39. Berbincang (2)

237 33 1
                                    

Kevina. Gadis manis nan lucu itu sekarang sedang berusaha menjalani hari-harinya dengan ikhlas tanpa adanya sosok Kevin. Ia berjalan santai menuju mading dekat toilet.

Sesuai saran Kevin, ia melaminating kertas yang sudah ditulis sebuah puisi tersebut. Vina juga sudah menempelkan sebuah double tape di bagian belakang. Kalau begini, puisinya itu akan tahan lama tertempel di mading sampai jangka waktu yang ditentukan.

Vina menempel puisi itu sambil tersenyum. Setelahnya, ia kembali ke kelas.

Keadaan kelas tidak hening. Karena guru-guru masih sibuk mengurus kelas 12. Ya, walaupun sebenarnya hari kelulusan sudah lewat.

Vina memutuskan untuk membaca novel di aplikasi wattpad. Sambil menyumpalkan headset di telinganya. Itulah kebiasaan Vina yang selalu menjadi favoritnya.

"Na, tugas-tugas lo udah kelar?" Tanya Tiar yang tiba-tiba datang membuat acara me time-nya terganggu.

"Udah, kenapa?"

"Bantuin gue dong. Tugas gue banyak yang belum nih."

"Mager. Bikin aja sendiri."

Tiar duduk di sebelah Vina karena merasa pegal berdiri terus. "Kayaknya semenjak kelas 12 lulus, lo berubah deh, Na."

Vina mengernyit. "Berubah apanya?"

"Iya, berubah. Lo jadi pelit, banyak diem, gak kayak biasanya selalu ceria. Ngegosipin cogan-cogan. Kemana Vina yang dulu?" Lalu Tiar bangkit dari sana. Meninggalkan Vina yang terdiam karena perkataan temannya barusan.

Vina tersenyum miris.

Sebenernya gue gak berubah, Yar. Gue cuma mau menikmati kesendirian gue aja. Gue mau mulai menerima semuanya. Lagian, gimana mau ngomongin cogan? Orang cogannya aja udah pada lulus.

•••

Sementara, dengan keberadaan cowok bertubuh kurus nan jangkung. Ia berjalan menyusuri koridor sekolah yang sebentar lagi tidak akan bisa seperti ini.

Bian. Cowok tampan yang digemari oleh banyak cewek. Sudah tampan, putih, hidung mancung, berjambul, tinggi, tapi sayangnya kurus. Terus sikap sok cuek dan sok dinginnya itu yang bikin Vina lebih suka Kevin daripada Bian.

Ia melihat-lihat ke arah mading yang terpajang di sepanjang koridor. Ia menemukan sesuatu yang sepertinya baru saja ditempel.

Ia membaca puisi tersebut. Punya Vina? Batinnya.

Tentang kita,

Kita? Bahkan tak ada kata kita di antara aku dan kamu.

Apa pantas disebut kita jika tak ada hubungan apa-apa?

Padahal, aku dan kamu sama-sama memiliki perasaan yang sama.

Tapi, inilah takdir.

Takdir yang hanya mempertemukan aku dan kamu tanpa bisa bersatu.

Tentang perbedaan,

Suatu hal yang sangat menyakitkan.

Berbeda,

Aku dan kamu tak sama

Karena itu tak akan ada kata kita

DIFFERENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang