"Mai," Aliza terus memanggil Maira. Tapi dari tadi temannya itu tidak mengindahkannya. Aliza merasa aneh dengan sikap Maira yang berubah drastis semenjak pembahasan dokter si pacar dosen baru itu. Ada apa sebenarnya dengan Maira?
"Mai!"
"Apa, apa?" Maira menjawab tergesa.
"Kamu itu, dari tadi aku nyerocos ngomong, kamu kacangin? Ya Allah, sedih banget," ucap Aliza cemberut.
"Duuh, maaf banget, al! Aku, aku sama sekali gak tahu," jawab Maira merasa bersalah.
"Bagaimana bisa tahu? Kamu malah melamun. Jangan banyak melamun, ah! Takut ada yang mampir," ucap Aliza meringis pura-pura takut.
"Mampir apaan? Banyakin do'a makanya! Biar dedemit gak dekat-dekat."
"Kalau emang rajin berdo'a, lagian kenapa mesti melamun dari tadi?"
Maira cemberut, skakmat dia.
"Lagian, kamu lagi lamunin apaan, sih? Serius banget. Sampai aku nanya dari tadi, kamu gak respek."
Maira menghela nafasnya, tentu saja gak akan jujur. Malu atuh! Lagian ini otak, kenapa harus mikirin bang suhe itu sih? Dia itu sudah berubah. "Wake-up, Mai! Dia bukan bang suhemu lagi," ucapnya dalam hati.
"Kamu mau tanya apa barusan?" Maira mengalihkan pembicaraan.
"Euum ... itu, tentang kakakmu. Pak Reinald. Apakah benar, bahwa dia memacari semua pacarnya, hanya status saja, tak lebih dari itu?" tanya Aliza sedikit ragu. Dia tak tahu pertanyaannya itu benar apa salah.
Maira memicingkan matanya, "Kenapa tiba-tiba kamu bertanya tentang kakakku?"
Aliza gelagapan, "C-cuma penasaran aja, ish. Kamukan tahu, aku syok banget pas kamu bicara soal pak Rei."
Maira mengerutkan dahinya, berfikir, "Emang aku bicara apa tentang kak Rei?"
"Issh. Masa gak ingat, sih? Katamu tadi, pak Reinald itu orang yang akan memutuskan pacarnya, jika sang pacar sudah mulai minta yang aneh-aneh."
"Masa, sih? Aku bilang begitu? Kapan?"
Aliza menganga, dan melotot, seketika tangannya memukul lengan Maira, "Kamu, gak lucu tahu, gak?"
"Hahaha, maaf, becanda, Aliza sayang!" ucap Maira sambil merangkul sahabatnya.
"Jadi, benar tidak ceritamu itu?" tanya Aliza.
"Gak benar, kak Rei sama saja dengan dosen tembok baru kita. Playboy cap tokek," jawab Maira, mendadak ketus kembali.
Aliza menatap sahabatnya heran, "Kamu ini, kenapa sih? Berubah-ubah moodnya. Lagian, kenapa malah dosen baru kita terseret juga? Apa hubungannya?"
"Aku kesal aja, buku komikku, gak bisa dibalikin hari ini. Bagaimana kalau aku gak bisa pinjem lagi di sana?" ucap Maira sedikit keras. Berharap Radhi yang baru saja melewati ruangannya mendengar.
...
"Non Maira."
Maira menoleh, sopir keluarganya sudah menunggu di depan gerbang kampusnya.
"Pak Karmin? Sedang apa Bapak di sini?"
"Anu, Non. Tadi, den Rei menelpon saya, katanya suruh jemput Non."
Maira mengangguk, Aliza menghela nafasnya lega. Dia tak satu mobil lagi dengan dosen belangnya itu.
"Ya sudah, Ayok, Al!" Aliza mengikuti Maira masuk ke dalam mobil.
Tak jauh dari sana, Radhi tersenyum menatap mobil yang ditumpangi Maira makin menjauh. Dia mendengar semua pembicaraan Maira dengan temannya itu, karena dia memasang alat penyadap suara yang ditempelkannya di buku kedokteran milik Maira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Killer-ku (On Going)
General Fiction--Saat cinta diperkuat dengan ikatan pernikahan.-- "Bang!" "Ya." "Kenapa Abang lamar Mai?" "Ingin." "Apakah ... Abang selama ini jatuh cinta ya pada Mai?" "Jangan sembarangan!" Gadis itu mencebikkan bibirnya, 'Kalau gak cinta, ngapain ngelamar, kan...