1

9.8K 549 8
                                    

12 tahun yang lalu ....

'Gubrak'

"Huwaaaaaa, Mamii, Papii, sakiiit." Suara benda terjatuh disusul oleh suara tangisan gadis kecil berusia enam tahun, memenuhi halaman belakang rumah besar tersebut. Gadis itu terus saja menangis sambil memegang kakinya, sesekali ia mengibaskan tangannya atau meniupnya yang sepertinya lecet.

"Huuuuaaaa, Mami, Papi, sakiiiit." Gadis itu terus saja meraung-raung berharap ayah ibunya segera menghampirinya.

Sebuah tangan menjulur ke arahnya, gadis kecil itu mendongak menampilkan sosok pria remaja berwajah tampan tapi terlihat datar. Dia Radhi, teman kakaknya, Reinald.

"Abang mau ngapain?" tanya si gadis kecil.

"Kenapa kamu nangis kejer kaya barusan?" Seolah diingatkan, gadis kecil itu langsung menangis lagi sambil terus memanggil orangtuanya.

Radhi berdecak kesal, 'Salahkan hatinya yang tak bisa melihat orang lain kesakitan' terlebih orang itu adalah seorang gadis kecil macam adik sahabatnya ini.

Sebenarnya Radhi sudah bertekad sedari rumahnya, bahwa dia tidak akan terkontaminasi oleh gadis kecil pembuat onar ini. Sudah menjadi rahasia umum, jika gadis kecil di hadapannya ini adalah gadis si biang onar, bahkan setiap kali dirinya berkunjung ke rumah ini, maka selalu saja ada kelakuannya yang membuat dirinya nyaris jantungan.

Pernah, suatu hari kelakuan gadis kecil itu nyaris merenggut nyawanya sendiri. Hari itu, Radhi akan mengerjakan tugas sekolahnya bersama Reinald, kakak sigadis kecil itu di rumah sahabatnya ini, dan ketika itu dia tidak membawa mobilnya melainkan motor sportnya, karena jalanan menuju rumah Reinald pasti macet. Radhi memarkirkan motornya di samping pekarangan rumah Reinald, dan kebetulan adik sahabatnya itu sedang bermain entah  apa di sana tak jauh dari motornya.

Radhi berjalan menuju tempat di mana selalu dijadikan tempat mengerjakan tugas sekolahnya bersama Reinald, sahabatnya, dan benar saja Reinald sudah duduk di sana menunggunya sambil membaca buku. "Hai Rei, Assalamu'alaikum," sapanya kepada Reinald.

"Hai Dhi, Wa'alaikumussalaam. Duduk, Bro!" Dia duduk berhadapan dengan Reinald.

"Minum dulu, Dhi! Cuaca kebetulan sedang panas banget, MasyaAlloh!" ucap Reinald mempersilahkannya untuk menikmati jamuan yang sudah Reinald siapkan sebelum dirinya datang.

"Oke. Thank, ya." Radhi langsung meneguk minuman itu karena memang dirinya sudah haus.

"Sip."

"Jadi, apa kamu sudah menemukan hasilnya, Rei?" tanyanya setelah meletakkan kembali gelas minumannya. Reinald menganggukkan kepalanya sambil menyodorkan buku yang tadi sedang dibacanya, "Tapi itu baru referensiku aja si, coba kamu teliti kalua-kalau ada yang masih kurang!" Reinald menunjuk pada bagian yang sudah ditandainya.

Baru saja beberapa menit dia membaca apa yang ditunjukkan temannya itu, tiba-tiba saja terdengar suara benda terjatuh sangat keras.

'BRUGH. BRAK.' Seketika mereka langsung menoleh ke arah suara itu, dan sedetik kemudian mereka melotot melihat objek di depan mereka.

Mereka mengambil langkah seribu menuju ke TKP. Jantung Radhi berdetak cepat melihat objek tepat di hadapannya ini, motor sportnya yang tadi tengah bertengger dengan gagah, sekarang tergeletak mengenaskan. Tapi, bukan itu yang menjadi keterkejutannya, peduli amat dengan motor sportnya, toh masih banyak di rumahnya. Bukannya sombong! Tapi itulah kenyataannya. Bahkan kalau dibandingkan dengan Dealer motor sekalipun, masih tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan banyaknya motor di rumahnya.

Oke. Balik lagi ke awal, saat ini Radhi bukan menghawatirkan motornya yang sudah mengenaskan, melainkan menghawatirkan sesuatu yang berada di bawah motornya.

Suami Killer-ku (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang