🌹9. Ke dokter (+)

26.3K 1.7K 25
                                    

Lambang (+) di samping judul menandakan adanya tambahan pada part ini di Ebook-nya.

------------

Aila langsung menjemput Keyra saat sahabatnya itu meminta ditemani ke dokter. Kebetulan, Aila memang sedang berada di luar menggunakan mobil, jadinya dia yang ke rumah Keyra. Rencana ke dokter ini dilakukan secara diam-diam tanpa sepengetahuan mamanya Keyra. Soalnya kata Keyra, takut mamanya itu cemas kalau-kalau Keyra memang sakit. Secara mamanya itu dokter, jadi pasti lebih paham. Makanya, Keyra meminta ditemani pergi ke dokter lain saja, agar bisa menyembunyikan sakitnya dari keluarga.

"Paling masuk angin doang, Ai," kata Keyra mengomentari penyakitnya itu.

"Masuk angin pun berbahaya kalo dibiarin terlalu lama, Key. Gue perhatiin makin hari fisik Lo makin lemah, gue sering kali liat Lo kayak orang mau pingsan gitu."

"Nggak tau nih, Ai. Kok gue ngerasa nggak enak banget, terutama mualnya itu."

Jika ditanya soal bagaimana luka bekas peluru, Aila akan mengerti untuk menjawabnya. Tapi bila penyakit umum semacam itu, dia angkat tangan deh.

"Eh, kemaren Kaival ke rumah Lo ya?" Tebak Keyra dengan senyum jahil di wajahnya.

Aila kembali mendesah. "Key, Adek Lo tuh kenapa sih nggak mau nyerah banget? Gue bener-bener nggak bisa nerima dia, Key."

"Emang kenapa sih Lo nggak bisa nerima dia?" Tanya Keyra. "Terlepas dari tingkah laku dia yang emang player ya, Ai. Karena gue yakin sekarang dia udah tobat sejak ketemu lo."

"Banyak Key. Perbedaan usia, itu jauh banget. Dan seperti yang Lo bilang, soal dia yang player itu nggak bisa gitu aja lenyap dari pikiran gue. Gimana kelakuan dia di club' waktu itu, yang pernah gue cerita ke elo, itu membekas banget di otak gue."

"Perbedaan usia, cuma tiga tahun nggak sih? Umur Lo sama kan kayak gue?"

Aila mengangguk. Emang sih cuma tiga tahun, tapi tetap akan Aila jadikan alasan untuk menutup kemungkinan bagi Kaival.

"Ai, Kaival dulu emang bajingan banget, gue akuin. Tapi beneran deh, sekarang ini dia tuh udah berubah banget. Dia udah jarang main di luar pas malem. Kuliah udah mulai bener. Bangun nggak pernah kesiangan lagi. Dan terutama, gue nggak pernah ngeliat dia ngerokok lagi. Karena dia tau, Lo nggak suka cowok yang ngerokok."

Aila tertegun mendengar itu. Dia tak lagi bisa mendebat Keyra. Sejauh ini, kesalahan terbesar Kaival yang masih tak bisa diterimanya adalah soal di club' malam itu. Selebihnya, Kaival sebenarnya lumayan juga.

"Gue nggak akan maksa Lo kok, Ai. Hati Lo, cuma Lo yang berhak nentuin. Gue akan dukung apapun keputusan Lo." Keyra menepuk punggung tangan Keyra.

Aila tersenyum jahil. "Kayaknya Keyra udah kembali deh. Keyra yang lebih waras," sindirnya.

Keyra pun tertawa, meski tak pernah selepas dulu. "Gue nyoba buat nerima, Ai. Mungkin Rayen emang harus di sana dan gue di sini. Tapi gue bakal tetep nunggu, gue yakin dia bakal pulang."

"Nah gitu dong. Harus optimis. Kata orang, kalo kita mikirin hal yang positif, maka hasilnya juga akan positif."

Keyra tersenyum.

"Gue akan selalu ada buat Lo, tenang aja," ujar Aila sambil menepuk balik tangan Keyra.

"Makasih, Ai. Kalo nggak ada Lo, mungkin sekarang gue nggak akan setegar ini."

"Sama-sama, Key."

Keduanya sama-sama tersenyum.

๑•ิ.•ั๑

Kenyataan kalau Keyra hamil, membuat Aila gelisah. Soalnya, Keyra jadi memutuskan ingin menyusul Rayen ke Area konflik. Area yang paling berbahaya untuk didatangi, apalagi dengan kondisinya yang sedang hamil seperti itu. Tapi sebagai perempuan, Aila pun bisa memahami bagaimana perasaan Keyra. Keyra membutuhkan ayah dari sang janin, psikisnya akan terganggu bila dia harus hidup dalam kecemasan selama masa kehamilannya.

Setelah membulatkan tekad, Aila akhirnya memutuskan sesuatu yang juga menjadi pertentangan banyak pihak, terutama Markas Folimer.

"Saya tidak setuju," tolak Komandan Juanda, pimpinan tertinggi Folimer.

"Komandan, saya berjanji akan pulang dengan selamat. Kepergian saya ini justru akan membuat nama Folimer semakin diperhitungkan."

"Mempertaruhkan nyawa kamu hanya untuk nama Folimer? Saya bukan pimpinan yang sejahat itu, Aila." Komandan Juanda tetap menolak, dia menggeleng mantap.

"Kalau begitu, saya akan mengundurkan diri dari Folimer. Dan saya akan tetap ke Area konflik sebagai relawan."

Mata Komandan Juanda langsung terbelalak mendengar ucapan Aila tersebut. "Baiklah, kamu boleh pergi!" Sentak Komandan Juanda, pasrah karena tak ada pilihan lain.

Aila tersenyum lebar. Dia tau triknya itu pasti akan berhasil. Komandan Juanda sudah seperti ayahnya sendiri, mana bisa beliau menolak permintaan dari anaknya.

"Thanks Komandan!" Aila memberikan hormat.

Komandan Juanda memegang pundak Aila begitu tegas. "Berjanjilah kau akan pulang dengan selamat," ucapnya meminta diyakinkan.

"Saya berjanji, Komandan. Prajurit selalu menepati janji!" Seru Aila.

Komandan Juanda menghela nafas. "Baiklah. Aku akan atur surat izin keberangkatannya ke sana. Ingat, surat izin itu hanya aku berikan satu bulan. Selesai atau tidak, kau harus pulang. Mengerti?"

Aila mengangguk mantap. Matanya berkaca-kaca kala Komandan Juanda memeluknya. Terasa begitu nyaman, seperti berada dalam dekapan seorang ayah.

"Hati-hati. Jangan kau buat aku harus mendengar berita kematiannya."

Aila tertawa dengan air mata yang menetes. "Saya nggak akan mati Komandan. Saya masih punya banyak waktu untuk membuat Komandan pusing kepala setelah pulang nanti."

Giliran Komandan Juanda yang tertawa. Dia menepuk punggung Aila dengan kuat. Sama saja, dia pun menganggap Aila sebagai pengganti putrinya yang gugur di arena peperangan. Putrinya, memiliki semangat perjuangan yang sama beraninya seperti Aila. Itu sebabnya kenapa Aila menjadi kesayangannya di Folimer.

๑•ิ.•ั๑

Kuylah beli ebooknya, dijamin nggak akan menyesal.


Ayo WA ke 0813-777-333-41

-----------🌺------------

Kai-LaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang