"Sorry Kak, gue bener-bener nggak bisa nahan diri gue untuk tetap tinggal di sana sementara pikiran dan hati gue cemas pada keadaan Aila di sini," ujar Kaival menjelaskan pada Rayen mengenaik alasan kedatangannya ke Area Konflik seorang diri.
Aila juga berada di situ, dia mendengarkan penuturan Kaival itu dengan wajah merona. Apalagi ketika berbicara, mata Kaival seringkali melirik ke arahnya. Membuat Aila selalu menunduk, tak berani bertatap mata untuk sesaat ini.
Rayen sejujurnya mencemaskan Keyra, karena dengan Kaival datang ke tempat ini, itu berarti di sana Keyra tak akan ada yang mengawasi secara lebih pribadi. Karena kalau Komandan Arif, pastilah sibuk dengan tugasnya, tak akan begitu memperhatikan Keyra secara mendetil.
"Lo pasti marah sama gue ya, Kak?" tanya Kaival.
Rayen tersenyum tipis. "Gue nggak marah. Gue tau, lo datang ke sini nggak mungkin tanpa izin Keyra. Dia pasti bisa jaga diri di sana," ujar Rayen. Lalu matanya mengamati setiap luka dan memar di tubuh Kaival, "gue salut lo bisa ngelewatin penderitaan segini banyaknya cuma untuk ketemu Aila," sindirnya setengah menggoda.
"Mereka sadis banget, Kak. Kalo bukan karena gue pura-pura mati, mereka nggak akan berhenti ngeroyok gue," keluh Rayen.
"Makanya nggak usah sok mau ke sini segala. Kamu pikir lagi pergi ke Mal?" hardik Aila, tak bisa menahan diri melihat Kaival dengan kondisi seperti itu.
"Masih aja galak," keluh Kaival dengan wajah cemberut.
Rayen terkekeh dan menggelengkan kepala. "Aila, kayaknya untuk hari ini lo nggak usah ikut kita. Lo temenin anak manja ini dulu sampe dia sembuh," suruh Rayen.
"Eh, Kak mulut lo, siapa yang anak manja?" protes Kaival.
"Hahaha," Rayen tertawa sambil melangkah keluar dari tenda.
Mata Kaival menatap Aila begitu intens, sampai dia menemukan sebuah luka goresan di leher cewek itu. Kaival pun menggeser duduknya ke sebelah Aila, untuk melihat lebih dekat. "Ini kenapa?" tanya Kaival.
"Dikalungi pisau sama musuh," jawab Aila santai.
Kaival melongo mendengarnya. "Hah, kamu serius?" tanyanya kaget.
Aila mengangguk. "Aku hampir jadi tawanan mereka, untungnya Rayen bisa nyelametin aku."
Bisa Kaival bayangkan bagaimana situasinya. Jika saja dirinya ada di sana saat itu dan melihat Aila diperlakukan seperti itu, dia tak akan mengampuni pelakunya. "Kenapa nggak diobatin?"
"Cuma luka kecil doang," Aila kembali meremehkan.
"Luka kecil akan jadi besar kalo udah infeksi, Ai. Apalagi tempat ini banyak kumannya," keluh Kaival. Dengan susah payah Kaival berdiri, dia berjalan pelan menuju kotak obat yang ada di atas meja. Lalu kembali dengan membawa sebuah salep luka, duduk di samping Aila kembali.
Kaival melakukan tugasnya sebagai seorang pacar yang baik. Dia mengolesi luka Aila itu dengan begitu lembut menggunakan ujung jarinya yang telah diberi gel salep. "Perih nggak?" tanya Kaival.
Aila menggeleng pelan. Dia gugup setengah mati lantaran jarak wajah mereka yang begitu dekat. Jantungnya berdetak cepat, menciptakan efek gemetar ketika nafas Kaival bermain di lehernya itu. Sebenarnya Aila baik-baik aja, Kaival aja yang berlebihan. Lagian luka itu sudah beberapa hari yang lalu, sudah mulai mengering dan tak terasa sakit lagi.
"Kamu jangan ngeremehin luka kayak gini, Ai. Sekecil apapun, tetap aja bahaya," ulang Kaival lagi.
Sebenarnya Kaival sudah selesai sejak tadi. Dia sengaja berlama-lama untuk menggoda Aila yang sedang terlihat gugup. Kaival menatap leher putih Aila, sangat tertarik untuk sedikit memberinya hisapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kai-La
RomanceKaival adalah seorang player yang sangat suka bergonta-ganti pasangan. Dia gak percaya dengan yang namanya Cinta, baginya cinta dan kesetiaan itu adalah bulshit. sampai suatu ketika, Kaival yakin dirinya mendapatkan karma. Dia tertarik pada seorang...