PART 17
PILIHAN HATI, BUKAN PILIHANKU
"Halo?"
Kujawab telepon dari Tria saat jam makan siang. Tapi kali ini aku melewatkan kemewahan itu untuk menenggelamkan diri dalam pekerjaan. Bahkan kerjaan bulan depan sudah mulai kukerjakan sekarang, udah kayak persiapan mau meninggal gitu deh.
Ternyata begini rasanya bertengkar sama Erlangga. Tapi Erlangga tuh siapa? Kenapa juga rasanya seperti patah hati? Kita kan nggak ada hubungan khusus.
Yah, untungnya aku nggak nangis berhari - hari sampai mata bengkak seperti waktu putus dari Tria dulu.
Walau demikian, sekeras apapun aku berusaha untuk tidak memikirkan Erlangga tetap saja dia ada di pikiranku. Ada perasaan mengganjal di dalam hati, seperti sesuatu yang nggak tuntas.
Rasanya nggak rela kita berpisah seperti kemarin. Semacam ada banyak alasan dan juga perasaan yang ingin kuungkapkan padanya. Perasaan yang takut kuakui pada diri sendiri.
Sebenarnya aku tuh mengerti gelagat aneh Erlangga selama ini, cuma nggak mau ge-er. Lagi pula gimana kalau kita sebenarnya nggak cocok?
Sekarang aku nggak mau melawak dengan hidupku lagi. Serius, aku patah hati. Erlangga bisa punya pengaruh segini besarnya sama aku. Nggak adil kan?
"Belakangan ini kamu sibuk banget. Sedang apa?" tanya Tria. Dari suaranya dia pasti sedang makan.
"Ini masih ada kerjaan. Kamu makan apa?"
"Makan Coto, tapi enak racikan kamu. Ini kebanyakan jeruk nipis jadi asem banget. Mau dibuang takut dosa, ya udah makan pelan - pelan."
"Emang jeruknya berapa iris?" sebenarnya aku sibuk mencari pertanyaan yang tidak terdengar seperti basa basi. Sungguh aku sedang nggak ingin bicara sama Tria dulu sekarang.
"Sebiji, dimasukin semua."
Aku tergelak pelan. Agak maksa sih, sudah nggak ada selera untuk humor sereceh apapun. "Buang aja. Orang normal mana yang mau makan itu."
"Gapapa deh. Saking kangennya aku sama kamu sampai kebablasan. Kamu sudah makan?"
"Belum." Tadi pagi belum, kemarin malam belum, kemarin siang belum. Cuma minum air putih sama makan biskuit. Hikmahnya perut jadi bagus gitu.
"Maag kamu loh, Sayang."
"Iya, ini sambil nyemil kok," nyemilin isi staples, gerutuku dalam hati.
"Eh, kemarin aku ke pameran WO."
"Hah? Ngapain?" tumben - tumben Tria mau pergi ke acara begituan.
"Nganterin Petter sama tunangannya. Eh kebetulan ada AL Organizer yang dipakai pas nikahannya Dimas."
Tuh, kan, sudah kuduga. Kamu pergi ke sana cuma karena teman kamu aja.
"Oh, yang pakai tema Jawa itu ya?"
"Iya, itu budgetnya... aku bisalah langsungin pernikahan tahun depan."
Tahun depan? Heh, ini sudah bulan Desember, tahun depan sama bulan depan nggak ada bedanya. Kalau ngomong yang jelas, minta disuapin isi staples juga nih orang.
"Katanya masih ikatan dinas? Terus kamu pengen punya rumah dulu kemarin." Uh, semoga dia tidak menangkap suara panikku.
"Kata Bang Jack bisa kok, diakalin aja. Jadi nikahnya weekend terus ambil cuti biasa, bukan cuti nikah. Kalau soal rumah bisa kita usahain sambil jalan aja," kemudian ia diam sejenak, "sebenarnya Papa udah siapin rumah buat aku sih, tapi jangan ngarepin warisan dulu deh, aku bisa kok nafkahi kamu pakai hasil keringatku sendiri."

KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan (takut) CLBK
ChickLitBagi Kumala Andini, move on dari seorang mantan terindah bernama Tria Hardy tidaklah mudah. Bahkan ketika sang mantan lebih memilih ta'aruf dengan gadis yang jauh lebih baik alih - alih menerima sinyal untuk balikan dari Kumala. Ia rela resign demi...