19. Simon

2.1K 230 38
                                    

Simon Manahan adalah putra pertama dari 2 bersaudara. Ia selalu jadi anak kesayangan sampai adik nya lahir. Simon sangat membenci adiknya, karena dimata Simon adiknya telah mengambil perhatian Ibu nya.

Hari itu Simon melihat adiknya sedang asyik bermain lego di ruang keluarga. Lego itu adalah lego milik Simon yang akhirnya harus Simon relakan karena orang tuanya bersikeras dengan konsep "berbagi".

Simon tau ibunya sedang berada di dapur dan entah mengapa ia ingin memperlihatkan otoritasnya sebagai anak yang lebih dulu ada dari pada adiknya. Simon mendekati adik laki-laki nya lalu memukul kepala adiknya dari belakang.

" Itu Lego punya ku, Lucas!" Kata Simon yang terlihat sangat angkuh.

Lucas yang terkejut karena kepala nya tiba-tiba dipukul hanya bisa menangis. Melihat adiknya menangis, Simon tak hilang akal dan berpura-pura menangis seperti adiknya. Dulu, orang tuanya selalu memberikan apa saja kalau Simon menangis. Pada akhirnya Simon tau, ia telah melakukan sebuah kesalahan.

Langkah kaki Ibunya terdengar mendekat dan langsung menggendong adiknya.

"Kamu apain adik kamu sih?!" Pekik Ibunya.

Simon menatap ibunya dibalik tangisan pura-puranya, "Lu.. Lucas mukul Abang.."

Ibunya menghela nafas, "Bohong! Pasti Abang yang pukul Lucas ya? Lukas megangin kepalanya terus dari tadi tuh.. Abang kenapa sih kaya gini? Bantu ibunya sedikit aja dengan cara ga ganggu Lucas kok susah sekali ya? Ibu kan lagi siapin bekal untuk Abang sekolah.."

Simon hanya menunduk dan tak percaya kini air matanya tak berharga jika dibandingkan dengan air mata adiknya. Salah satu senjata pamungkasnya mulai meredup.

"Yaudah Abang berangkat sekolah aja sama Ayah! Biarin kepagian deh dari pada disini ngegangguin adik nya terus.. Nanti Ibu nyusul ya?" Lanjut Ibunya yang dibalas dengan sebuah anggukan dari Simon.

Simon lalu berlari ke teras depan tempat Ayahnya biasa meminum kopi setiap pagi.

"Abang berangkat sama ayah aja.." Sahut Simon dengan wajah cemberut.

Ayahnya tertawa, "Kenapa? Abang dimarahin Ibu lagi ya?"

Simon hanya mengangguk.

"Yaudah.. Yuk berangkat!"

Ayah Simon adalah seorang pegawai bank swasta yang harus berangkat pagi demi menghindari kemacetan. Pukul 7 pagi, Simon dan Ayahnya berangkat dari rumah menuju ke sekolah Simon. Tanpa disangka perjalanan hari itu cukup mulus dan dalam waktu 20 menit saja Simon sudah sampai di sekolahnya. Setelah bersalaman dengan Ayahnya, Simon lalu masuk ke dalam sekolah. Ayah nya menunggu hingga punggung anak sulung nya itu menghilang dibalik pintu sebelum ia melanjutkan perjalanan nya ke kantor.

Pagi itu mendung. Simon menatap langit kelabu yang menaungi halaman sekolahnya yang luas. Kemarin malam hujan besar melanda kawasan itu membuat halaman sekolah nampak becek dan berlumpur. Saat Simon hendak menaruh tasnya di loker, ia mendengar bunyi sebuah alat musik dari ruangan sebelah.

Simon menaruh tasnya diatas meja lalu mendekat ke sumber suara. Ia melihat teman sekelasnya sedang bermain dengan sebuah alat musik yang terlihat seperti gitar besar yang berdiri tegak.

"What are you doing, Caroline?" Tanya Simon.

Caroline meliriknya sepintas dan menjawab acuh tak acuh, "Playing with music.."

Simon menyentuh cello itu dengan telunjuk nya, "Itu yang dikirim Kakek buyut kamu dari London? Apa namanya?"

Caroline berhenti saat Simon menyentuh cello nya, "What do you want? Go away!"

UNNORMALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang