TITIK AKHIR XIII

33.9K 5.2K 525
                                    

😉😉😉

Aku berjinjit saat berusaha mengambil buku Life Span Development karya  John W. Santrock  yang terletak di rak kedua teratas, buku yang akan kubaca saat pulang sekolah nanti. Jujur saja interaksi dengan Taksa dan penjabaran Bayanaka tentang fakta papa yang tak kuduga beberapa hari lalu, membuat ada bagian dalam diriku merasa terusik.

Taksa seperti sebuah puzzle  membingungkan yang sangat ingin kuabaikan, tapi begitu menarik untuk dipecahkan. Dengan bantuan buku yang membahas perkembangan psikologi anak inilah, aku berusaha untuk menambah amunisi, memahami bocah dengan karakter kompleks itu. Iyaps... benar, aku sedang dalam fase putus asa terhadap reaksi pribadi pada bocah itu. Menyedihkan sekali bukan?

Suara pintu yang terbuka membuatku menoleh, menghentikan gerakanku yang terus menggapai-gapai dari tadi. Di sana, berdiri Bayanaka yang tampak baru saja keluar dari kamarnya. Lelaki itu tidak menggunakan seragam polisi, melainkan kaus polo hitam dan celana tactical berwarna abu tua sebagai bawahan.  Sepasang sepatu casual boots warna hitam dan tentu jangan lupakan topi bergaya baseball  dengan warna senada sepatu dan kaus yang ia gunakan.

Secara keseluruhan penampilan Bayanaka persis seperti model pria yang baru keluar dari majalah fashion.  Postur tubuh atletis dengan outfit yang sesuai tentu membuat siapapun akan terpesona, kecuali aku tentuanya. Bahkan ketika lelaki itu telah memasang senyum secerah matahari yang bisa membuat gadis-gadis meleleh, aku hanya memandangnya sekilas kemudian kembali berusaha meraih buku yang sedari tadi tak tergapai itu.

"Butuh bantuan?" tawarnya. Aku tak menjawab meski suara langkah kini mendekat ke arahku. "Sini aku ambilkan," ujarnya ketika kini ia berdiri persis di belakangku.

Tangan Bayanaka yang terulur melewati kepalaku membuat aku spontan melompat, lalu meraih buku itu dengan cepat. Agak meleset karena gerakan terburu-buru itu nyatanya membuat buku tersebut jatuh ke lantai. Aku menunduk untuk mengambilnya lalu mendekap erat-erat. Saat akhirnya menegakkan tubuh dan berbalik, aku langsung mengerutkan kening melihat Bayanaka yang kini memandangku dengan sorot takjub.

"Luar Biasa! Benar-benar keras kepala!" Dan ledakan tawa Bayanaka membuatku tersadar bahwa apa yang kulakukan barusan memang konyol. Memilih melompat hanya agar aku tidak terlihat membutuhkan bantuan. Hebat sekali!

"Apa susahnya menurunkan egomu sedikit?" Memilih tak menanggapi, aku melengos melewati Bayanaka, tak mempedulilkan bahwa ia kini mengekoriku dengan suara tawa yang berusaha ia redam. Aku meraih tas yang terletak di  sofa.

"Aku akan pergi ke rumah sakit," jelasnya tanpa diminta. Aku menatap Bayanaka beberapa saat dan bisa menangkap, meski ia tersenyum lebar dan berusaha tampak riang, sorot matanya yang berubah redup saat menyebut kata rumah sakit, membuktikan bahwa ia tidak sepenuhnya baik-baik saja. Lagi pula, mana ada seorang anak yang bisa tampak baik-baik saja saat sang bunda terbaring koma lebih dari satu bulan lamanya.

Jujur saja, aku tidak tahu kabar terbaru dari bunda Bayanaka dan sebenarnya, aku sama sekali tidak ingin tahu. Bunda mereka di duniaku kini, seperti penyihir jahat yang memberi kutukan  tanpa penawar dan yang lebih menyedihkan, aku tidak punya kesempatan untuk melawan atau mempertahankan diri. Dia merangsek masuk dari kegelapan, menyerap semua cahaya dan membiarkanku hilang arah sendirian. Terdengar kejam bukan?

Sayangnya, aku tidak bisa mendramatisir keadaan, aku tidak diberi kesempatan untuk itu. Meratapi dan merasa teraniaya bukanlah bonus yang diizinkan sang waktu untuk kucecapi. Aku marah dan membenci manusia yang bahkan kini berada antara hidup dan mati itu. Saat aku ingin melimpahkan kesalahan pada sosok yang lain, hati kecilku menyadari bahwa mereka berada di posisi sama pahitnya denganku. Iyaps, hingga saat ini aku masih merasa gagal membawakan peran antagonis. Seharusnya aku ikut ekskul theater saat masih SMA dulu. Setidaknya aku tahu bagaimana cara mendalami peran dengan  total.

Titik AkhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang