“Kak Lexa. M-maaf ya. Gara-gara masakanku, Kakak masuk Rumah Sakit,” ucap Maira penuh sesal. Saat ini dirinya sedang berkunjung kerumahnya Alexa setelah Radhi pulang dari Kantornya. Kemarin malam dia tak jadi menelpon ibu mertuanya karena suaminya memaksanya membicarakan masalah mereka kemarin siang yang berujung dengan tangisannya hingga membuat matanya bengkak. ‘Duuuh, kalau dipikir-pikir, airmata yang dia tumpahkan kemarin ternyata sia-sia ya. Tak berguna. Eh tapi, kalau misal dia tak menangis, mungkin sampai saat ini suaminya tak akan mengklarifikasi kesalahfahaman itu, kan? Benar, setiap kejadian pasti ada Hikmah di dalamnya.’Alexa mengerutkan dahinya saat mendengar penuturan Maira, seperti tampak bingung, “Kenapa harus minta maaf, Mai? Siapa yang bilang aku masuk Rumah Sakit gara-gara Kamu?” Alexa ikut menoleh saat wajah Maira berpaling kesamping, dimana suami temboknya berada. “Kamu bilang pada Maira aku masuk RS gara-gara dia? Ck, suami baik,” sindirnya. Sejujurnya Alexa masih kesal dengan Radhi akibat kepelitan sepupunya itu tak berbagi sup tutut hasil masakan Maira kemarin.
“Mas gak bilang begitu kan semalam? Kenapa wanita hamil ini nuduh sembarangan?” ucap radhi menatap istrinya. Tak mengindahkan sindiran Alexa.
Maira mempoutkan bibirnya, “Mas semalam bilang kalau kak Lexa masuk Rumah Sakit karena terjadi kontraksi palsu. Dan itu disebabkan kak Lexa memakan sup tutut yang---”
“Dan itu benar adanya. Dia makan sup tutut berlebihan. Apalagi berkuah pedas, mengakibatkan perutnya mengalami mules-mules.” Radhi memotong aduan Maira.
Kening Maira menaut, “Berlebihan? Semalam saat Mas makan, supnya seperti masih utuh, kok.”
“Benar.” Maira berjengkit kaget saat tiba-tiba Alexa berseru keras. Dia kembali menghadap sepupu suaminya yang terlihat seperti tengah menggebu. “Kamu harus tahu, Mai! Suamimu yang tembok itu orang yang pelitnya meleketetet, merepet jahe, merege hese(baca pake huruf E seperti sate, ya).” Seolah ada jalan, Alexa menghirup udara sebanyak-banyaknya, “Kamu tahu, Mai? Kemarin anak dalam perutku nendang-nendang kepingin sup tutut buatan auntynya. Tapi, dia,” Alexa menunjuk Radhi tajam, “dengan kejamnya tak memberikannya barang seeeedikitpun.”
Radhi berdecak, “Jangan kekanakkan! Usia kehamilanmu masih dua bulan, mana ada bisa nendang.”
Alexa langsung melongo saat sadar, lalu tersenyum garing, ‘duuuh kenapa gak nyadar?’ “Itu hanya ibaratnya. Aku kemarin tu ngidam sup tutut, tahu.”
“Kenapa Mas tak memberikannya pada kak Lexa? Kasian kan. Kalau anaknya ileran gimana?” Alexa meringis saat Maira menyebut anaknya ileran. Kok seperti disumpahi ya.
“Bukan anak Mas ini.”
“Dasar kejam.” Lexa menggeram kesal.
“Kalau Mas berikan sama dia, Mas yakin dia takkan menyisakannya buat Mas. Kamu tahukan jika di rumah juga gak ada sisa.”
“Emang masakan Mai enak ya, Mas?”
“Tentu saja,” jawab Radhi tanpa sadar. Namun seketika dirinya berdehem, “ehm, walau agak sedikit kurang pas,” lanjutnya.
Wajah cerah Maira seketika memudar saat ucapan terakhir suaminya. Dia sudah senang karena masakannya disukai suaminya. Tapi tetap saja seperti jawaban semalam, suaminya merasa kurang pas.
“Heh sembarangan. Itu enak tahu. Dasar si suami tak bisa hargai istrinya.”
“Ck, sepertinya orang yang kita jenguk sudah baik-baik saja. Ayo kita pulang!” Radhi mengajak Maira berdiri. Tak baik istrinya lama-lama bersama Alexa. Dokter cantik bermulut ember ini.
“Mai minta maaf ya, Kak. Lain kali Mai akan masakin Kakak sup kar---”
“Gak ada lain kali.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Killer-ku (On Going)
General Fiction--Saat cinta diperkuat dengan ikatan pernikahan.-- "Bang!" "Ya." "Kenapa Abang lamar Mai?" "Ingin." "Apakah ... Abang selama ini jatuh cinta ya pada Mai?" "Jangan sembarangan!" Gadis itu mencebikkan bibirnya, 'Kalau gak cinta, ngapain ngelamar, kan...