"MasyaAlloh, Sayang. Kamu darimana saja? Mam---- Astaghfirullooh, ada apa dengan matamu?" Maira meringis saat ibu mertuanya menyambutnya dengan renretan pertanyaan. Sebenarnya dia tak mau pulang kesana untuk saat ini. Setidaknya sampai matanya tidak terlalu bengkak. Dia tak ingin ibu mertuanya bertanya ini dan itu. Terbukti bukan? Bahkan belum juga kakinya menginjak teras rumah megah itu, sang mertua sudah membombandirnya dengan beberapa pertanyaan.Tapi, sebenarnya yang lebih penting adalah ... dia gak percaya diri karena dirinya yakin, saat ini wajahnya pasti jelek sekali. Bahkan dia sendiri gak berani melihat pantulannya sendiri, baik itu di cermin, ataupun kaca spion. Ini semua tu gara-gara ....
"Biarkan Mai masuk dulu, Mi." Maira mendelik kearah seseorang yang tengah merangkul pundaknya ini. Andai di sini tak ada ibu yang melahirkan suaminya ini, ingin sekali Maira menghempaskan tangan besar nan hangat tersebut, dan memaki-maki pria yang telah menjadi suaminya ini. Meneriaki sambil menunjuk-nujuk, 'Lepas! Aku jijik, Mas. Aku jijik.' Oke, lupakan! Itu hanya dialog yang sempat dia dengar dari saluran layar kaca yang sempat viral itu.
"O-oh, I-iya. Maaf! Mami hanya panik saja. Soalnya dari tadi siang Mami gak bisa hubungi istrimu. Kamu juga, ditelfonin gak diangkat-angkat. Bikin kuatir orang tua saja." Melisha hendak membawa Maira dan menuntunnya kedalam rumah, namun tak jadi karena Radhi yang lebih dulu memeluk istrinya supaya lebih merapat ketubuhnya.
Kumenangiiiiss, membayangkan ....
Betapa kejamnya dirimu atas diriku, ....
Kau duakan cinta ini, ....
Kau pergi, bersamanyaa ... howowo ....
"Astaghfirulloh, Mami. Siapa yang menyalakan saluran sialan itu?" Tak sadar. Radhi bertanya pada ibunya dengan suara keras. Pasalnya, baru setengah jam-an dia menenangkan istrinya yang menangis karena melihat acara unfaedah itu. Dia baru tahu jika ada sinetron se-alay itu.
'Peletak' "Berani kamu bentak Mami?"
Beruntung, umpatan Radhi masih tergantung di ujung lidahnya saat ibunya dengan sesuka hati memukul kepalanya. Sehingga tak membuat ibunya bertambah murka.
"Sinetron ini sangat bermanfaat untuk para istri tahu. Setidaknya kita bisa ambil hikmah dari sana, semisal kita tahu ciri-ciri suami berselingkuh itu seperti apa." Radhi menganga mendengar ucapan ibunya.
Kumenangisss ... melepaskan, ....
Kepergian dirimu dari sisi hidupku, ....
Harus selalu kau ... tahu, ....
Akulah hati yang telah ... kau sakiti, hiiiiiiiiiiii ....
"Hiks-hiks-hiks."
Radhi langsung menoleh kearah Maira yang kembali sesegukan di dalam rangkulannya. Begitupun dengan Melisha yang tengah melongo merasa bingung dengan tingkah menantunya.
"S-syang, kamu kenapa?"
"Hiks-hiks, sedih aja, Mi. Lihat perempuan itu diselingkuhi sama suaminya, hanya karena istrinya belum bisa hamil. Hiks-hiks." Tubuh Maira terguncang karena tangisannya. Dengan Gerakan gemas, Radhi berjalan kearah sofa dengan langkah besar. Tangannya meraih remote yang teronggok di atas sofa. 'Klik' seketika kotak tipis sebesar 100 inc itu mati dan gelap.
"E-eh, kenapa dimatiin. Itu sinetron belum selesai. Mami pingin tahu akhir kisah si suami tukang selingkuhnya itu. Tertabrak Truk atau jatuh miskin dengan penyakit TBCnya?"
Radhi berdecak sambal memijat pelipisnya, "Mami gak lihat mata Maira bengkak begitu. Seharian dia menangis karena nonton kaya begitu di rumahnya Reinald."
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Killer-ku (On Going)
General Fiction--Saat cinta diperkuat dengan ikatan pernikahan.-- "Bang!" "Ya." "Kenapa Abang lamar Mai?" "Ingin." "Apakah ... Abang selama ini jatuh cinta ya pada Mai?" "Jangan sembarangan!" Gadis itu mencebikkan bibirnya, 'Kalau gak cinta, ngapain ngelamar, kan...