9

25.8K 2.8K 329
                                    

PART 9

FOLAMIL GENIO...?

"Heh, senyum – senyum aja lo," Djena sukses mengejutkanku di lorong menuju ruang marketing, "laporan keuangan udah beres?"

"Yang mana, Mas?" aku memandang Djena dengan senyum lebar. Bahkan laporan keuangan tak mampu menghapus efek pendekatan Tria.

"Semuanyalah, Erlangga Putra dateng jam setengah sepuluh."

Aku mengernyit samar. Erlangga Putra tuh siapa ya?

Sedetik... dua detik... tiga det-

Astaga! Erlangga GM!

"Mau apa dia datang ke sini?"

Djena menautkan alisnya dan tersenyum heran, "ya terserah dia, kantor kita kan teritorial dia."

Sisa senyumku hilang sempurna. Bunga yang baru saja bersemi di hatiku kembali kuncup bahkan layu. Efek PDKT Tria hilang tak berbekas, dan rencana pergi ke salon sebelum kencan nanti malam dengan Tria seolah tak pernah ada.

Jentikan jari Thanos Erlangga menghapus semua kebahagiaanku. Gini ini kalau orang kebanyakan dosa.

Terus missed call kemarin kira – kira kenapa ya? Sampai lupa lagi. Apa kutanyakan saja ya? Lebih baik diam, Mala. Wait and see, kalau istilahnya Djena. Syukur – syukur Erlangga lupa.

Segera meja kerja kuacak - acak seperti kapal pecah. Aku sudah membuat revisi laporan keuangan tapi belum semua berkas kukumpulkan.

Aku menghubungi perusahaan debiturku dan menagih apa yang pernah kuminta beberapa hari yang lalu. Dan gila, tidak kufollow up karena lupa.

Tria itu baru saja masuk kembali ke kehidupanku tapi dia sudah menempati separuh ruang dalam otakku, urusan yang lain tergeser begitu saja. Gawat!

Akan tetapi kehadiran Erlangga secara tidak sengaja dalam hidupku sukses membuatku selalu gelisah, napas tak lancar, mau merem pun susah. Hanya dengan mendengar namanya saja jantungku seolah mengambil ancang – ancang untuk lari. Takut! Mungkin ini ciri lingkungan kerja yang tidak kondusif.

Sisi baiknya adalah ketika Tria buat aku halu, paling nggak Erlangga buat aku tetap berpijak di bumi dan menyadarkanku kalau 'hidup itu berat, Mal!' jadi bisa seimbang gitu.

"Cie... yang mau ketemu Big Boss, cantik bener." Goda Roro yang terlihat santai dengan kopi di tangannya pagi ini.

Abaikan godaan. Abaikan! Abaikan!

Aku tahu, alih – alih cantik, penampilanku sekarang pasti sudah seperti super babu. Iya aku tahu rambutku berantakan, tadinya sengaja kucatok dan kugerai supaya menarik perhatian Tria namun akhirnya sekarang terpaksa kujepit ke atas supaya bisa fokus.

"Eh, Riska!" panggil Kaka, "santai napa, ketemu Big Boss kek mau ketemu malaikat pencatat amal buruk."

Tetap fokus mencetak file yang kubutuhkan aku berkata pada mereka, "kerjaan kalian semua udah pada beres ya? Ngeledek mulu."

"Ya belumlah," jawab Riang enteng, "kan ada elo, Big Boss datang ke sini cuma buat nyariin lo doang, Mal."

Udah pada sinting orang – orang. Aku berupaya agar zero defect, mereka malah santai - santai. Ngapain juga Erlangga nyariin aku, dia nyariin kita semua. Kan?

Telepon di mejaku berdering sekali, tidak perlu menunggu kali kedua untuk mengangkatnya. Ternyata debiturku yang baik sudah menyiapkan berkas pendukung laporan keuangannya dan tinggal di-pick up.

Aku berjalan tergesa – gesa supaya kebagian mobil operasional. Ketika melintasi pantry, kulihat Wilda sedang asyik terkikik centil sambil menutupi mulutnya, wajahnya merah merona gitu. Sembelit apa lagi ngomongin jorok ya?

Jangan (takut) CLBKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang