(Sedang dalam Proses Penerbitan dan sebagian part sudah dihapus).
Pemenang Wattys2019 kategori Romansa.
Sinopsis
Aarunya Hira Mahawira selalu merasa hidupnya sempurna. Ia dikelilingi cinta yang melimpah tanpa batas. Tertanam jelas di kepala bahwa ia...
Begitu turun dari mobil, Taksa langsung berlari dengan semangat menuju pantai yang membentang di depan kami. Setelah menempuh perjalanan hampir satu jam lamanya, akhirnya kami sampai di salah satu pantai yang cukup ramai pengunjung dan merupakan salah satu wisata air populer di daerahku.
Pantai berpasir putih dengan air biru jernih. Ada beberapa bagian pantai yang terdapat batu karang, menambah keindahan panorama.
"Kamu susul Taksa saja. Biar aku yang bawa keranjang sama alas duduknya," perintah Bayanaka yang kini sudah menuju bagasi. Aku sendiri hanya mengangguk lalu segera menyusul Taksa yang sudah berjongkok di pinggir pantai, lalu dengan jemari kecilnya menyentuh permukaan air.
"Airnya hanget banget lho, Kak Hira." Ucap Taksa seolah takjub ketika aku sudah ikut berjongkok di sampingnya.
"Iya, memang hangat."
"Padahal Aksa pernah nonton lho di tivi ada orang yang pergi ke pante, katanya air pantenya dingin."
"Iya, di beberapa tempat memang ada yang air lautnya yang dingin, apalagi kalau sedang musim dingin. Nah kita kan di Indonesia, matahari di Indonesia itu selalu muncul jika sedang tidak hujan, jadi matahari bisa menyinari air laut dan membuatnya jadi hangat, apalagi ini sudah hampir siang. Coba Taksa pegang lengan Taksa, panas kan pas terkena sama matahari? "
Aku berusaha menjelaskan sesederhana mungkin pada Taksa, mengingat usianya yang memang belum mampu menyerap penjelasan yang lebih terperinci dan banyak menggunakan kata-kata ilmiah. Jadi memberikan salah satu contoh sederhana bisa menjadi alternatif sementara padanya.
"Bener Kak Hira, lengan Aksa hangat lho." Taksa tersenyum lebar sambil menyentuh lengan bawahnya yang tidak tertutup kain, karena hanya menggunakan baju kaus berlengan pendek.
"Dek, ganti baju yuk. Kita berenang sama-sama." Ajakan Bayanaka yang kini sudah berada di sampingku, membuatku segera berdiri tegak.
"Iya, Kak. Ayo kita ganti baju," ucap Taksa penuh semangat lalu meraih jemari Bayanaka yang kini terulur padanya. Aku baru akan melangkah saat Taksa meraih jemariku, membuatku sedikit terkejut saat melihat wajah Taksa yang merona malu. "Aksa boleh pegangan sama Kak Hira juga?"
Aku menatap tautan jemari Taksa dengan tanganku, dan tautan jemari Taksa di tangan Bayanaka bergantian. Lalu tersenyum pada bocah yang kini mendongak menatap persetujuanku. "Boleh," putusku pada akhirnya.
Taksa meloncat bahagia, membuatku dan Bayanaka sontak mengeratkan pegangan kami pada tangan Taksa. Keterkejutanku berubah menjadi senyuman saat melihat Bayanaka tergelak ketika Taksa kembali meminta agar tangannya ditahan saat ingin meloncat.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Seneng banget yess, si Taksa
Aku mengeratkan cardiganku saat angin pantai yang panas berhembus cukup keras. Rambutku yang tadinya tertata rapi, kini sudah mulai sedikit berantakan. Aku mengeluarkan kotak bekal berisi sandwich untuk makan siang kami, tak lupa beberapa potongan cake yang sudah disiapkan mama. Sebagai minuman aku mengambil sebotol besar jus semangka dingin yang dibuat Bi Maryam di rumah tadi pagi, yang nanti akan dituangkan ke dalam gelas plastik jika Taksa dan Bayanaka telah selesai bermain dan sudah merasa lapar.