Luka

2K 74 2
                                    

Ini aku Farah Amira, aku tidak begitu kenal dengan Naf, hanya sebatas tahu saja. Aku seperti yang sudah ku katakan sebelumnya aku sudah menyerah, bukan menyerah dan kisahku selesai, namun aku menyerah-kan semua kepada Allah, karena Dia-lah sang Maha pemilik hati. Aku yakin atas ketentuan yang sudah dia tulis untukku, tentang dia yang mungkin untukku, atau mungin tidak untuk orang lain...eh...sama aja, maksudku mungkin dia untukku atau bisa saja dia bukan untukku, aku bisa apa jika takdir mengatakan dia bukan untukku, aku tidak bisa mengubah takdir dan keadaan menjadi seperti yang aku mau, bukannya aku tidak benar benar menyukainya, namun bagaimana lagi, aku yakin jika bukan dia, pasti ada yang lebih darinya untukku.

Maka saat aku mengetahui bahwa dia sedang bersama dengan yang lain maksudku sekarang dia memiliki kekasih, aku mudah untuk merasa biasa saja, karena aku yakin jika bukan dia untukku, ada yang lebih baik darinya untukku, begitulah aku kini. Kini aku mulai berfikir, aku tidak dapat mengubah ketentuan Allah, aku serahkan semuanya pada-Nya, agar aku tidak terlalu kecewa dengan kenyataan.

Terluka? Ya...pasti, karena aku juga punya perasaan mau bagaimanapun tetap saja aku memiliki rasa, terlalu sulit untuk melupakan orang itu, dengan kisah baru, ya aku baru menemukan hal seperti ini, bukanya aku sudah bercerita tentang dia di awal?

Dengan luka ini aku mengukur seberapa aku jauh dari Allah, dan seberapa dalam rasaku padanya. Aku bersyukur atas kehadiran luka, aneh ya....aku juga merasa aneh pada diriku sendiri, ada ya orang yang senang dengan luka? Ada ya orang yang menikmati rasa sakit sendirian? ada ya yang bersyukur atas kehadiran luka itu? Ya orang itu ada, dia adalah aku, aku yang terlalu menikmati luka, bukan... tapi aku seseorang yang dapat memendam luka itu, setidaknya dengan tersenyum luka itu dapat sembunyi.

Suatu hari Naf mendatangiku, bercerita betapa terpuruknya dia, aku mengerti perasaannya, karena aku juga mengalami hal yang sama, aku juga terluka, walaupun aku sadar dia bukanlah siapa-siapa, aku yang hanya seorang fans aku fikir akan bahagia melihat dia memilih, namun sebaliknya, aku menyemangati Naf dan secara tidak langsung menyemangati diriku sendiri.

Nesi menghampiriku setelah aku berbicara dengan Naf, dia menatapku lekat lekat

"Kamu nangis ya Fa"

"Ha?" aku menyadari air mata yang lolos dari pelupuk mataku "Engga ko hanya kelilipan"

Nesi menghela nafas, aku mengajaknya ke mushola, dia mengikutiku setelah sampai, dia dan aku langsung shalat duha setelah selesai ia langsung memelukku.

"Nangis aja Fa gapapa, aku tau kamu terluka, aku juga kaget dengan kabar itu, apa lagi kamu, aku ngerti ko, jadi nangis aja sepuas kamu" aku mengeratkan pelukanku pada Nesi, aku menangis tanpa suara, air mataku terus menetes, seakan tidak mau berhenti. Nesi mengelus perlahan punggungku mencoba menenangkanku, luka itu terluapkan, aku memang menikmati luka, aku bersyukur dengan luka itu tapi tidak di pungkiri ada sisi lain hatiku yang amat teriris, ada sebagian dariku yang tidak menerima luka itu, dan sisi lain dariku itu mengeluarkan beban itu dengan tangisan tidak bersuara.

Aku mulai tenang, aku menatap Nesi dia tersenyum getir, untung aku tidak menyukai make up, jika aku memakai make up entahlah wajahku bagaimana sekarang.

"Terima kasih banyak Nes" dia hanya tersenyum dan mengelus pergelanganku

"Luka itu akan selalu ada ketika, manusia berharap pada manusia yang lain" ucapnya

"Aku tahu, aku sedang menyelesaikan rasa ini, mengakhirinya, aku yakin pasti bisa"

Nesi tersenyum "Apapun keputusan mu aku akan mendukungmu" ucap Nesi

"Ah...apa sih ni air mata, idung lagi pake mampet aja" kataku

"Ih banyak ingusnya haha" ledek Nesi

"Kamu mau nih aku ambilin haha"

"Jorok anjir, jorok banget, cuci muka sono bersihin ingusnya juga, udah gede masih mewek aja lagian"

"Haha siap komandan" aku pun mencuci muka. Dan kini aku harus masuk ke kelas yang 10 menit lagi akan dimulai.

Allah Dan DiakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang