12. A Great Grand Daughter.

2.3K 236 23
                                    

Caroline sibuk menatap layar komputer nya kendati jam dinding sudah menunjukan pukul 2 dini hari. Hal ini biasa dilakukan Caroline agar dirinya bisa minum obat lebih sedikit dari yang seharusnya. Caroline memang sering berlatih bagaimana caranya menjadi anak umur 5 tahun yang nampak normal dari internet. Caroline juga banyak meriset tentang pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan oleh psikiater anak beserta jawaban yang paling normal untuk dilontarkan anak usia 5 tahun. Walaupun Caroline bisa membodohi psikiater anak, sayang nya ia tak bisa merubah hasil CT scan kepalanya.

Caroline juga selalu melatih emosi nya agar nampak normal. Nyaris semua orang bisa ia kelabui, semuanya kecuali Papa nya. Entah bagaimana Papa nya selalu bisa memancing monster yang ada di dalam dirinya.

Caroline berjalan menuju cermin panjang yang ada disudut kamar nya dan tersenyum. Ia melatih agar senyum nya nampak manis karena ia dengar Papa nya akan membawanya ke acara keluarga yang Caroline yakini menuntut banyak senyuman manis agar tehindar dari masalah.

"It's pretty good.."

Suara itu membuyarkan konsentrasi Caroline. Harris Brown masuk ke dalam kamar nya yang hanya diterangi lampu tidur dan duduk diatas kasurnya dengan wajah super datar.

"Are you practicing with your emotion?"

Caroline balas menatap datar Papa nya, "what do you want?"

Harris tersenyum dingin, "Well, what do you want? I'll help you.."

Caroline menatap Papa nya melalui cermin yang ada dihadapan nya, "I have emotions.. I just don't know how to show it. That's it."

Harris mengangguk perlahan, "Since you have all that emotions, I'm just curious.. What did you do when you feel so happy? You can be honest with me.."

Caroline menatap Harris dengan mata yang terbuka lebar dan tersenyum perlahan, "Killing.."

Harris tersenyum, "Aaah.. It's all makes sense now.. Waktu di panti asuhan, ada beberapa kematian dan semuanya akibat alasan yang.. Normal? But it's obvious that you killed them all. How did you killed them anyway? You just 2 or three years old at that time.."

Caroline tersenyum dan berjalan mendekati Papa nya, "Dulu, cuma Line yang bisa menghitung sampai angka 100 dan Line senaaaang sekali. I want to show everybody!"

Tiba-tiba wajah Caroline berubah datar, "Tapi ga ada yang peduli. Akhirnya Line pergi ke ruangan bayi. Mereka kecil, ga banyak bergerak dan yang paling Line suka adalah mereka mau dengerin Line.. Line tutup mulut mereka pake tangan kiri dan tutup hidung nya pakai tangan kanan. Hitung sampai 100! It's really fun and makes me more happy.."

Harris mengangguk dan mencoba mencerna semua informasi itu, "what about the Animals?"

Caroline terkikik geli mendengar pertanyaan Harris, "sekali-sekali aja, kalo line lagi mau liat darah.. It's fun too!"

Harris mulai tertawa terbahak-bahak dan Caroline pun ikut tertawa.

Setelah berhasil menguasai dirinya sendiri Harris menatap serius putri nya, "but you can't do that again.. Not until i said yes.."

Caroline mengerutkan keningnya, "Why?"

Harris menatap lekat Caroline, "Karena kita ga normal dan untuk bertahan hidup kita harus terlihat... Normal."

Caroline memanyunkan bibirnya.

Harris melanjutkan, "Bukan nya itu alasan kamu berlatih dengan emosi? To looks like a normal girl?"

Caroline mengangguk perlahan.

"Tapi yang penting... Kamu juga harus berlatih cara terlihat normal setelah melakukan hal-hal diluar batas normal. That's very important." Lanjut Harris sambil mengusap rambut sebahu Caroline.

UNNORMALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang