Maira melotot saat melihat suaminya merangkul erat Shovy yang terlihat jauh dari kata baik-baik saja. Wajahnya begitu kotor juga ... Astagfirullooh! Kenapa dengan bajunya?
Maira kembali menegakkan tubuhnya dan menghampiri keduanya yang memang hanya berjarak satu meter saja. Dia benar-benar mengakui jika dirinya memang manusia paling ceroboh. Bagaimana bisa dirinya malah tersandung. Dan itu membuat dirinya begitu menyayangkannya. Bahkan tanpa sadar dia seringis kecil saat menginjakkan kaki kanannya.
Baru saja dia akan membuka bibirnya saat seseorang mendahuluinya berbicara, "Ada apa dengan Anda Nyonya? Tindakan Anda hampir membahayakan kak Shovy. Beruntung pak Radhi dengan sigap menahan tubuhnya, jika tidak kita semua tak bisa membayangkannya.
Wajah Maira pucat pasi, apalagi banyak pasang mata memperhatikan dirinya tanpa berkedip, 'baju kak Shovy robek, dan itu karena dia.'
"K-kak Shovy. M-maaf. A-aku benar-benar tak sengaja." Maira benar-benar menyesal dengan kecelakaan itu. Sungguh, dia tak sengaja. Dia baru menyadari ternyata dia meraih baju Shovy sebagai pegangan saat tersandung tadi dan mengakibatkan baju model cantik itu sobek berantakan. Bahkan saat melihat kondisi Shovy saat ini, rasa bersalahnya semakin besar.
Rusak. Semuanya berantakan, dan itu karena kecerobohannya.
"Sekali lagi, a-aku me----"
"Nyonya pikir semuanya bisa selesai dengan permintaan maaf Anda? Nyonya telah melecehkan majikan saya. Dan saya gak akan segan-segan menuntut masalah ini ke jalur Hukum."
Maira langsung berbalik saat tiba-tiba seseorang menyela ucapannya. Bahkan wajah semakin pucat saja, "S- saya be-be-benar-benar tidak s-s-sengaja."
"Bohong! Aku juga tadi melihatnya. Dia memang sengaja merobek baju kak Shovy dan melemparkan telur kewajah kak Shovy saat di toilet."
Maira melotot dan menatap tak percaya pada perempuan yang entah siapa, dia tak mengenalnya, "Apa yang Anda bicarakan, Nona? Di sini Saya sedang meminta maaf atas kejadian barusan yang memang tak sengaja."
"Halaaah, Aku punya buktinya. Kamu pikir aku tak merekamnya saat dirimu merobek baju kak Shovy? Akan aku perlihatkan biar Kamu gak berkelit terus-menerus."
Tubuh Maira semakin gemetar. Dengungan penuh komentar terus terlontar menyerang dirinya. Apalagi saat matanya tak sengaja bersibobrok dengan netra tajam suaminya. Bukannya menguatkan, Radhi malah menatapnya dingin, seolah ikut percaya dan meminta penjelasan. Di sini, saat ini, dia tengah diadili.
Maira menunduk cepat, memejamkan matanya kuat, saat kilatan lampu kamera terus membidiknya, dia merasa pusing, kepalanya sudah sangat terasa berat, ditambah suasana hati yang sudah tak terbentuk. Sakit, sangat teramat sakit. Entah karena apa.
"PANGGIL AMBULAN!!!"
"SIAPKAN MOBIL, TOLOOONG!!!" Seruan keras dari dua arah berhasil mengusik keributan di sana. Suasana seketika hening, namun tak lama kemudian kembali riuh semakin menggema dengan berbagai lontaran yang saat ini tengah bertandang di kepala mereka. Apa yang mereka lihat dan itulah yang mereka pikirkan.
Radhi berlari sambil memangku Shovy yang pingsan di tengah kerumunan. Tak menghiraukan kericuhan di sekitarnya.
Air mata Maira kembali terjatuh mengingat bagaimana keadaan rumah tangganya saat ini, sudah dua minggu hubungannya dengan Radhi belum juga membaik. Bahkan dia merasa semakin dingin dan membeku. Lebih tepatnya Radhilah yang bersikap demikian.
Kemarahan suaminya semakin memuncak saat teman sekaligus rekan kerja dari Malaysia yang baru-baru ini dia ketahui namanya Jafriel bersikukuh ingin membeli hasil rancangannya dan mengakibatkan bibir Jafriel sobek. Dari saat itulah sikap Radhi berbeda. Suaminya tak pernah pulang tepat waktu lagi, sering pulang saat matahari akan menyingsing, bahkan tak jarang menginap di Kantornya. Bisa dibilang dengan hitungan jari sebelah tangannya dia bertemu dengan suaminya. Andai bertemu pun Maira tak bisa berbincang, karena setiap Maira hendak membuka suara, Radhi langsung memotong dengan jawaban singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Killer-ku (On Going)
General Fiction--Saat cinta diperkuat dengan ikatan pernikahan.-- "Bang!" "Ya." "Kenapa Abang lamar Mai?" "Ingin." "Apakah ... Abang selama ini jatuh cinta ya pada Mai?" "Jangan sembarangan!" Gadis itu mencebikkan bibirnya, 'Kalau gak cinta, ngapain ngelamar, kan...