TITIK AKHIR XXXII

29K 5.1K 453
                                    

Makasi ya yang udah nyepam komen sampe ngomel2 dan bahkan ada yg absurd😂😂😂😂.... Kalian dabesh dan bikin aku semangat up. Hahhahhaha

Inget! Kalian rajin komen dan vote... aku rajin update😊

🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸

"Karena apa yang kamu sangkakan  benar. Aku memang mencintaimu, Aarunya Hira Mahawira. Mencintaimu dengan sangat."

Aku kehilangan suara, kemampuan mencerna situasi, juga cara menenangkan detak jantungku yang menggila. Masih menatap Bayanaka pias. Lelaki itu, sungguh tak ada keraguan dalam suaranya, tatapannya begitu tenang, tapi menyimpan sebuah kesungguhan juga keteguhan atas setiap kata yang diucapkan.

Dia....

BAYANAKA NISCALA DANADYAKASA.... MENGATAKAN MENCINTAIKU.

MENCINTAIKU?

MENCINTAIKU!

Astaga Tuhan! Ini sungguh lelucon yang sangat tidak lucu.

Aku menundukkan wajah, membiarkan rambut panjangku yang tergerai, menutupi kedua  sisi wajah. Aku butuh menenangkan diri. Mengusap wajahku yang terasa sangat dingin itu. Bahkan tanganku gemetar.

Tidak, ini tidak baik. Bayanaka ... apapun alasannya tidak harus memberikan pengakuan itu. Aku tidak siap, dan yakin tidak akan pernah siap. Tunggu, kenapa aku harus sepanik ini?

Oh yeah.... tentu saja karena ini pertama kalinya ada lelaki yang berani menyatakan perasaan di rumahku, dan ia tak lain adalah orang yang kini termasuk saudaraku di mata masyarakat.  Tidak ada saudara yang menjalin cinta bukan? Itu tabu! Terlebih hubungan penuh rasa sakit dan kebohongan yang dilakoni orang tua kami. Dan jangan lupakan keberadaan Taksa.

Aku kembali mengusap wajah, kemudian menatap Bayanaka yang masih memandangku setenang tadi. "Aku akan menganggap tidak pernah mendengar ini, Bayanaka."

Tidak ada perubahan emosi di wajah Bayanaka saat aku mengucapkan kalimat itu. "Kenapa?"

"Kamu bertanya kenapa? Kamu benar-benar ingin mengujiku dengan bertanya kenapa?" Sungguh aku tak habis pikir dengan lelaki ini.

"Aku tidak mengujimu. Aku hanya tidak suka kamu mengatakan akan menganggap tidak pernah mendengar ungkapan perasaanku."

"Naka... kita, kamu dan aku, telah terlibat dalam situasi sangat rumit yang dicipatakan orang tua kita. Dan kita sama-sama tahu  kerumitan itu masih terjalin, kacau. Entah kapan akan berakhir. Tidak ada celah untuk sebuah kata cinta di dalamnya."

"Lalu?"

Sungguh aku kagum pada pengendalian diri Bayanaka. Ketika emosiku hampir meledak, ia bisa tetap memasang tampang sangat tenang, seolah situasi ini sudah diprediksi dengan baik. "Lalu apa kamu anggap bahwa aku... akan membiarkan kamu menambah kerumitan ini?"

"Apa ungkapan cintaku, merupakan sesuatu yang hanya menambah kerumitan? Bukankah itu terlalu sederhana. Tadinya dampak yang kuperkirakan malah akan lebih besar."

Tentu saja akan lebih besar. Bahkan kepalaku sudah mulai mengembara, memikirkan sekenario di masa depan jika ada satu saja manusia yang mengetahui pengungkapan cinta ini."Astaga! Kamu masih bertanya? Kamu serius tidak memahaminya?"

"Aku paham."

"Lalu?" Kini akulah yang mengulang pertanyaan Bayanaka.

Lelaki itu mengulum bibirnya, sebelum sebuah seringai terbentuk di sana. "Ada yang salah dengan perasaanku, Hira? Perasaan ini sudah tumbuh bahkan sebelum bundaku dan papamu memilih bersama. Jadi haruskah aku membunuh perasaan ini hanya karena alasan kerumitan yang kamu sebutkan atau kemungkinan yang kamu takutkan?"

Kali ini akulah yang kehilangan suara. Aku tidak tahu harus mengatakan apa. Suara Bayanaka yang begitu tenang saat mengungkapkan kalimat itu, berbanding terbalik dengan sorot matanya yang penuh emosi.

"Naka.... bolehkah aku mengatakan menyesal membuka pembicaraan malam ini?"

Bayanaka tidak terkekeh seperti baisanya, lelaki itu malah hanya mengulum senyum. "Boleh. Kamu boleh merasakan apa pun. Karena perasaanmu adalah milikmu. Tapi bolehkan juga aku mengucapkan terima kasih karena kamu membuka pembicaraan malam ini. Kejelian dan rasa ingin tahumu itu, setidaknya memberikanku dorongan kuat untuk mengungkapkaan perasaan yang selama ini tidak mampu kamu tangkap."

Aku kembali mengusap wajah, sebuah gerakan yang terus kuulang untuk menyalurkan rasa frustrasi. "Kita baru saja belajar berdamai, Naka. Maksudku adalah di sini, aku sedang berusaha berdamai dengan segalanya, dengan keberadaanmu. Dan seperti yang kukatakan, hubungan kita tidak memberikan celah untuk sebuah kata cinta. Perasaan sentimentil semacam itu, seperti sebuah 'kesalahan' yang akan sulit diterima."

"Perasaanku tidak salah, Hira. Dan dalam segi apa pun, perasaanku tidak menjadi sumber dosa. Apa yang kurasakan untukmu bukan sebuah kejahatan yang harus diabaikan dan dihilangkan hanya karena alasan situasi."

"Tapi aku tidak mencintaimu, Bayanaka." Kali ini aku mengucapkan kalimat itu dengan kegusaran yang luar biasa. Bayanaka mencintaiku adalah hal yang tak pernah bisa kubayangkan. Aku kira semua tindakan menyebalkan, tapi perhatiannya itu, dan sikapnya yang menunjukkan begitu banyak hal yang ia ketahui tetangku, hanya karena informasi dari papa-lelaki yang berjasa dalam hidup Bayanaka, bukan karena alasan lain, apalagi cinta seperti yang baru saja ia ungkapkan. "Aku bahkan tidak mengenalmu sebelum kematian papa. Kamu adalah orang asing yang merangsek masuk dalam hidupku. Lelaki dewasa yang bahkan hingga kini masih berusaha kuanggap saudara. Jadi mendengar bahwa kamu mencintaiku, adalah sesuatu yang sangat mengejutkan, dan itu bukan dari sudut pandang yang baik."

"Aku tahu, karena itu aku tidak mendesakmu, Hira. Aku mengungkapkan ini karena aku rasa kamu sudah sangat bingung dengan sikapku. Setidaknya dengan pengakuan cintaku, mulai saat ini kamu bisa memandangku sebagai seorang lelaki dewasa yang menaruh perasaan padamu, bukan saudara lelaki yang berusaha kamu terima keberadaanya."

"Bayanaka....."

"Aku tidak akan memdesakmu, Hira. Tapi aku tidak akan mundur dari ini."

"Apa maksudmu?"

"Tidak ada seorang Danadyaksa yang berhenti berjuang, apalagi setelah mengungkapkan perasaan cintanya, terutama aku."

"Kamu gila... Naka...."

"Iya, tapi itu tidak masalah. Setidaknya aku gila karena kamu."

Tbc

Love,

Rami

Kak Naka nyolot

Kak Naka nyolot

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






Dan Tuan Putri kehabisan kata-kata

Dan Tuan Putri kehabisan kata-kata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Titik AkhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang