7

29.5K 3.1K 216
                                    

PART 7

KENCAN DARURAT

Kupandangi layar hape dengan lesu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kupandangi layar hape dengan lesu. Tahu gini kan nggak usah dibawa, Pak Raden... seneng banget bikin repot bawahannya.

"Itu bom, Mal?" Mas Djena buru - buru meletakan file case-nya setelah absen begitu masuk ke dalam ruangan. Ia sempat melirik paket yang memang mencolok di atas meja kerjaku.

"Titipannya Pak Raden," jawabku lesu sambil menggulir layar pengumuman yang tidak datang juga. Maksudnya... jangan digantungin gitu loh, pengumuman isinya nilai doang, nggak ada keterangan lolos nggaknya. Cukup perasaan aku aja yang digantungin, hasil tes jangan.

"Loh, ikut meeting juga?" tanyaku saat Mas Djena buru – buru meninggalkan mejanya, "nggak briefing?"

"Hari ini nggak ada briefing, Pandji lagi rapat sama direksi, bakal sibuk tuh semua manajerial."

Manajerial? Pikiranku langsung melayang pada...

"Pak GM juga?"

"Iya, Riska..." jawab Mas Djena ditarik – tarik lalu bibirnya menyungging senyum.

Aku mengerutkan hidung karena risih, "kok Riska sih?"

"Lagian kok bisa sih lo dipanggil Riska? Mana bikin heboh tiga kantor lagi."

Aku terperanjat, "serius? Tiga kantor, Mas?"

"Cabang Patimura sama Tendean kemarin telepon ke sini, bingung nyari orang yang namanya Riska."

Aku menopangkan dagu, "Pak GM itu mungkin agak pikun ya, Mas," ujarku prihatin.

Djena tampak berpikir, "nggak juga, buktinya sama kerjaan gue dia nggak lupa tuh, padahal yang dia handle kan banyak," kemudian Djena menambahkan, "mungkin dia agak lupa sama yang nggak begitu penting sih."

Djena ngomongnya biasa aja sih, tanpa ada maksud merendahkan aku. Tapi akunya baper. Jadi aku nggak penting gitu ya di mata Erlangga?

"Nggak enak banget ya kerja diawasin Big Boss. Rasanya tertekan banget."

"Lo aja yang mandang dia terlalu besar. Erlangga tuh baik, humble juga, cuma memang orangnya kaku, jadi kadang yang dia maksudkan sama yang dia ucapkan jatuhnya beda."

Aku mengiyakan dengan enggan, "mungkin ya, Mas."

"Masih nggak setuju juga?" tanya Mas Djena geli, "paling nggak dengan diawasin langsung sama dia kerjaan lo beres kan?" kemudian ia melipat tangan dan tatapannya menyipit, "kadang gue heran, kenapa orang selevel dia mau ngurusin junior macam lo. Maksud gue, tinggal serahin ke gue atau Pandji kan beres."

Langsung kuamini penuh semangat, "itu dia, Mas. Big Boss buang – buang waktu aja ngurusin aku."

"Mungkin dia pikir lo lucu, buat hiburan aja." Djena nyengir.

Jangan (takut) CLBKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang