23 - Bersama Dia

2.5K 91 0
                                    

Happy reading^-^

Sudah 1 minggu Thalia dirawat dirumah sakit. Lukanya mulai mengering. Namun, ingatannya sama sekali belum kembali. Thalia juga sudah mendapat izin untuk pulang kerumahnya.

"Pesan saya cuma satu, tolong kalian jangan memaksa dia untuk mengingat semuanya. Kalian bisa membantunya tapi harus dengan hati-hati." ujar dokter diangguki oleh semuanya.

Semuanya pun pulang ke rumah masing-masing, begitupun dengan Rendy yang masih 'galau'. Sesekali ia mencubit lengannya untuk memastikan apakah ini hanya mimpi saja? Ia juga selalu berpikir bahwa Thalia hanya berpura-pura amnesia, karena beberapa cerita yan ia baca, banyak wanita yang berpura-pura amnesia agar melupakan masa lalunya dengan orang yang pernah ia cintai namun menyakitinya.

Tapi ternyata tidak, Rendy harus benar-benar menerima ini semua. Dengan ini, Thalia tidak akan tahu bahwa dirinya pernah menyakitinya. Ia juga bisa membuka hatinya kepada Thalia.

Sesampainya dirumah, Rendy langsung merebahkan dirinya dikasur. Memejamkan matanya dan menikmati angin dari AC kamarnya. Tiba-tiba saja,

Drrrtttt Drrrtttt

Rendy mengambil ponselnya yang ia taruh disebelahnya kemudian tersenyum ketika melihat nama penelpon yang tertera disana. Ia langsung menggeser tombol hijau dan mendekatkan ponselnya didekat telinga.

"Halo?" panggil wanita ditelepon itu.

"Hmm?"

"Ren, kamu kesini dong. Aku kesepian nih, tadi Mama sama Om Al pergi," ujar wanita itu.

Jika kalian bingung mengapa wanita itu memanggil Al dengan 'Om', Ia belum terbiasa memanggilnya dengan sebutan 'Papa'. 

"Iya, otw"

Sambungan telepon pun terputus. Rendy mengambil kunci motornya. Ia sengaja ingin membawa motor, untuk sekedar menikmati hembusan angin.

Ia segera menyalakan mesin motornya dan langsung menuju rumah wanita yang saat ini menjadi prioritasnya, Thalia.

Sekitar 10 menit, Rendy sudah sampai didepan rumah Thalia. Ia tersenyum ketika melihat seorang wanita yang sudah mengambil hatinya keluar dari rumah.

"Kok tau kalo gue dateng?" tanya Rendy.

"Kan kedengaran," jawab Thalia seraya membuka pagarnya. "Masuk atau keluar?" tanya Thalia lagi.

"Lah ambigu gue," gumam Rendy.

"Keluar aja yuk? Mumpung mendung nih, nggak panas," ajak Thalia.

"Ambil jaket lo," ujar Rendy diangguki Thalia. Thalia segera masuk kerumahnya kembali dan tak sampai 20 detik ia sudah kembali dengan jaket ditangannya.

Thalia memakainya kemudian mengambil helm dan naik dimotor Rendy.

"Kemana?" tanya Rendy.

"Nggak tau, terserah deh," 

"Oke"

Ditengah perjalanan, motor Rendy membelah jalanan. Banyak pejalan kaki, pengendara motor dan mobil, bahkan penjual-penjual yang memandangi mereka dengan tatapan yang berbeda-beda. Bagaimana tidak? Thalia terus mengoceh seraya memeluk Rendy dengan erat. Sesekali ia menaikkan kepalanya seakan-akan ingin mencium pipi Rendy dari belakang.

"Tenang dong, Tha. Kalo kita jatuh gimana?" ujar Rendy membuat Thalia menjadi tenang. 

Wanita itu pun menyandarkan pipinya dipunggung Rendy juga masih memeluknya dengan erat.

"Pelukannya longgarin dong, gue susah napasnya," ujar Rendy.

"Eh iya, maaf"

Rendy terkekeh pelan dibalik helm full face-nya itu. Tak lama kemudian, 4 kata yang Thalia lontarkan membuat degup jantung Rendy menjadi cepat. Tak biasa ini terjadi. Rendy hanya diam. Ia benar-benar sangat gugup. Baru saja, wanita itu mengatakan,

[✔️] THANDY STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang