TITIK AKHIR XVIII

29K 4.6K 232
                                    

Sudahkah kalian ikut PO PADAM?😊

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudahkah kalian ikut PO PADAM?😊

😍😍😍😍😍😍


Aku bangun dengan peraasaan berat, ini sudah seminggu sejak kejadian yang melibatkanku dengan Bayanaka. Lelaki itu sama sekali tak menampakkan batang hidungnya. Aku gatal ingin bertanya pada mama, bukan karena aku secara tiba-tiba berubah menjadi peduli pada Bayanaka. Hanya saja, sedari kecil aku tumbuh dengan didikan bahwa ketika bersalah, akui dan berani untuk minta maaf.

Aku tentu saja menyadari sikapku yang keliru selama ini, tapi tak juga ingin menyalahkan diri terlalu banyak, karena faktanya aku pun memang baru tahu kenyataan yang sebenarnya. Namun, sekali lagi, aku merasa menyesal untuk kata-kata kasar yang kulontarkan pada Bayanaka dipertemuan terakhir kami dan aku yakin bahwa meminta maaf akan membuat perasaanku bisa lebih ringan.

Memilih beranjak menuju kamar mandi, aku membersihkan diri dengan cepat. Hari ini aku harus lebih pagi berangkat mengajar, berada di tengah anak-anak yang belum mengenal dosa jauh lebih mudah dari pada terjebak di rumah yang sekarang terasa menyesakkan.

****

Ini salah satu suasana sarapan yang muram, seperti sarapan yang berlangsung dalam seminggu terakhir. Orang-orang yang kini duduk bersama di meja makan lebih tertarik pada piring mereka ketimbang berinteraksi satu sama lain, termasuk Taksa.

Aku tidak bisa menyalahkan sikap pendiam bocah itu, terlebih setelah perlakuan kasar yang ia terima hampir dari semua keluarga papa saat acara empat puluh hari kemarin. Hanya saja, kini aku didera kebingungan karena sikap Taksa yang juga berubah padaku. Bocah itu tak lagi berusaha terus menempeliku, dia memang masih sering mencuri pandang, tapi ketika aku balas menatapnya, Taksa hanya akan tersenyum malu tanpa mengucapkan apapun.

"Mau tambah ayamnya, Nak?" Suara mama terdengar membelah keheningan yang semenjak tadi tercipta.

"Nggak usah, Tante," jawab Taksa sopan. Bocah itu kembali mengarahkan tatapan ke arah piringnya, berusaha menghabiskan hidangan yang tersaji di sana.

"Hira, mau bawa bekal?" Mama beralih padaku dan untuk beberapa saat aku hanya menatap mama, kebingungan merespon apa. Komunikasi kami semakin memburuk saja. Aku tidak bermaksud membenci mama, hanya saja hatiku belum baik-baik saja.

"Tidak perlu, Ma."

"Tapi kan kamu akan lembur lagi, Mama sediain bekal ya? Agar tidak repot mencari makanan nanti siang."

"Hira dan teman-teman yang lain biasa mencari makan di warung dekat sekolah. Tidak enak rasanya jika Hira bawa makanan sendiri," tolakku kembali.

Beberapa hari ini, aku dan rekan guru lainnya memang sedang disibukkan dengan persiapan akreditasi sekolah. Kadang. kami akan pulang jam dua atau tiga sore, itulah yang mama maksud dengan lembur.

Titik AkhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang