berbeda keyakinan aku nggak bisa menebus dosa kedua orangtuaku. "  Ucap Aisyah di sela isak tangisnya. Egi menangkupkan tangannya di wajah Aisyah, menghapus sisa airmata di pipinya.

"Kamu salah sayang. Sebelum kecelakaan terjadi, Papa sama Mama kamu sudah masuk Islam. Dan setelah itu mereka berniat mencari keberadaan kamu. Mereka sama seperti kamu dek, mereka sudah memilih untuk mengenal Allah. Dan Allah lebih sayang pada mereka meskipun cara Allah memanggil mereka dengan cara seperti itu. Tapi Allah sudah menyambut mereka di pintu syurga. Sekarang tugas kamu adalah mengantarkan mereka agar sampai ke pintu itu dengan memperkuat Iman dan kepercayaan kamu. "  Egi kembali memberi kekuatan pada Aisyah, Aisyah masih meneteskan air matanya.

"Aku udah nggak punya siapa-siapa. Bahkan ketika mereka harus pergi ke peristirahatan terakhir aku nggak ada di sana. Kenapa harus seperti ini?" Aisyah kembali terisak, dan mengeratkan pelukannya di tubuh Egi. Egi membalas pelukan Aisyah tak kalah eratnya.

"Kamu salah dek. Kamu masih punya keluarga. Keluarga kamu juga ada disini dek. Abang,Mamak, Arsell, Dini, Bella, Riski dan keluarga Abang disini juga keluarga kamu sayang. Sudah kamu jangan sedih yah." Ucap Egi sambil mengelus bahu Aisyah.

"Aku mau ke Jakarta. Aku mau kerumah masa kecilku. Aku kangen rumah masa kecilku."  Egi tak tahan mendengar suara Aisyah yang semakin gemetar.

"Iya sayang. Kita ke Jakarta. Tapi kamu harus janji minum obat rutin,jaga kesehatan. Kalau kamu udah sehat kita bisa ke Jakarta dan kalau kamu mau kita bisa pindah ke Jakarta supaya kamu bisa lebih dekat kalau kamu kangen sama Papa dan Mama."  Aisyah mengangguk dalam pelukan Egi. Egi mengulas senyum, saat Aisyah memintanya untuk tindak meninggalkannya. 

Cerita Kelam AisyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang