3

32.4K 3.5K 225
                                    

PART 3

OJK

Under Pandji memang nggak jauh dari obrolan unfaedah, kalau biasanya karyawan bikin grup Whatsapp rahasia untuk gosipin atasannya, Pandji justru bikin grup Whatsapp untuk menggosipkan kami semua, bergosip bersama yang digosipkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Under Pandji memang nggak jauh dari obrolan unfaedah, kalau biasanya karyawan bikin grup Whatsapp rahasia untuk gosipin atasannya, Pandji justru bikin grup Whatsapp untuk menggosipkan kami semua, bergosip bersama yang digosipkan. Ghibah syar'i kalau kata anak – anak.

Tapi tetap saja kami memiliki grup rahasia untuk menggosipkan Pandji. Mungkin ada grup rahasia untuk menggosipkan aku, maklum makhluk sosial. Dan mungkin ada grup rahasia untuk bergosip tanpa kalian. Nggak usah cari tahu deh, pasti sakit hati.

Tak berapa lama Pandji keluar dari ruangannya yang hanya berjarak satu pintu dari ruangan kami. Dia terlihat keren dalam setelan semi formal, andai aku menyukai tipikal pria slengekan mungkin aku sudah suka sama Pandji. Tapi aku lebih suka pria berwibawa yang dewasa, mungkin aku agak trauma hubunganku dengan Gusti.

Berwibawa dan dewasa itu seperti... aku menggeleng kasar, mengusir penampakan yang tiba – tiba muncul di benakku. Gila aja kepikiran dia.

"Pusing lo?"

"Hah?" aku menoleh pada Pandji yang berdiri di antara kubikelku dan Roro, "kepikiran mimpi buruk, Pak."

Kemudian Pandji bertepuk meminta perhatian kami semua, "guys, lo udah pada tahukan minggu depan kita diaudit. Jadi beresin kerjaan lo sekarang. Akomodasi dan tetek bengek udah gue limpahin ke Wening dan Wilda, tolong awasin ya, Djen!"

Djena mengangkat jempolnya tanda bersedia.

"Nah," Pandji melanjutkan, "orang – orang itu kan bakal pusing nih sama kerjaan, gue kasihan aja kalau yang mereka lihat Wening lagi... Wening lagi! Bukannya gimana, Wening kalau lagi bad mood bikin gue males apalagi mereka ya kan. Kalian bisa kali ajakin mereka ngobrol atau hang out sekedar ramah tamah tuan rumah."

"Kumala aja, Pak," usul Riang dengan usilnya, "dia kan lumayan tuh, masih single lagi."

Aku langsung angkat bicara, "maksudnya apa nih bawa – bawa status?"

"Maksudnya lo agresif dikitlah," kata Kaka.

"Iya, Mal, kali aja dapat jodoh orang OJK." Sambung Djena.

"Daripada menghibur orang – orang dari OJK, mending aku menghibur Big Boss kita. Kerjaan aku tuh banyak, Big Boss susah banget puasnya, ada aja yang salah."

"Erlangga kan duda, Mal, puasinnya ya bedalah. Kudu berpengalaman." Pandji berseloroh.

"Bukan gitu, Pak! Pokoknya aku nggak ambil bagian-"

"Lo tim hore, titik!" pungkas Pandji dengan tegas.

Gila ya bos aku. Masa aku disuruh genit – genitan sama orang – orang OJK? Sekalipun single dan getol nyari suami tapi kalau bisa nggak dengan cara norak gitulah.

***

"Hai, Mba Wening!" sapaan sok genit Kaka menarik perhatianku. Perawan tua yang kami gunjingkan tadi berdiri di dekat kubikelku, mau apa dia?

"Mal," ia menyebut namaku, "hari ini ke kantor Mas Erlangga ya?"

Hapeku hampir tergelincir dari tangan mendengar embel – embel 'Mas' di depan nama Erlangga. Mereka ada main ya?

"Iya, memangnya kenapa, Mba Wening?" sengaja kutambahi 'Mba' supaya cocok dengan 'Mas Erlangga'.

"Aku mau nitip dokumen buat Mas Erlangga, tolong catat kalau ada koreksi, tapi kayaknya nggak ada deh, sudah aku teliti semuanya."

Enak banget lo! Erlangga pantang koreksi dengan murah hati, pasti ada aja omongannya yang nyelekit di hati, dan aku harus menanggung itu untuk kerjaan seorang Wening? Ogah!

"Mba Wening," aku mencoba sabar, terlebih ketika teman – temanku pasang telinga walau mereka tampak sibuk sendiri – sendiri, "nanti itu aku bawa revisi penting banget, belum lagi tugas aku sendiri, Mba Wening mau aku tertahan berapa lama di ruangan Pak GM kalau harus dengerin kritikan tugas Mba juga? Bisa – bisa Mas Erlangga jatuh cinta sama aku." Sengaja kugoda dia karena ingin melihat reaksi khas perawan tua judes yang sudah melekat padanya.

Riang terbatuk keras dari dalam kubikelnya pertanda dia mendengar percakapan kami.

Tapi sayang, Wening berhasil menguasai diri. Ia melotot padaku tapi nadanya tetap tenang seperti tadi, "oke, coba kita dengar pendapat Mas Erlangga."

Giliran aku mengerjap panik ketika melihat ia mengangkat hapenya ke telinga.

Sialan! Dia benar – benar mengadu pada Erlangga tanpa membawa embel – embel 'Mas'.

"...dia khawatir Bapak jatuh cinta sama dia kalau kelamaan berdua. Anak – anak bercandanya memang suka kelewatan, Pak." Suaranya sengaja dibuat renyah.

Sejurus kemudian dia menyerahkan hapenya padaku. Mati aku, harus bilang apa sekarang? Kenapa Wening nggak bisa simpan lelucon di antara kita aja sih?

Ketika hape sudah di tangan aku sengaja mengeraskan suaraku, "siapa, Ning? Mas Erlangga?"

Wening kembali memberikan tatapan Suzana padaku sebelum beralih ke meja Roro untuk memeriksa maskaranya.

Aku menarik napas sebelum menyapa, "Halo, Pak Erlangga!"

"Tadi kamu panggil saya 'Mas'."

Napasku tercekat, niatnya bikin Wening salah tingkah malah aku yang dibuat malu.

"Oh itu, anak – anak kalau bercanda suka kelewatan. Maaf ya, Pak."

"Kalian becandain saya? Emang bener kamu takut saya jatuh cinta sama kamu kalau kelamaan berdua?" Nadanya terdengar santai, sepertinya dia tidak tersinggung.

Tapi mampuslah! Mau taruh di mana mukaku kalau ketemu dia?

"Pak, saya mohon maaf banget soal itu. Saya nggak bermaksud becandain Bapak, terbawa suasana aja karena pengen godain Mba Wening." Aku benar – benar menyesal sekarang, semoga dia tahu.

"Kalau begitu nggak masalah dong Wening titip dokumen sama kamu, sebelum makan siang sudah ada di ruangan saya ya, Riska."

"Kumala, Pak." Aku mengkoreksi.

"Kenapa?"

"Itu... nama saya Kumala, Pak." Enak aja main ganti nama orang.

Ia diam sedetik, "oh iya, saya tunggu."

"Tapi saya ditugaskan Pak Pandji untuk jemput tim OJK ke bandara, jadi mungkin agak siang."

"It's ok! Saya tunggu kamu."

Hatiku bergetar hanya karena Erlangga mengatakan 'saya tunggu kamu', aduh, ditunggu Erlangga rasanya seperti anak SD mau diimunisasi.

Jangan (takut) CLBKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang