🌺15. Rindu (+)

23.3K 1.9K 253
                                    

Entah kenapa, Aila tak bisa tidur dengan tenang malam ini. Padahal situasi sedang sangat aman, musuh sepertinya juga beristirahat untuk memulihkan kekuatan. Begitu pagi mulai menampakkan cahaya yang samar dan dingin menyapa kulit
A

ila keluar dari tenda. Dia berjalan menuju api unggun yang hampir padam, memunguti ranting-ranting kecil untuk mempertahankan bara apinya.

"Perasaan gue kenapa nggak enak gini ya? Apa terjadi sesuatu yang buruk di base camp?" tanya Aila pada dirinya sendiri.

Di saat gelisah seperti ini, bayangan Kaival malah menjadi yang paling bersinar di otaknya. Entah kenapa dia merindukan Kaival. Cowok yang sudah berusaha mati-matian untuk menarik perhatiannya.

"Karena gue cinta sama lo."

Kalimat itu adalah hal yang paling Aila ingat sepanjang perkenalannya dengan cowok itu. Pernyataan cinta dari Kaival yang berpengaruh begitu besar mengganggu pikirannya. Saat itu, ingin rasanya Aila mengatakan hal yang sama. Tetapi lagi-lagi, dia diingatkan pada kejadian di club malam yang membuat Kaival terlihat begitu buruk di matanya.

Saat sedang mengingat Kaival, mata Aila tiba-tiba menangkap sesosok orang yang berjalan dengan langkah terseok-seok. Aila menajamkan matanya, untuk mengetahui dengan jelas siapa orang yang datang tersebut.

Apakah salah satu prajurit yang berhasil lolos dari tawanan musuh?

Tapi begitu sosok tersebut makin dekat, kedua bola mata Aila membesar. Dia begitu kaget karena ternyata orang itu adalah Kaival. Aila berlari dengan kencang mendekati Kaival yang berlumuran darah, beberapa kali dia nyaris terjatuh karena tersandung batu.

"Aila..." panggil Kaival dengan senyum samar di wajahnya. Dia nampak begitu lemah, sepertinya kehabisan banyak darah.

"Kaival, lo kenapa?! Lo kenapa di sini?!" teriak Aila sambil menahan tubuh Kaival yang akan terjatuh karena sudah terlalu lelah.

"Aku seneng akhirnya bisa ngeliat kamu baik-baik aja. Ini cukup buat aku," lirih Kaival, terus tersenyum tipis.

Aila tak begitu mengerti maksud dari perkataan Kaival itu, dia terlalu cemas karena sekujur tubuh Kaival terluka.

Jeritan Aila membuat Rayen dan beberapa prajurit terbangun. Mereka keluar untuk melihat apa yang terjadi di sana. Rayen berlari, ikut mendekat dengan wajah cemas.

"Kaival, kenapa?! Mana Keyra?!" Rayen mengguncang tubuh Kaival. Kedatangan Kaival ke tempat itu dengan kondisi terluka, sendirian pula, membuat Rayen begitu cemas pada Keyra.

"Keyra aman. Dia baik-baik aja di sana," jawab Kaival dengan nafas yang mulai sesak.

"Terus kenapa lo di sini?!" bentak Rayen. Bukan marah, tetapi karena terlalu khawatir.

Kaival sudah tak bisa menjawab karena dia pingsan. Dia langsung dibopong ke dalam tenda untuk dilakukan perawatan.

Aila berjalan gontai, jantungnya berdegup lambat, menekan hatinya yang begitu sakit melihat kondisi Kaival.

"Aila, kita udah nggak punya stok obat bius. Bagaimana cara kita mengeluarkan peluru yang bersarang?" tanya salah satu prajurit.

Aila berlari mendekat. Dia memeriksa kondisi peluru yang terbenam di pundak bawah Kaival. Peluru itu begiti dalam, tak mungkin mudah untuk dikeluarkan. Dipaksa tanpa obat bius, Kaival tak akan kuat menahan rasa sakitnya. Sementara luka-luka yang lain juga perlu dijahit. Berdasarkan pengalaman, luka-luka di tubuh Kaival ini menandakan kalau cowok itu dikeroyok dan dihajar oleh lebih dari satu orang.

"Kita nggak bisa melakukan operasi jika pasien pingsan," ujar Rayen.

Aila pun berpikiran sama. Akan sangat berbahaya melakukan pembedahan tanpa obat bius, ditambah Kaival sedang pingsan. Resiko pendarahan sangat fatal bisa terjadi bila nekat melakukannya.

Kai-LaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang