37. Graduation

230 29 1
                                    

Mungkin, bagi anak kelas 12 hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu. Tapi, bisa jadi bagi sebagiannya lagi hari ini adalah hari yang sangat menyedihkan dan tak terlupakan.

Tidak hanya kelas 12 saja yang merasakan. Tapi, kelas 10 juga merasakan apa yang dirasa oleh mereka. Bahkan, sepertinya lebih menyedihkan untuk kelas 10 dibanding kakak kelas yang mengalaminya. Termasuk, Vina.

Ia merasa sedih karena sebentar lagi kelas 12 akan lulus. Tidak ada lagi kakak kelas yang tampan-tampan. Tidak ada lagi yang namanya berpapasan dengan gebetan. Tidak ada lagi yang namanya pulang bareng dengan Kevin.

Vina kini memakai kemeja putih dibalut jas hitam dan rok span berwarna hitam serta pantofel setinggi 3 sentimeter berwarna hitam. Rambutnya ia cepol menggunakan alat yang seperti konde. Tapi bukan konde. Itulah pokoknya. Yang suka dipakai mbak-mbak SPG.

Ya, sekarang anak OSIS kelas 10 tengah menjadi panitia wisuda kelas 12. Vina merasa dua perasaan hati yang bertolak belakang. Antara senang dan sedih.

Senang karena dapat menyaksikan dan menghadiri apalagi bisa minta foto bareng untuk kenang-kenangan.

Sedih karena sebentar lagi ia akan ditinggalkan oleh sang gebetan.

Vina, yang sabar, ya.

Sementara dengan Kevin. Ia tengah mencari seseorang. Sedaritadi ia berjalan tak tahu arah. Yang terpenting adalah bisa menemukan seseorang yang saat ini sedang ia cari.

Kevin melihat orang itu. Sedang duduk bersama teman-temannya. Tertawa dan ber-canda-ria. Ia berjalan menghampiri cowok itu.

"Dan,"

Cowok itu berhenti tertawa. Ia mendongak menatap wajah Kevin.

"Ngapain?"

Mata Kevin melihat ke arah teman-teman cowok yang ia panggil 'Dan' barusan seolah ia ingin berbicara empat mata dengan teman yang satu ini.

"Gue mau ngomong. Gak di sini."

Ardan berdiri. Mengikuti jejak langkah Kevin yang menjauh dari tempat duduk tadi.

"Ngomong apa sih? Ngomong tinggal ngomong. Ribet amat lo."

"Gue gak mau temen-temen lo ikut campur."

"Ya udah apa cepetan. Waktu gue gak mau terbuang sia-sia cuma buat ngedengerin lo ngomong yang gue sendiri gak tau lo mau ngomong apaan."

Bacot banget sih nih orang. Batin Kevin.

"Gue cuma mau minta maaf atas perbuatan, ucapan, dan kesalahan yang udah gue lakuin ke lo. Gue lakuin ini karena gue sadar, sebentar lagi kita bakal pisah. Gue gak mau lulus SMK malah punya musuh. Lo mau 'kan maafin gue, Dan?"

Ini waktu yang tepat yang dimaksud Kevin saat bilang ke Vina waktu itu. Masih ingat?

'Dan'. Ardan. Cowok itu tersenyum. Tidak seperti biasanya. Ia tersenyum tulus. Selanjutnya, ia menepuk bahu Kevin dengan bersahabat.

"Iya, gue maafin. Gue juga minta maap ya, Vin. Lo adalah ketos ter-rese yang pernah gue kenal." Ardan tertawa kencang.

Sepertinya ia menikmati acara graduation ini. Sehingga, raut wajahnya tidak semenyeramkan dan semenakutkan seperti saat di sekolah.

Kevin tersenyum senang. Ia memeluk Ardan ala cowok. "Makasih, bro! Lo adalah musuh gue ter-garang sepanjang masa."

Sedetik kemudian, mereka berdua tertawa bersama. Kini, Kevin sang ketua OSIS -- sekarang sudah lengser, dan Ardan, sang bad boy sekolah, sudah resmi ber-maafan-ria dan berteman.

DIFFERENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang