Bagi Kumala Andini, move on dari seorang mantan terindah bernama Tria Hardy tidaklah mudah. Bahkan ketika sang mantan lebih memilih ta'aruf dengan gadis yang jauh lebih baik alih - alih menerima sinyal untuk balikan dari Kumala. Ia rela resign demi...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kupandangi hape keluaran lama itu hingga layarnya gelap. Dengan SIM Card sekali pakai, aku mengirim pesan singkat ke nomor yang diberikan Garda padaku sehingga begitu urusan ini selesai bisa langsung kuenyahkan.
Aku hanya tidak ingin urusan Garda mengganggu nomor pribadiku, sudah banyak gangguan di nomor itu: Pandji, Tria, Erlangga, Djena, Mama dan Papa.
Jujur aku takut sekali menantikan balasan dari Omnya Rena. Mungkin dia akan membalasku dengan satu kata sarat makna: Bajingan!
Aduh... bayanginnya aja udah bikin perut melilit. Apalagi ketemu nanti ya? Ketika berimajinasi tentang Omnya Irena aku langsung terbayang akan sosok Hulk. Bukan tanpa sebab, Garda menggambarkan pria itu tinggi dan emosional. Siapa lagi kalau bukan Bruce Banner pas lagi ngambek?
Aku sengaja tidak menyebutkan nama, aku hanya tidak ingin pria itu merasa superior begitu mengetahui genderku.
Ketika kuusap lagi layar hapeku, di sana masih terpampang foto aku dan Tria. Kapan ya itu? Waktu kita jalan – jalan naik motor ke festival budaya, lihat pawai busana. Waktu Tria belum kerja di perusahaan rokok itu, waktu aku belum kenalkan Ajeng padanya. Waktu semua masih sangat baik – baik saja.
Seperti apa kita sekarang andai dia tidak pernah bertemu Ajeng? Andai dia mau fokus selesaikan skripsi tanpa perlu kerja sambilan segala? Toh, dia nggak kekurangan uang waktu itu.
Mungkin kita sudah punya satu anak—atau dua.
Baiklah, masa lalu tidak akan terulang dan Om-nya Irena sepertinya tidak berniat mengacuhkanku. Lebih baik aku lanjut bekerja karena masa depan berwujud kewajiban dari Erlangga harus diurus.
Kubuka berkas yang kutinggalkan hari jumat lalu, tertulis Revisi dari Erlangga disusul sederet coretan yang buat orang tidak bernafsu merevisi tapi lebih memilih membuat proposal dari awal.
Erlangga...
Aku memejamkan mata setelah membaca nama itu di kertas kerjaku.
"Ya apakah dia itu harus benar - benar lajang atau kamu nggak masalah sama yang sudah pernah menikah."
Kenapa dia bertanya seperti itu ya? Bukannya kelihatan banget kalau dia sedang membicarakan diri sendiri? Aku meringis heran, masa sih dia suka sama aku? Aku menggelengkan kepala, andai dia memang suka sama aku maka bisa kupastikan kalau kepalanya baru saja terbentur tunggakan kredit.
Tapi kalau memang Erlangga suka sama aku...
Gimana ya? Kalau secara obyektif, Erlangga memang paling tampan jika dibandingkan Pandji atau Tria. Secara umur juga sudah paling dewasa. Secara pengalaman pun pastinya paling banyak, nggak cuma pengalaman berumah tangga yang udah mainstream, Erlangga juga punya pengalaman bercerai. Ibarat penelitian, Erlangga ini adalah narasumber utama. Kalau ingin berumah tangga cobalah Erlangga.