Radhi mendengus tak senang, mendengar celotehan beberapa mahasiswa di kantin itu.
"Nih!" Reinald datang, membawa hidangan makan siang yang dipesan Radhi, lalu duduk di hadapan pria itu, membaca basmalah sebelum menyuapkan makanannya. Pun dengan Radhi.
"Dhi." Reinald memanggil Radhi.
"Hmm?"
"Dari mana kamu tahu, bahwa lutut si Mai terluka?"
"Hmm." Bukannya menjawab, Radhi malah berdehem.
"Apakah lukanya parah?" tanya Reinald khawatir. Pasalnya, sudah lama sekali, adiknya itu tidak pernah terjatuh atau apalah, yang menyebabkan adiknya terluka. Apalagi yang tadi dikatakan Radhi, bahwa Maira lututnya mendapat luka memar. Apa adiknya terpeleset atau terjatuh, ya? Tapi di mana?
"Hmm."
Reinald mendelik ke arah Radhi. Karena gemas, dia menelan bulat bulat bakso urat di hadapannya itu.
"Uhuk-uhuk." Entah karena baksonya yang terlalu besar, entah karena makannya terburu-buru, Reinald terbatuk-batuk setelah mengumpati sahabat super lenpengnya itu.
"Ck.." hanya itu respon Radhi, dia membawa gelas berisi air putih ke hadapan Reinald, baru saja Reinald akan menyongsongnya, Radhi keburu meletakkannya tepat di hadapan Reinald.
"Uhuk-uhuk." Reinald mengambil airputih itu, meneguknya tergesa, karena sudah tak tahan dengan rasa panas yang menjalari tenggorokan serta hidungnya. Meski dalam hatinya, dia makin merutuki sahabatnya itu.
"Aahhhh ...," desah Reinald lega.
Karena tidak ingin mengambil resiko tersedak lagi, Reinald akhirnya makan dengan elegant, tenang dan tentram.
"Aaahhh, aku yakin, akan ada badai setelah ini." Radhi menoleh ke arah Reinald.
"Badai?" tanya Radhi.
"Hmm," jawab Reinald.
"Badai apa?"
"Hmm?"
"Ck." Radhi berdecak membuat Reinald mengerutkan dahinya, menerka kenapa sahabat lamanya itu marah. Radhi berpikir, kalau Reinald sedang membalas dendam, karena dirinya tidak menjawab pertanyaan Reinald. Padahal, yang sebenarnya, Reinald ketika ditanya, hatinya sedang tidak di tempat.
Pikiran Reinald sudah dipenuhi oleh gadis yang sekarang ini tengah dikejarnya, terlebih mungkin sudah banyak gosip tentang dirinya yang bernama tengah playboy itu.
"Kenapa kamu berekspresi seperti itu?" tanya Reinald, ketika melihat wajah sahabatnya.
Radhi mendengus, "Lupakan!"
Reinald mengangkat bahunya, orang normal mah mengalah. Dia yakin, jika dia terus memaksa Radhi, maka pasti akan berakhir dengan kegondokan hatinya, karena kelewat gemas. Andai saja Radhi perempuan, pasti sudah ... Reinald bergidik geli.
"Dhi."
"Hmm."
Reinald mmenghela nafasnya, "Sabar, Rei, sabar!"
"Malam ini, aku menginap di rumahmu. Boleh ya?"
Radhi menatap Reinald, mengerutkan dahinya.
"Aku yakin, Maira pasti saat ini sedang merencanakan sesuatu, untuk membalas perbuatanku pada kejadian barusan."
Radhi tetap diam.
"Seluruh orang di kampus ini, hampir semuanya tidak tahu, bahwa, aku sama Maira adik-kakak." lanjut Reinald.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Killer-ku (On Going)
General Fiction--Saat cinta diperkuat dengan ikatan pernikahan.-- "Bang!" "Ya." "Kenapa Abang lamar Mai?" "Ingin." "Apakah ... Abang selama ini jatuh cinta ya pada Mai?" "Jangan sembarangan!" Gadis itu mencebikkan bibirnya, 'Kalau gak cinta, ngapain ngelamar, kan...