8

26.7K 2.8K 356
                                    

PART 8

ONLY FRENCH KISS

Aku sedang mengeringkan rambut dengan hairdryer sambil menghubungi nomor Erlangga pagi ini. Bibirku tak hentinya mengulas senyum di depan cermin. Pokoknya hari ini harus cantik.

Tidak seperti hari minggu yang sudah - sudah dimana menjadi hari paling ditakuti kaum single sepertiku, kali ini aku merasa tidak sendiri lagi. Kencan tapi bukan dengan pacar. Kalian pernah nggak?

Jadi ceritanya semalam itu...

"Udah mau pulang?" tanya Tria lagi sambil bersandar santai di dinding kubikelku. Kalau capek, sini sandar di pundakku aja.

"Iya, udah jam sembilan. Hari Sabtu lho ini, orang - orang pada malam mingguan, aku malah terjebak di sini."

Dengan santainya dia menjepit cuping hidungku, "lagian jomblo mau malam mingguan sama siapa? Udah bagus dikasih lembur daripada sedih lihat orang lain berduaan."

Eits, jangan salah! Bukan manusia lagi yang bisa buat aku sedih karena lihat mereka berpasangan. Lihat sayap ayam Korea sama toilet aja sudah buat aku merasa kalah beruntung tahu nggak.

"Jomblo juga butuh malam mingguan kali," jawabku ketus, "lagian aku sudah biasa sendiri kok, seneng – seneng aja."

Tria mencebik malas lalu mencubit cuping hidungku, "ya itu karena kamu sudah terlalu lama sendiri jadinya keenakan, Sayang."

Aku langsung menjaga jarak, "eh, apaan nih sayang - sayang segala?"

"Oh, udah nggak sudi dipanggil 'sayang'?"

"Emang kita jadian?" ujarku setengah menggoda setengah ngarep.

Senyum di wajah Tria memudar, ia memalingkan wajah sebelum kembali memandangku.

"Kamu... merasa nggak sih kalau jadian itu buang – buang waktu?"

Kedua alisku terangkat tinggi. Maksudnya?

"Kita sudah sama – sama pernah jalani hubungan yang namanya pacaran. Menurut aku pacaran itu nggak rasional. Kita saling mengekang, mengatur satu sama lain, terus ujung – ujungnya putus. Semua itu kekanakan dan buang – buang waktu."

"Oh..." cara pandang yang sesuatu sekali ya, Tria. "Jadi mending ta'aruf-"

"Mending jalani aja dulu," sahut Tria malas, "kita saling sayang dan peduli, tapi kita juga menghormati hak pasangannya. Kan rasa memiliki yang berlebihan itu nggak sehat, Mal. Kamu setuju, nggak?"

"Kalau sudah dijalani?" tanyaku sinis.

"Ya kalau sudah tiba waktunya, kamu ingin menikah ya ayo kita menikah. Suatu hubungan kan muaranya ke situ juga."

"Terus, kamu bebas gitu mau jalan sama cewek lain? Kayak Pandji?"

"Ya nggaklah, aku ya tetap sama pasangan aku."

Aduh... mendadak pening nih. Tria... kenapa ya? Ada pengalaman burukkah dalam kehidupan percintaan dia selain denganku?

"Aku pulang deh, udah malem."

Tria menegakan tubuhnya, tahu perubahan hatiku yang kalau dirayu akan makin menjadi – jadi ngambeknya. Ia sengaja memberiku jarak dan waktu untuk merenung.

"Sorry, nggak bisa antar. Ada kerjaan."

Aku mengangguk dan berusaha terlihat baik – baik saja.

Jangan (takut) CLBKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang