'Ceklek'
"Hai, Bro. Apa kabar?"
Reinald seektika berbalik, dan melotot di detik kemudian, "KAMU!!" jeritnya sedikit dramatis.
"Hai Rei, Assalamu'alaikum," sapanya sekali lagi.
"Woooo---"
"Jawab salamnya, Pak Dosen!"
Reinald cengengesan, "Wa'alaikum salam."
Reinald terus mengamati orang yang telah berani masuk ke ruangannya sambil berkacak pinggang, tangan sebelahnya lagi ditangkringkan di dagunya, kepalanya miring, terus mengamati orang di hadapannya itu.
"Ck, lama tak bertemu, kamu bukan playboy pada jenis berlubang saja, tapi jenis berbatang juga."
"Ontohod." Reinald mengeplak orang tersebut. Terus duduk di sampingnya. "Kapan balik ke Jakarta?" tanyanya.
"Sebulan lalu."
"Dan baru ngasih kabar sekarang?"
"Nomornya gk bisa dihubungi."
Reinald mengangguk, memang benar, nomor yang lama dia blokir karena terlalu banyak panggilan yang terus menerornya, siapa lagi kalau bukan perempuan koleksinya. "Hehe lupa, sudah ganti. Tapi kan kamu bisa main ke rumah."
"Belum sempat."
"Kapan kamu balik lagi ke sana?"
"Aku berencana tinggal di Jakarta."
"Waaah ada saingan dong aku."
"Gak tertarik."
"Terus kamu?" Reinald menunjuk ke arah lawan bicaranya.
"Aku ke sini buat seleksi mahasiswa dari jurusan Seni. Fashion Designer lebih tepatnya."
"Serius?" tanya Reinald agak terkejut.
"Hmmm."
"Wow, jadi ... kamu si CEO itu?"
"Dari mana kamu tahu?"
"Ck udah menyebar juga gosipnya, sang CEO dari perusahaan ... sh*t, kenapa aku lupa jika kamu itu tuan muda Firduas?" Reinald benar-benar gak ngeuh jika yang nyeleksi itu dari perusahaan 'Firdaus Style', perusahaan raksasa milik keluarga temannya ini.
"Ck selain hoby wanita, sekarang hobi bergosip kamu?"
"Ontohod." Reinald kembali mengumpat.
Radhi, teman dari semasa SMP, ternyata masih seperti dulu. Hidup di Negera luar, tidak dapat membuat seorang Radhi mengubah cara bicaranya. Irit, kalau sekalinya panjang lebar, nyeletit, langsung menusuk tulang belulang. "Kamu hebat, Dhi. Aku gak nyangka kamu orangnya. CEO muda, ckckck aku salut."
"Hmm."
"Sejak kapan kamu pimpin perusahaan?"
"Makanya sekali-kali beli majalah Bisnis, jangan majalah playboy mulu yang diborong."
Reinald melongo mendapat jawaban Radhi. "JANGKAR KEHEEEED," rutuk hatinya. "Terseraaaaah," tandas Reinald pasrah.
"Aku terusin usaha papi."
"Yaa, tapi biar kutebak, Perusahaan itu makin melejit setelah kamu yang ambil alih kan?"
"Kamu juga bisa seperti itu? Kenapa gak kamu ambil?"
Reinald, ditanya seperti itu hanya tersenyum garing. "Aku belum ada minat, Boss. Mau berbakti dulu pada Nusa dan Rara, eh Bangsa."
Radhi mendengus, "Bukan karena banyak targetan kamu di sini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Killer-ku (On Going)
General Fiction--Saat cinta diperkuat dengan ikatan pernikahan.-- "Bang!" "Ya." "Kenapa Abang lamar Mai?" "Ingin." "Apakah ... Abang selama ini jatuh cinta ya pada Mai?" "Jangan sembarangan!" Gadis itu mencebikkan bibirnya, 'Kalau gak cinta, ngapain ngelamar, kan...