Bekerja

1.1K 31 0
                                    

Author POV
Sudah seminggu Aisyah tinggal di rumah Rahmi Ibu mertuanya. Dan seminggu juga laki-laki yang menjadi Imam dan suaminya tak datang mengunjunginya. Meski hatinya terasa sakit Aisyah coba menahannya, ia disini selalu dihibur oleh kakak ipar, adik ipar, dan nenek dari Egi. Aisyah pun menikmati kesehariannya di rumah ini. Beres-beres rumah, memasak, mencuci, dan pekerjaan rumah lainnya. Rahmi sering mengingatkan agar Aisyah jangan mengerjakan pekerjaan terlalu berat kasihan dengan kandungan Aisyah yang sudah menginjak 4bulan. Rahmi berencana untuk mengadakan pengajian 4 bulan kandungan Aisyah. Ia juga sudah menelpon anak tak tau diri yang membuat ia gagal sebagai ibu. Tapi kekecewaan harus ia terima karna menantu yang tak ia inginkan yang menjawab telponnya. Dan mengatakan itu bukan urusan mereka, dan mengingatkan agar Rahmi tak meminta sepeserpun dari gaji Egi untuk Aisyah meskipun sedang mengandung. Tanpa sengaja Aisyah mendengar perkataan ibu mertuanya itu yang seakan menahan tangis. Aisyah berjalan perlahan dan memeluk Rahmi dari belakang. Rahmi terkejut akan perlakuan manja Aisyah. Baru ini ia merasa Aisyah semanja ini.

"Maaf yah mah. Aisyah malah jadi beban buat mamah."  Ungkap Aisyah sedikit menahan tangis. Rahmi memutar tubuhnya menghadap Aisyah dan menghapus airmata Aisyah.

"Cukup Syah kamu nangisnya. Mamak gak mau liat kamu nangis lagi. Mamak akan urus kamu dan cucu mamak ini. Mamak masih ada tabungan kok. " Rahmi tak tau harus bagaimana lagi, ia merasa berdosa jika lepas tangan dari Aisyah. Aisyah seperti ini juga akibat perbuatan anaknya.

"Ijinin Aisyah bantu perekonomian kita mah. Ijinkan Aisyah kerja paruh waktu? Aisyah janji gak akan kecapean dan akan jaga cucu mama."  Mohon Aisyah pada Rahmi, tapi Rahmi kekeh tak akan memberi ijin pada Aisyah untuk bekerja mencari duit. Tapi siapa yang bisa melarang Aisyah? Aisyah bertekad untuk bekerja secara diam-diam. Apapun itu yang penting halal dan bisa membantu perekonomian keluarga dari suaminya.

***
Setelah berkeliling mencari pekerjaan dan belum mendapatkan hasil,Aisyah memilih beristirahat dan duduk di depan sebuah mini market. Kakinya sangat capek berjalan. Di tambah kandungan yang sudah menginjak 4 bulan dan mulai terlihat perubahan perut Aisyah. Aisyah duduk sambil merasakan angin menerpa jilbabnya, Aisyah melihat sepasang suami istri yang baru keluar dari dalam mini market. Dimana si suami membantu istrinya yang hamil tua berjalan dan duduk di dalam mobil.

"Bang. Apa bisa aku ngerasain perhatian kamu kayak gitu ke aku?"  Gumam Aisyah pelan, ia merasakan airmatanya jatuh. Aisyah hanya tersenyum getir, bodohnya ia mengharapkan itu dari sosok Egi yang tidak pernah mencintainya.

"Syah..." Suara itu menyadarkan Aisyah dari lamunannya. Suara itu sangat ia kenal, bahkan meski sudah lama tak bertemu. Kenapa dia ada disini?  Aisyah menoleh ke sumber suara memastikan apa yang ia pikirkan. Saat Aisyah menoleh sosok tersebut tersenyum manis.

"Darimana? Kok bisa nyasar kesini? Gak di Palembang lagi?"  Abdian memborong Aisyah dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat Aisyah tak tau menjawab yang mana terlebih dahulu. Sosok itu adalah Abdian, orang yang benar-benar telah lama ia lupakan.

"Hmmmm habis nyari kerjaan kak. Disini Aisyah tinggal sama mertua. Jangan tanya kenapa Aisyah gak ngirim undangan ke sanggar kak. Karna pernikahanya pun mendadak. Baru 2 minggu" Jawab Aisyah.

"Terus kenapa nyari kerja? Kan udah ada suami? Mau bantu suami nyari tambahan yah? " Aisyah tersenyum mendengar jawaban Abdian. Laki-laki itu tidak tau yang dialami Aisyah. Tapi, senyum Aisyah memudar saat melihat arah pandangan Abdian menuju ke perutnya yang sedikit membesar. 

"Katanya baru 2minggu nikah Syah. Kok perutmu udah besar? Udah isi? Kembar yah?"  Tanya Abdian polos. Aisyah menunduk menahan tangis, Abdian yang melihat itu mengelus pelan bahu Aisyah. Ia paham, Aisyah mengalami "kecelakaan" sebelum menikah. Abdian mencoba membujuk Aisyah menceritakan masalahnya tapi aisyah menolak dan memilih pamit untuk pulang. Abdian memberikan kartu namanya. Barang kali Aisyah ingin melamar pekerjaan ditempatnya.

***
Aisyah berjalan lesuh menuju rumah mertuanya. Ini sudah lewat waktu shalat ashar, itu artinya Rahmi sudah pasti ada dirumah.

"Assalamu'alaikum..  Aisyah pulang." Aisyah mengucap salam ketika sampai di depan pintu rumah. Dan seluruh anggota keluarga menjawab salam Aisyah, Rahmi sudah berdiri siap memborong Aisyah dengan pertanyaan-pertanyaan. Aisyah menunduk dalam merasa bersalah, ia melihat wajah Rahmi sekilas wanita paruh baya itu sepertinya sedang menahan kecewa.  Rahmi berjalan pelan menuntun Aisyah duduk di ruang keluarga.

"Syah, kamu dari mana nak? Mamak khawatir pulang ngajar kamu gak ada dirumah. Mamak tanya orang dirumah gak ada yang tau kamu kemana? Kamu darimana aja jam segini baru pulang?" Tanya Rahmi khawatir.

"Maaf mah. Aisyah salah. Aisyah.... Aisyah nyari kerja mah." Rahmi menarik nafasnya dalam mendengar jawaban Aisyah. Dini yang awalnya tak begitu senang dengan Aisyah merasa menyesal. Selama ini Aisyah sudah membantunya mengerjakan pekerjaan rumah, bahkan Aisyah begitu over protektif pada dirinya jika ia dekat dengan teman laki-lakinya. Awalnya Dini merasa Aisyah sok mengatur, tapi sampai ia hampir saja mengalami apa yang dialami Aisyah dan Aisyah menyelamatkannya Dini memilih untuk memutuskan hubungannya dengan Riyo kekasihnya dan memilih fokus pada kuliahnya.

"Hhhmmmm yuk Aisyah mau kerja? Kerja di tempat Dini aja yuk. Besok Dini tanyain sama Bos nya Dinibdeh. Kan Dini kerjanya soreh sudah pulang kuliah, Nah paginya yuk Aisyah yang gantiin. Gimana? " Saran Dini yang melihat ekspresi Ibunya seperti sudah siap memarahi menantunya itu. Aisyah mengangguk mantap dan berterimakasih pada Dini. Sedangkan Rahmi menatap Dini tak setuju.

"Dini!! Apa-apaan kamu ini? Aisyah itu lagi hamil. Kenapa kamu malah ajak dia kerja?"  Protes Rahmi pada anak ketiganya itu. Dini hanya tersenyum dan memeluk Aisyah sejenak.

"Mak, aku juga gak bodoh biarin Ayuk ipar aku kerja berat-berat. Kan di tempat Dini kerja cuma jadi kasir Mak. Cuma duduk, dan layanin pelanggan yang belanja. Lagian Bos Dini juga pasti bisa ngertiin yuk Aisyah lagi hamil. Daripada yuk Aisyah kerja di tempat lain Mak?"  Jelas Dini mencoba meyakinkan Ibunya itu.

"Mamak tetap gak setuju pokoknya. "

"Mak, ayolah. Lagian kasian yuk Aisyah. Bang Egi juga gak pernah kasih nafkah lahir batin untuk yuk Aisyah. Kan kalo yuk Aisyah kerja bang Egi pasti ngerasa nyesel udah nyia-nyiain wanita tegar,kuat,sabar, dan Sholeha seperti yuk Aisyah." Rahmi berfikir sejenak, dan menyetujui perkataan Dini. Aisyah kalau dirumahkan pasti jenuh, ia tak mau melihat Aisyah kembali murung setiap harinya.

Cerita Kelam AisyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang