5. Tebengan

481 44 2
                                    

Vino memberikan salah satu helm-nya kepada Vina. Lalu Vina memakainya. Setelahnya mereka naik ke atas motor Vino.

"Ma, kita berangkat ya. Assalamu'alaikum." Ucap Vina.

"Iya, hati-hati. Wa'alaikumsalam."

Vino mengendarai motor matic-nya. Saat di pertengahan jalan, motornya tiba-tiba terhenti.

"Kok berhenti, Bang?" Tanya Vina.

"Turun dulu, Dek."

Vina turun dari motor Vino.

"Kenapa sih, Bang?"

"Gue lupa, motor gue perlu diservice."

"Terus sekarang gue gimana?"

"Lo naik -"

"Motornya kenapa, Kak?" Tanya pengendara motor yang tiba-tiba berhenti di dekat mereka.

Vino lihat, orang itu cowok memakai seragam putih abu.

"Eh, ini motornya perlu diservice." Jawab Vino.

Vina belum melihat ke arah cowok itu. Namun, cowok itu yang lebih dulu melihat Vina.

"Vina?"

Vina menoleh ke arah cowok itu.

"Loh? Kak Kevin?"

Vino melihat wajah keduanya. "Kalian saling kenal?"

"Dia kakak kelas gue."

Vino melihat ke arah jam tangannya. Pukul tujuh kurang lima belas menit.

"Udah jam segini, Dek. Mending lo bareng dia aja ya, bentar lagi lo masuk."

"Tapi, Bang. Nanti lo gimana?"

"Gue mah gampang. Udah lo berangkat aja sana nanti kesiangan dihukum mau?"

Vina menggeleng. Vino berdeham melirik ke arah Kevin.

"Tadi siapa nama lo? Kevin ya? Gue boleh minta tolong tebengin Vina gak, Vin? Kalian satu sekolah juga 'kan? Sorry banget nih, gue harus ke bengkel abis ini. Boleh ya, Vin?"

Kevin tersenyum. "Justru tadi saya mau nawarin tebengan, Kak. Ya udah kalo gitu, ayo Vina naik."

Vina melepas helm-nya lalu diberikan kepada Vino.

"Bang, gue duluan ya."

"Iya, hati-hati ya Vin. Makasih banget loh ini."

"Iya, Kak santai aja."

Vina naik ke atas motor matic milik Kevin. Kevin melirik Vina dari kaca spionnya.

"Udah?"

"Udah, Kak."

"Kak, saya duluan ya." Ucap Kevin kepada Vino.

"Iya, Vin."

"Dah, Abang." Ucap Vina.

Vino tersenyum melihat keduanya. Ia mengusap keringat yang ada di pelipisnya lalu segera membawa motor kesayangannya itu ke bengkel terdekat.

Di jalan, Vina takut. Ia takut telat. Jam terus berjalan. Sekarang sudah menunjukkan pukul tujuh kurang 10 menit.

"Duh, Kak. Macet banget ya?"

"Iya, Na. Sekarang jam berapa?"

Bukan berarti Kevin tak pakai jam tangan. Tapi ia hanya ingin fokus ke jalanan tidak sempat melihat jam.

"Kayaknya kita bakal telat deh, Kak."

"Lo tenang aja, selama gue yang telat, kita gak bakal kena hukum. Percaya sama gue."

DIFFERENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang