Kekecewaan Aisyah

1K 31 0
                                    

Author POV
Egi masih berusaha menenangkan Arsell yang masih menangis. Dini mendekat dan mengambil alih Arsell dari kakak laki-lakinya itu. Ia menyarankan agar Egi menemui Aisyah dan menenangkan Aisyah. Egi tersentak mendengar perkataan Dini, tapi apa yang di katakan adiknya itu ada benarnya. Aisyah sangat menyayangi Arsell, mungkin Aisyah saat ini sedang terluka atas sikap Arsell yang di luar dugaan. Ia berjalan menuju kamar mereka yang berada di lantai dasar rumah ini. Karna ruang tamu mereka terletak di lantai dua.

Egi membuka perlahan pintu kamar yang tidak terkunci, di lihatnya Aisyah yang duduk meringkuk di bawah sisi ranjang. Egi duduk di depan Aisyah, membelai lembut bahu Aisyah membuat Aisyah mendongak perlahan.

"Arsell nggak bermaksud nyakitin hati kamu Syah. Dia masih kecil. Dia cuma mau kedua orang tuanya kembali." Ucap Egi pelan, bahkan terdengar seperti bisikan. Aisyah masih terdiam. 

"Jangan pernah marah sama Arsell. Dia kekuatan kamu, dan kamu kekuatan Arsell. Berhentilah menangis. Di luar Arsell juga nangis. Aku yakin, kalau kamu berhenti nangis Arsell juga berhenti nangis. " Tambah Egi mencoba menghibur Aisyah. Aisyah diam dari tangisnya. Masih setia diam, menatap Egi dengan banyak tanda tanya.

"Kenapa kamu masih bersikukuh? Aku benci sama kamu. Sampai kapan kamu begini?" Tanya Aisyah membuat Egi tersenyum.

"Sampai kamu kembali mencintai aku Syah. "

"Aku nggak akan pernah kembali mencintai orang yang sudah menyakiti aku."

"Aku yakin kamu masih punya cinta itu buat aku Syah."

"Aku bilang aku benci sama kamu. Aku minta kamu pergi. Aku muak liat wajah kamu."

"Syah, jangan pake egomu untuk membohongi diri kamu sendiri. Sama aja kamu melukai hati kamu Syah."

"Aku bilang pergi!! Aku muak sama kamu.!!!" 

"UMI!!!" Teriak Arsell ketika melihat Aisyah mengusir Egi dengan suara tinggi. Arsell menatap Aisyah benci, dan menarik Egi keluar dari kamar itu. Hati kecil Aisyah menjerit. Putri yang ia perjuangkan sendirian selama 3tahun ini marah padanya, malaikat kecilnya, sumber kekuatannya, yang ia rawat sendiri selama 3tahun memilih laki-laki yang sangat ia benci. Aisyah menangis sejadinya. Menahan sakit hatinya melihat apa yang baru saja terjadi, Aisyah menangis dalam posisi duduk menekuk kakinya dan wajah yang ia sembunyikan diantara kedua lututnya.

Egi POV
Aku memasuki kamar sekitar pukul 10 malam. Arsell aku titipkan dengan Dini. Aku tak mau Aisyah semakin sedih melihat Arsell yang tadi baru saja membentaknya. Aku yakin, Aisyah akan sangat terpukul dan kecewa. Melihat putri kesayangannya, putri yang selama ini ia perjuangkan dan ia rawat tanpa kehadiranku sebagai seorang suami.

Cklek
Aku membuka pintu perlahan, aku mengedarkan pandanganku ke seluruh penjuru kamar, aku melihat Aisyah yang sudah tertidur. Masih terdengar sisa isakan tangisnya. Sepertinya dia menangis sejak tadi, dan tertidur karna kelelahan setelah lama menangis. Aku mengambil bantal yang Aisyah tidak pakai, dan mengambil selimut dari lemari untuk kupakai tidur di karpet yang sudah aku gelar. Aku tak mau ketika Aisyah bangun dan melihatku tidur disampingnya ia akan marah dan Arsell kembali bersikap kasar padanya. Mengingat hal itu, aku sekarang sadar. Bagaimana Aisyah selalu melawan Papanya di kala orangtuanya berantem dan berdebat. Kembali aku mengingat bagaimana cara aku untuk mengatakan pada Aisyah bahwa kedua orangtuanya sudah tiada. Dan Minggu depan, aku harus ke Jakarta untuk mengurus sedikit masalah di hotel milik keluarga Aisyah. Karna Aisyah belum benar-benar pulih.

Saat baru saja aku ingin memejamkan mataku, aku mendengar rintihan dari suara yang begitu lemah. Suara Aisyah, aku bangkit dari tidurku dan beranjak ke tempat tidur yang ditempati Aisyah. Wajahnya begitu pucat, aku menarik selimut menutup tubuh Aisyah yang menggigil, ia sudah tak memakai cadarnya dan masih berhijab saat tidur. Tak sengaja tanganku menyentuh kulit wajah Aisyah. PANAS. 
Aisyah panas tinggi, aku segera berlari untuk mengambil air hangat untuk mengompres Aisyah, saat aku ingin ke kamar aku sempatkan mampir ke kamar Ibuku.

Tok tok tok

"Kakak? Ada apa kak? Kamu mau ngapain bawa air di baskom sama handuk kecil?" Tanya ibuku yang heran melihat apa yang aku bawa

"Aisyah panas tinggi mah. Mamah ada obat penurun panas? " tanyaku.

"Hmmmm nggak ada kak. Nanti deh, mama ke rumah Bibikmu, kan David dokter. Siapa tau aja ada persediaan obat di rumah mereka. "

"Buk, kalo ada David suruh David kesini aja mah buat periksa Aisyah. Kakak takut dia kenapa-kenapa. Takutnya syok lagi karna tadi Arsell bentak Aisyah."

"Iyah. Yaudah kamu kompres dan temenin dulu Aisyahnya. Mama pergi dulu. Assalamualaikum"

"Wa'alaikumsalam"

Aku kembali ke kamar, dan segera mengompres kening Aisyah. Panasnya belum turun, Aisyah masih mengoceh kecil. Bibir mungilnya yang pucat semakin memberi tanda bahwa ia sedang menahan sakit yang teramat. Aku menyentuh punggung tangan Aisyah, panas bahkan sangat panas.

"Dingin.." eluh Aisyah pelan dengan suara lemah. Aku segera mematikan kipas angin yang berada di depan lemari dan mengarah langsung ke arah Aisyah. Ia masih menggigil dan bibir mungilnya bahkan gemetar.

***
"Assalamu'alaikum" aku mendengar suara ibuku aku segera membuka pintu kamar. Dan melihat Ibuku sudah bersama David dengan perlengkapan dokternya.

"Wa'alaikumsalam Ma, David."  Ucapku menjawab salam mereka.

"Hai Gi? Kenapa sama bini mu?" Tanya David dengan nada sedikit menggodaku.

"Aku kurang tau Vid, tadi pas mau tidur dia ngigau dan ternyata panas tinggi. Dia  juga ngeluh kedinginan."  Kulihat Ibu dan David sedikit heran melihat karpet dan perlengkapan tidur yang berada di lantai. Mereka berdua menatapku dengan penuh pertanyaan.

"Aku belum siap untuk tidur bareng seranjang sama Aisyah. Nanti dia marah lagi sama aku "

"Pantesan aja binimu demam Gi. Kamu nggak nemenin dia tidur di ranjang." Ucap David membuat aku bingung dan Ibu menatapku dengan senyum meledek.

"Maksudnya gimana? "

"Istrimu ngasih kode. Dia kangen di belai sama kamu. Minta program kedua.. hhahahaha" tawa David pecah dan menggema di kamar yang ukurannya tak seberapa. Aku segera memukul lengannya dan membuat dia terdiam. Dengan seksama aku melihat David memeriksa keadaan Aisyah. David terlihat sangat  menjaga dan berhati-hati menyentuh Aisyah.

Cerita Kelam AisyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang