🍇37. Aila menghilang

17.3K 1.6K 87
                                    

Selama tiga hari ini, Kaival begitu gelisah menunggu kabar dari Aila. Sejak dari kepulangan mereka di Bali, Aila sama sekali tak bisa dihubungi. Kaival mencoba untuk berpikir positif dengan mengira kalau Aila sedang menghabiskan waktu bersama orangtuanya lantaran memang jarang bertemu, makanya Kaival tak ingin menganggu. Tapi yang membuat Kaival merasa heran adalah, Aila tak membaca chat darinya sama sekali. Sekalipun mengangkat telepon atau menelpon balik pun tidak.

"Lo kenapa, Kai?" tanya Keyra heran. Tak biasanya Kaival murung di kamar. Karena sejak berpacaran dengan Aila, adiknya itu nyaris seperti orang gila.

"Kak, Aila nelpon lo nggak? Atau sekedar chat?" tanya Kaival.

"Udah nggak sih. Sejak kalian pulang dari liburan kalo nggak salah. Padahal biasanya tiap hari kita suka bales-balesan chat di grup. Emang Aila nggak hubungin lo?"

Kaival menggeleng.

"Kata lo ada orangtuanya, kan? Mungkin lagi nggak mau diganggu. Lagian lo juga jangan lebay, Kai. Masa mau lo tempelin terus, nanti dia bosan baru tau rasa lo!"

"Duh, Kak. Gue cuma minta kabar dia aja. Seenggaknya dia bales kek chat gue sekali atau nelpon deh bilang kalau nggak mau diganggu. Masa ini yang bener-bener ngilang?" protes Kaival.

"Maybe... Dia bukan sama lo," canda Keyra.

"Jangan ngaco deh lo, Kak. Gue nggak suka candaan kayak gitu," wajah Kaival sontak masam. Dia cemas setengah mati, benar-benar takut omongan Keyra itu benar.

"Hahaha. Udah ke rumahnya aja, sekalian kenalan sama orangtuanya." Keyra menepuk pundak Kaival lalu pergi meninggalkannya.

Kaival memikirkan nasehat itu. Ada benarnya juga, dari pada dia stress di rumah, mending dia mendatangi Aila untuk memeriksa sendiri kenapa Aila menghilang selama tiga hari ini. Lagian, kenapa Kaival harus takut hanya karena ada orangtua Aila di sana. Dia bisa menjadi pemuda baik-baik agar disukai oleh calon mertuanya itu.

Kaival tersenyum. Dia langsung masuk ke kamar mandi untuk mempersiapkan diri. Dia akan berpakaian rapi dan menyisir rambut ala-ala cowok mapan.

Selama mandi, Kaival terus saja bersiul. Dia sangat senang karena ingin bertemu calon mertua. Aila juga pasti telah menceritakan hubungan mereka, tinggal memperkenalkan diri secara resmi saja.

"Om, Tante, perkenalkan saya Kaival. Saya pacarnya Aila," Kaival mengulurkan tangan pada tiang Shower, berlatih bicara. "Ah, kurang ngena!"

Dia mengulangnya lagi. Berdeham sekali. "Om, Tante, perkenalkan saya Kaival. Saya serius sama Aila, saya berniat untuk menikahinya..."

Kaival menggeleng, baginya kalimat itu terlalu frontal. Nanti orangtua Aila malah kaget dan menganggapnya gila.

Kaival meniupkan nafas dari mulutnya. "Oke!" Serunya. Dia mencobanya sekali lagi.

๑•ิ.•ั๑ ๑•ิ.•ั

Mobil Kaival terparkir di depan pagar rumah Aila yang tertutup. Matanya terpaku pada sebuah papan yang bertuliskan DIJUAL, yang tertempel di depan pagar tersebut. Belum lagi halaman depan yang terlihat begitu kotor dipenuhi oleh daun-daun kering, memperlihatkan kenyataan bahwa rumah itu telah ditinggalkan penghuninya.

Jantung Kaival bergemuruh, dia tiba-tiba merasa takut. Ada rasa cemas yang tak beralasan merasuki pikirannya. Dia mencoba mengingat-ingat, mungkin Aila pernah bercerita akan menjual rumahnya itu.

Kai-LaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang