15. Beautiful Nightmare

2.4K 224 25
                                    

Karena nama tokoh nya hampir sama, maaf yaa kalau agak pusing bacanya. Happy reading!! 😊

Sabira ≠ Satira

***************************************

"Bu, gimana Satira? Lulus tes PNS nya?" Tanya Sabira saat ia mengunjungi Ibu nya.

Ibu nya tersenyum, "kenapa ga nanya sendiri sih sama orang nya? Ibu bingung liat kalian berdua. Musuhan kaya anak kecil aja.."

Sabira mendengus, "Ibu tau kan.. Kuliah di Universitas Indonesia, jurusan hukum dan bekerja di salah satu kementrian itu cita-cita siapa?!"

"Iya.. Ibu tau itu cita-cita kamu sejak kamu SMP. Tapi kamu juga harus maklum, kan saudaramu itu mentalnya agak terganggu sejak kecil...."

"Terus kapan bapak, ibu dan Satira memaklumi aku?! Kenapa harus aku yang selalu maklum sama Satira?!" Potong Sabira dengan air mata yang nyaris jatuh di pipinya.

Ibu nya menghela nafas, "iya.. Ini memang salah ibu dan bapak.. Harus nya kita ga usah menikah dan punya anak. Puas kamu?"

".............."

"Bu? Masak apa?" Tiba-tiba sebuah suara mendekat.

Satira yang melihat ketegangan antara ibu dan saudara kembarnya berusaha mencairkan suasana.

"Udah makan?" Tanya satira sambil tersenyum kearah saudara kembarnya.

Sabira menggeleng.

"Gimana rasanya nikah? Pasti seru ya? Apa lagi mas Doni itu baik banget orang nya." Lanjut Satira sambil memperhatikan wajah Sabira yang kini mulai tersenyum.

Sabira merasa lega karena Satira yang berinisiatif terlebih dahulu untuk mengakhiri perang dingin diantara mereka.

Sabira mengecup pipi Satira, "Iya.. Begitulah.. Aku harap kamu juga cepet ketemu jodoh. Aku juga mau lihat kamu bahagia. Aku selalu berdoa, supaya kamu cepat diberikan kesembuhan."

Satira hanya bisa tersenyum. Mengetahui fakta bahwa saudara kembarnya benar-benar tulus mencintai nya membuat nya makin merasa berdosa. Walaupun Sabira kerap kesal dengan kelakuan Satira, namun Satira tau kalau saudara kembarnya akan selalu peduli padanya.

"Kamu kan pengantin baru? Kok ga ngabisin waktu bareng mas Doni?" Tanya Satira yang berusaha mengalihkan pembicaraan.

Ibu mereka tersenyum lega melihat kedua putri nya yang kembali akrab dan memutuskan untuk pergi meninggalkan mereka yang sedang asik mengobrol.

"Mas Doni lagi dinas ke luar kota selama seminggu. Jadi aku bosan di rumah kontrakan.. Oh iya, gimana tes PNS nya? Gampang lah kalo buat seorang Satira yang jenius!" Goda Sabira.

Satira menggeleng, "Tes akademik sih gampang. Nilai ku paling tinggi malah. Tapi ada satu tes yang aku udah nyerah duluan sebelum mulai.."

"Tes apa?"

Satira tertawa, "Psikotes.. Dari pada aku ikut tes itu dan semua orang tau tentang penyakit ku, lebih baik aku jadi Sales Girl di tempat pameran deh.. Ga usah pake Psikotes! Haha.."

Sabira tau bahwa saudara kembarnya pasti merasa sangat depresi tentang penyakitnya yang nyaris tidak mungkin sembuh, kecuali Tuhan sedang mengobral mukzizat Nya. Karena pada kenyataan nya, penyakit mental hanya bisa dikendalikan, bukan dihilangkan.

Sabira mengusap lengan saudara kembarnya, "Aah.. Yaudah ga usah patah semangat. Aku yakin ko ada pekerjaan yang ga perlu ada psikotes nya. Apa lagi kamu pinter, itu udah jadi nilai tambah."

Satira tersenyum dan menggenggam tangan Sabira, "Mungkin aku ga pernah bilang ini sama kamu. Tapi aku selalu berterima kasih sama kamu dalam diam karena kamu selalu ngertiin keadaan aku seburuk apapun situasi nya. Karena hal itu juga, aku bahkan ga berani protes sama Tuhan. Karena aku tau Tuhan mengirim aku kedunia bersama seseorang yang selalu menerima aku seburuk apapun situasiku. Dan orang itu adalah kamu. Cuma kamu."

UNNORMALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang