'[My Al, tolong mintain izin ke pak dosen, ya! Please!][Bolos? Kenapa?]
[Males belajar. 😣]
[Lha, aku sama sapa dunk? 😢]
[Sama pak Ruslan aja, 😋]
[Jahad!! 😤]
[Wkwkwk, kamu udah di Kampus, kan?]
[Iya, 😑. Mau bolos juga, tapi di kelas IT hari ini ada tugas yang harus dikumpulin]
[Yang sabar, Mbak. Tenang aja! Pak Dosennya kakak aku, kok. Hot diamah.]
[No comment!!]
[Hahahaha, ya udah aku break dulu, ya. Jan lupa yang rajin belajarnya. Biar dapet suami Dosen. Wkwwkk]
[Iewwww!!! 😱 Yup, see u, Mbak. 😚]
Maira menaruh ponselnya kembali. Sebenarnya hari ini dia udah bersiap, malahan taksi yang mengantarkannya pun hampir sampai di kampus. Tapi tiba-tiba dia membelokkan tujuannya ke sebuah kafe yang tak jauh dari kampusnya itu. Beruntung hari ini dia tak ikut numpang di mobil kakaknya. Jadi dia bisa bolos.
Sedikit nakal memang. Niat dari rumah mau belajar, tapi buktinya malah nongkrong. Berasa makan gaji buta dia.
Ya, ini bukan salahnya juga, tapi salahkan saja bang Suherman! Dosen Killer yang membuat anak gadis macam dirinya galau.
Ya, iya! Dirinya ngaku deh! Ketidak hadiran dosen killer itu ternyata lebih membuat moodnya lebih buruk daripada saat dirinya berdebar kencang bila melihatnya. Karena dia yakin, debaran jantung itu adalah jenis debaran yang menyenangkan.
Selama ini, dia terus menampik perasaan ini, karena dia tahu, bahwa dosen killer itu bukanlah seseorang yang pantas dia harapkan. 'Dia sudah mempunyai kekasih, Mbak. Sadarlah!!'
Tapi, seperti kata pepatah, 'Cinta memang tak tahu ke mana dia bertuan. Jangan menyalahkan hati yang melabuh. Karena cinta datang tanpa kita pinta.'
Namun tetap saja, itu salah di matanya. Karena itu sama saja membunuh diri kita sendiri. Entah itu secara spontan maupun secara perlahan.
Andai dia bisa mengapresiasikan kata 'Cinta tampa pamrih', dia takkan segalau ini. Faktanya rasa yang telah bersemayam di hatinya, ternyata memaksa untuk berharap walau hanya sebentar saja.
Bulshit! Tak ada cinta yang akan merasa dirimu cukup, kecuali cintamu pada Sang Pencipta cinta itu sendiri, dan atas cinta Ilahi padamulah, maka hatimu pasti mendapatkan cinta pada keikhlasan.
Bahkan dirinya pun tak sadar, kapan dia mencintai. Yang dia tahu adalah rasa kagumnya yang memang sudah dia akui sejak kecil. Pria yang memiliki wajah tidak menyeramkan yang sering menolongnya itu, sehingga timbul rasa untuk menghormatinya, bahkan sampai sekarang hatinya masih menganggap bahwa dia adalah Superheronya.
Entah sejak kapan rasa kagum itu berubah layaknya Satria baja hitam menjadi rasa takjub dengan menyeret rasa rakus dan serakah untuk bisa memilikinya. Bahkan dengan tak tahu malunya, dia ingin memilikinya hanya untuk dirinya sendiri, tak mau berbagi. Menyeramkan.
Mengingat semua itu, Maira cemberut. Tak semangat berbuat apa-apa. Melihat jam tangannya, menunjukkan pukul 10. Sudah cukup ternyata dia di kafe itu. Beranjak keluar, lalu menyetop taksi. Berjalan memasuki taksi sambil kembali mencari-cari tempat yang akan dia kunjungi. Karena tak mungkin dirinya pulang di jam segini.
........
"Waaah, lihatlah siapa yang datang? Serasa mimpi saya, sudah lama tak kedatangan tamu terhormat kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Killer-ku (On Going)
General Fiction--Saat cinta diperkuat dengan ikatan pernikahan.-- "Bang!" "Ya." "Kenapa Abang lamar Mai?" "Ingin." "Apakah ... Abang selama ini jatuh cinta ya pada Mai?" "Jangan sembarangan!" Gadis itu mencebikkan bibirnya, 'Kalau gak cinta, ngapain ngelamar, kan...