waktunya mengikhlaskan

1.7K 72 1
                                    

Tidak terasa 3 bulan berlalu aku sedang berada di pesta pernikahan Anto dan pasangannya, acaranya hari ini dilaksanakan pedang pora karena Anto merupakan personil TNI AL, pasangannya sangat cantik mereka sangat serasi, aku bahagia melihatnya bahagia, karena mau bagaimanapun dia tetap teman baikku.

Pedang pora selesai dan kini saat berfoto-foto acara santai dengan hiburan, aku kesini sendiri dengan membawa kado untuk pernikahannya yang aku simpan di meja tamu, aku menaiki podium untuk memberi ucapan selamat pada mereka, tidak ada sirat sedih di wajahku aku bahagia melihat mereka bahagia, akupun berfoto bersama mereka, tukang foto menyuruhku ada di antara mereka namun aku tolak aku memilih diam di samping mempelai wanita, setelah berfoto aku kembali menyalami mereka dan mengucapkan selamat.

Aku menangkupkan kedua tanganku di depan dada untuk menyalami Anto dan dia mengerti dan mengikutiku juga.

"Tidak ada seseorang sepertimu yang aku temukan" ucapnya aku tersenyum

"Karena semua orang itu berbeda hanya kamu yang akan menyadari bahwa ada keindahan tersendiri dari setiap perbedaan yang dimiliki manusia" ucapku

"Semoga pernikahan kalian samawa juga di berkahi oleh Allah" ucapku terakhir dan mereka aminkan do'aku juga setelahnya aku berpamitan pada mereka, karena aku harus kembali ke Kampus besok.

Aku pulang ke tempat perantauan bareng dengan Nesi, sebenarnya ketidak sengajaan bertemu dengannya dan biasanya aku memilih duduk di samping kaca, kenapa? aku bisa menggalau sesuka hati.

"Gimana acaranya Anto?"

"Alhamdulillah berjalan lancar" ucapku tersenyum, aku tidak bisa menangis untuk mengeluarkan semua bebanku, air mataku sudah habis oleh semua masalah di masa lalu.

Kami mengobrol hingga sampai di tempat tujuan kami, kami langsung pulang ke kosan masing masing. aku menidurkan badanku di atas kasur aku ingin mengeluarkan luka ini yang sedari tadi mengganjalku, entah mengapa namun melihat Anto menikah hatiku terluka, aku pandai dalam menyembunyikan ekspresi, namun saat sendiri aku hanya bisa jadi aku yang lemah tidak berdaya, yang gak akan bisa sosoan tegar, aku ingin menangis namun tidak ada setes pun cairan bening dari mataku yang keluar, yang ada hanya sesak yang menyeruak dalam dadaku.

Bukankah menangis tanpa airmata itu lebih memilukan? Bukankah kadar sakit tertinggi adalah menangis tanpa airmata? Aku meyakinkan diriku bahwa sebentar lagi semua rasa sakit itu hilang, aku meyakinkan diriku bahwa kebahagiaan itu akan datang aku hanya perlu bersabar.

Besoknya aku sudah di kampus aku mencoba biasa saja padahal aku melihat sosok ka Adit sedang bercengkrama dengan Naf, Naf sangat bahagia dan terlebih dia temanku mana mungkin aku bisa merebutnya dari Naf. Aku memakai earphone dan menyalakan musik sekencang-kencangnya agar percakapan mereka tidak aku dengar, aku sudah tidak peduli pada apapun itu yang berkaitan dengan Ka Adit, aku sudah benar-benar menyerah sudah cukup menyukainya dan sudah cukup pula luka tidak berdarahnya. kamu tahu kan luka yang sangat sakit itu luka yang tidak mengeluarkan darah? Luka terparah adalah luka yang ada di dalam organ tubuh dan patah hati adalah contohnya. Dimana hal itu juga belum ditemukan obatnya.

Tangan aku ditarik seseorang itu membuatku berbalik dan tersenyum ke arahnya,

"Nyelonong aja dipanggil-panggil juga" ucapnya sedikit marah

"Sorry ga denger Nes" ucapku

"Oke oke, oh iya tadi ka Adit juga manggil-manggil kamu loh"

"Aku lagi nyoba melupakan Nes, jangan ngomongin dia ya" pintaku dan Nesi pun mengangguk mengerti.

Aku muak dengan perasan yang salah itu, mungkin ini jawaban dari Allah untukku tentang yang terbaik buat aku. Kehidupan kampusku kini berjalan seharusnya tanpa ada perasaan pada seseorang yang lain, karena sejujurnya perasanku masih jatuh padanya. Aku sudah tidak lagi memperhatikannya dari jauh, aku sudah tidak lagi menjadi stalker atau kita perhalus yaitu secret admirer pada asisten dosen dari matakuliah Analisis Kimia itu.

Move on memang tidak mudah namun akan lebih sulit lagi jika tidak dilakukan. Jika kamu kalah dengan kegagalan dalam move on jangan pikirkan hal itu karena sesuatu jika di acuhkan akan pergi dengan sendirinya, sama sepertiku, ya aku hanya menyukai dalam diam sih jadi bukan salahnya mengacuhkanku, namun entahlah urusan hati itu terkadang selalu di tentang oleh logika. Soal move on jangan terlalu di paksakan maka kamu tidak akan bisa melupakannya. Usahaku melupakan tidak semudah itu, terkadang aku harus menutup diri dari semua perkataan yang dia lontarkan kepadaku, dari caraku mencarinya dalam keramaian, wajahnya yang sangat tidak cocok untuk dilupakan itu, membuatku kesulitan, namun pada akhirnya tidak ada pilihan lain selain melupakan dan mengikhlaskan.

Dan apa yang dia katakan dulu tentang matahari yang akan melirik bintang kecil
mungkin hanya akan menjadi angan sang bintang kecil saja
atau bahkan harapan itu sudah tidak ada lagi
karena nyatanya bintang kecil itu sudah mulai meredup
sinar harapannya pada sosok matahari sudah dia buang jauh-jauh
karena itu hal yang amat sangat tidak mungkin lagi
sudah tidak ada 1% pun harapan yang dimiliki sang bintang
dan akhirnya bintang kecil tersebut menghilang dari hadapan sang matahari
menjauh darinya hingga matahari tidak akan pernah menemukan keberadaannya

Aku selesaikan tulisanku dalam buku diary ku dan menyimpannya pada kardus yang akan aku simpan untuk kenangan saja, kini aku sudah lulus dan bekerja di rumah sakit besar di kotaku, disisi lain aku bahagia karena semua hanyalah masa lalu dan aku yakin atas takdir darinya yang akan sangat indah bila sudah waktunya.

Allah Dan DiakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang