18. Psychorich

2.3K 236 28
                                    

Sabira dan Caroline membuat sebuah appointment dengan Julliet Adidharmo. Sepertinya Harris telah menceritakan semuanya kepada Julliet sehingga Julliet sudah paham apa yang harus dilakukan untuk "mengamankan" posisi Caroline.

"How you do that? I mean, your school have a lot of CCTV.." Tanya Julliet sambil memandang keponakan nya.

Caroline menatap datar Julliet, "I've cut some cables.."

"Caroline!" Pekik Sabira yang tak menyangka anak nya bisa melakukan hal-hal seperti itu.

Julliet tersenyum melihat reaksi Sabira, "Gue si ga aneh kalo dia anak kandung nya Harris.."

Sabira memandang kesal Julliet.

"So.. Dimana Line sembunyiin anak itu?" Tanya Julliet pada Caroline yang sedang mengeluarkan cello nya dari dalam cello case.

"Paddy field.. In the mud.." Jawab Caroline datar tanpa memandang wajah Julliet.

**paddy field : ladang padi/ sawah.
**mud : lumpur.

"Let me guess, you want to burry him in the dirt?" Tanya Julliet yang mencoba menebak alasan Caroline menaruh jasad Simon di dalam lumpur.

Caroline menggeleng dan menatap wajah Julliet, "No.. Because there's a lot of rat in that field. There's no paddy on it this semester, so i feed them."

**Rat: tikus yang berukuran besar/ tikus sawah.

Bahkan Julliet tak bisa menyembunyikan wajah terkejutnya saat ia mendengarkan penjelasan dari keponakan nya itu. Sabira sendiri sudah nyaris pingsan. Tubuhnya nampak lemas menyender di sofa yang sedang ia duduki.

Julliet tersenyum dan berusaha menguasai dirinya, "Why don't you play that cello outside? Tante Julli mau ngobrol sama Ibu.."

Caroline mengangguk dan membawa cello nya keluar.

Julliet menghela nafasnya, "Gue inget banget waktu Harris ngebunuh orang yang ngebully gue. Pertama kalinya gue liat senyuman Harris yang belum pernah gue liat sebelum nya.. Dari sudut pandang orang, Harris itu sakit jiwa. Tapi dari sudut pandang gue, Harris cuma ngelakuin apa yang menurut dia benar dengan caranya sendiri. Gue rasa, Caroline juga begitu. Pola pikir Caroline beda sama orang normal. Apa yang menurut Caroline normal kaya ngasih makan tikus sawah yang kelaperan dengan jasad teman sekelasnya yang menyebalkan, I know.. It sounds terrified for us. Tapi ga bisa dipungkirin, it was great. I mean, How many 5 years old girl that you know who's cutting of CCTV cables to killing a boy?? A CCTV cables! Not a cookies or candies with a ribbon on it! Bahkan kalau pun pihak kepolisian menemukan kabel CCTV yang terpotong secara sengaja, berapa persen sih kemungkinan nya mereka mencurigai anak perempuan berumur 5 tahun kayak Caroline?"

Sabira hanya menunduk lemas. Julliet tersenyum dan melanjutkan, "Otak anak-anak kaya Caroline cuma bisa mengeksekusi logika tanpa melibatkan perasaan. Menurut gue, logika dan perasaan buat Caroline adalah dua hal yang berbeda yang ga mungkin dia satuin. Sounds bad, tapi lo pernah bayangin ga kalau anak-anak kaya Caroline jadi hakim? Gue jamin negara ini bebas koruptor. Kalau pun ada koruptor yang lolos, gue yakin koruptor itu bakal ditemukan tewas atau hilang beberapa hari kemudian."

Sabira menghela nafasnya, "Sebener nya saya ga terlalu shock. Saya malah merasa déjà vu. Itu yang bikin saya gelisah."

**déjà vu: merasa kejadian/ peristiwa sekarang sudah pernah dialami dimasa lalu.

Julliet tersenyum, "Saudara kembar lo? Tenang, sekarang kan Caroline dapat penanganan medis terbaik. Lagian Caroline itu punya emosi, ga kaya Harris atau saudara kembar lo. Caroline cuma ga tau cara menggunakan emosi nya. Look at her! How happy she is right now playing with her cello? Hanya saja, yang bikin Line senang itu ga selama nya akan dinilai normal sama orang lain. You know what I mean, right?"

UNNORMALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang