PART 11
BENCANA
Setelah dua jam perjalanan kami tiba di sebuah komplek yang menjadi tempat kos mahasiswa. Tria mengarahkanku ke sebuah kamar yang letaknya paling depan, dekat dengan jalan. Jendela kamar itu terbuka sehingga Tria yang jangkung bisa mengintip ke dalam.
"Gar? Lo di dalem? Ini kakak," ujar Tria dengan suara rendah dan tegas. Jadi inget waktu diaudit di kantor lama.
"Ini a-" Tria segera membungkam mulutku saat aku hendak mengabarkan kedatanganku.
Tak lama kami mendengar suara anak kunci diputar dan pintu terbuka. Garda tampak berantakan dengan celana pendek dan kaos oblongnya.
"Kak Tria? Lo kok sama Mba Kumal?" tanya Garda heran.
"Iya," jawab Tria dingin, "boleh kita masuk?"
Garda pun menyingkir dari jalan dan membiarkan kami masuk.
"Mba nggak tahu kamu kuliah di sini." Kataku dengan nada skeptis.
Garda nyengir walau terpaksa, "sengaja, Mba. Kalo Mba Kumal tahu pasti bawel, yang ini lah, itu lah. Sama kek di rumah dong."
Aku melotot pada Tria, "tuh, kan dia yang rese."
Mata Garda membulat, "kalian balikan?"
Sontak aku menyangkal dan Tria hanya diam.
Garda pun tutup mulut, aku tahu dia sebenarnya penasaran tapi dengan bijak dia tahan rasa ingin tahunya.
Sejurus kemudian Tria menyentuh pundak Garda dan bicara serius dengan sangat hati - hati padanya, "ada yang pengen gue omongin sama lo."
Garda tampak bingung memandang Tria lalu menoleh ke arahku. Nggak pake lama aku pun berkata padanya, "kata Pakde, kamu nggak pulang sebulan ya?"
Tria pun berdesis menahan emosi ketika Garda menarik diri dan gelisah. Kemudian tatapan kesal Tria tujukan padaku. Ya ampun, aku salah lagi ya? Lagian nggak dibriefing dulu sebelum ke sini, nggak kompak kan kita.
"Yang, mending beliin kita makanan kek, es degan kek, atau apalah sana."
"Kenapa aku diusir sih? Aku juga berhak dengar." Protesku kesal. Garda sepupuku tapi aku justru menjadi orang asingnya.
"Garda nggak bisa ngomong kalo ada kamu, Yang."
"Emang urusan apa sih? Aku nggak bakal bilang sama Pakde, aku juga butuh tahu kondisi sepupu aku, Tria."
Tuh jadinya malah kita yang ribut dan Garda yang bingung.
Tria kembali menatap Garda, "lo nggak apa - apa kalo Mba Mala ikutan denger?"
"Janganlah, Kak. Mba Kumal itu digertak dikit udah keluar rahasianya orang satu kampung."
Aku menghardik kesal, "Garda!"
Tria pun membalik badanku ke arah pintu, "udah, kamu beliin kita makanan aja." Kemudian ia merunduk ke telingaku dan berbisik, "duduk sini aja."
Aku langsung menoleh ke arah bangku di bawah jendela kemudian kulirik Garda yang sedang memperhatikan kami.
"Ya udah deh, beli gorengan," ucapku agak keras sebelum Tria menutup pintu.
Aku duduk dengan tenang di bawah jendela, bahkan aku takut menghela napas, takut Garda dengar. Jadi kutunggu beberapa detik hingga Tria angkat bicara.
"Kenapa Mba Mala nggak boleh dengar? Pasti ada kejadian buruk." Suara Tria memang rendah tapi yang sekarang tidak mengintimidasi. Udah kayak bapak ke anak tahu nggak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan (takut) CLBK
ChickLitBagi Kumala Andini, move on dari seorang mantan terindah bernama Tria Hardy tidaklah mudah. Bahkan ketika sang mantan lebih memilih ta'aruf dengan gadis yang jauh lebih baik alih - alih menerima sinyal untuk balikan dari Kumala. Ia rela resign demi...